Part 2

1.2K 245 426
                                    

Well, I put up a good fight
But your words cut like knives

Tell Me A Lie - 1D

*****

Hari ini, Devan memutuskan untuk membolos pelajaran lagi. Ia benar-benar ngantuk dan merasa suntuk di dalam kelas. Salah satu alasannya adalah karena Rayhan, sahabat karib yang sekaligus merangkap sebagai teman sekelasnya, mendadak tidak masuk, tanpa ada pemberitahuan ataupun ijin.

Devan sudah berulang kali mencoba mengontak sahabatnya tersebut, namun hasilnya tetap nihil. Rayhan benar-benar tidak bisa dihubungi. Entah apa yang sedang ia lakukan sehingga bisa mengabaikan ponselnya. Padahal biasanya, ponsel menduduki tingkat pertama dan merupakan prioritas bagi Rayhan, bahkan mungkin ponselnya lebih penting dari Devan.

Tak mau ambil pusing, Devan memutuskan untuk naik ke atas atap sekolah Wellingthon. Sepertinya, atap Sekolah Wellingthon akan menjadi tempat bolos terbaru kesukaan Devan. Pasalnya, atap Sekolah Wellingthon memang tidak pernah disinggahi oleh siapa pun, kecuali staff sekolah, dan tentunya perempuan jutek yang ia temui kemarin.

Mengingat tentang perempuan jutek tersebut, sudut bibir Devan terangkat naik sedikit. Ia tersenyum miring, benar-benar penasaran dengan perempuan kemarin yang dengan kasar mengusirnya dari atap sekolah. Perempuan itu bahkan tidak mengenali siapa Devan, selaku trouble maker paling tampan dan terkenal seantero sekolah.

Sebenarnya, Devan juga tidak pernah melihat wajah perempuan tersebut di sekolah. Perempuan itu terlihat asing. Tentu saja, karena dia adalah anak baru, ditambah lagi dengan Devan yang tidak terlalu peka dengan perubahan lingkungan sekitar.

Wajar saja apabila Devan tidak mengenali, bahkan tidak pernah melihat wajah beberapa orang di Sekolah Wellingthon. Bahkan, ia tidak mengenali tiga per empat teman sekelasnya. Tetapi, tidak wajar apabila ada siswa Wellingthon yang tidak mengenali seorang Devan Adelard Faustin.

Devan sempat berpikir bahwa dirinya tidak seterkenal itu, sehingga masih ada murid Wellingthon yang tidak mengenalinya. Namun ia berpikir bahwa itu merupakan sebuah ketidak-mungkinan, mengingat kegiatan belajar mengajar telah mulai semenjak dua minggu yang lalu. Ditambah lagi dengan Devan yang setiap harinya, tanpa absen membuat masalah.

Perempuan itu juga merupakan salah satu alasan mengapa Devan lebih memilih untuk membolos ke atap sekolah, dibandingkan dengan gudang belakang sekolah, yang sebelumnya telah menjadi tempat persinggahan Devan setiap harinya saat membolos pelajaran selama ini.

"Gue harus tau nama cewek yang udah berani ngusir gue," kekeh Devan dalam hati.

Suara decitan nyaring sebuah pintu besi, menandakan bahwa Devan telah mendorong pintu yang langsung menghadapkannya ke hamparan semen yang melapisi atap Sekolah Wellingthon tersebut. Ia menyapukan pandangannya ke segala arah, namun sosok perempuan yang dicarinya tidak nampak sedikit pun, bahkan sehelai rambutnya pun tidak ada.

Devan mendesah kecewa. Ia merutuki kebodohannya sendiri, mengingat bahwa ini masih terhitung sebagai jam pelajaran, dan wajah perempuan kemarin tidak terlihat seperti tipikal anak yang suka membolos, walaupun suka melanggar aturan.

Lelah setelah menaiki anak tangga yang terbilang cukup banyak dan menguras tenaga, Devan memutuskan untuk berjalan sedikit dan menjatuhkan bokongnya ke atas salah satu bagian dari sekian luasnya hamparan semen yang menutupi atap Sekolah Wellingthon. Tak lupa, ia menyenderkan punggungnya ke salah satu dinding yang mengitari segala sisi dan sudut atap sekolah tersebut.

Devan mengusap peluh yang telah mengalir di keningnya. Peluh yang merupakan hasil sekresi dari metebolisme tubuhnya yang terjadi ketika ia menaiki satu per satu anak tangga sebelum mencapai lantai teratas dari Sekolah Wellingthon.

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang