Part 10

838 95 88
                                    

Bertahan di kesendirian telah menuntunku menemukanmu
Tanpa ragu aku berikan semua rasa cinta yang tersimpan lama

Penantian Berharga - Rizky Febian

*****

"Devina, kita sekelompok!" seru Maura antusias. Saking girangnya, ia sampai mengguncang bahu Devina terus-menerus, membuat Devina mendengus kesal.

Hari ini, guru matematika mereka membagi kelas menjadi beberapa kelompok belajar. Jadi, setiap kelompok belajar itu berfungsi untuk saling membantu. Kalau ada teman yang tidak mengerti, ya diajari sampai bisa.

Selain itu, kalau ada ulangan, satu kelompok tersebut harus lulus semua, kalau ada yang tidak lulus, maka nilai satu kelompok tersebut akan dikurangi. Apabila ada yang tidak lulus, gurunya menganggap bahwa teman dalam satu kelompok tersebut tidak membantu dengan maksimal, sampai harus ada yang remedial, maka harus dihukum karena tidak memenuhi keinginan guru tersebut.

Kelompoknya dibagikan oleh Bu Sandra, dan Devina benar-benar kesal dengan pembagiannya. Ia tidak masalah apabila sekelompok dengan Maura. Namun, yang membuatnya kesal adalah karena harus sekelompok juga dengan Lolita yang bawelnya setengah mati, ditambah lagi dengan Naufal si biang rusuh.

Devina memang sudah memaafkan Naufal, namun ia masih merasa terganggu dengan kehadiran cowok itu. Bagaimana tidak? Naufal selalu menghampiri Devina, dan menjahilinya, belum lagi ditambah dengan gombalan-gombalan receh yang dilontarkan oleh Naufal. Kuping Devina terasa panas setiap kali mendengar kata-kata keluar dari mulut Naufal.

Naufal itu memang anak baru, tapi kenakalan dan keisengannya sudah tersebar ke seluruh penjuru sekolah. Ia juga kerap kali menggoda para siswi-siswi yang berlalu-lalang dengan gombalannya. Ada beberapa yang menanggapi dan malah merasa senang, tetapi ada juga yang bersikap tak acuh.

Tetapi dari semua itu, Naufal kelihatan paling tertarik untuk menggoda Devina. Devina memang mengabaikan semua tingkah Naufal, melihatnya saja malas. Tetapi, sepertinya Naufal pantang menyerah dan terus saja melancarkan aksinya.

"Dev, nanti belajarnya di rumah gue aja ya?" Suara Maura tersebut berhasil membuat Devina menoleh dan menatap Maura.

"Terserah," jawab Devina.

Jawaban Devina tersebut, walaupun singkat, tetapi menghadirkan efek yang dahsyat bagi Maura.

"Apa? Lo barusan ngomong apa?" tanya Maura minta pengulangan, takut salah dengar.

"Ga ada pengulangan," balas Devina datar.

"Gila, Dev. Lo barusan jawab pertanyaan gue? Lo kesambet ya tadi pagi? Atau kepentok tembok makanya saraf otak lo berubah?"

Ini gue barusan dikatain? Gue ga jawab, biasa dikatain dingin. Giliran sekarang gue mulai jawab, dikatain kesambet sama gila. Salah mulu idup gue, batin Devina.

"Ini pertama kalinya lo jawab pertanyaan gue pake mulut," sahut Maura heboh. "Biasa kan lo cuman diem, kalau ga, ngangguk sama geleng doang, tapi tadi barusan lo jawab pertanyaan gue?!"

Oke, sekarang Devina mengerti.

Semalam, Devina benar-benar merenung dan memikirkan semua perkataan Devan. Mungkin Devina memang nampak tak acuh saat Devan menasehatinya, namun jauh di dalam sana, Devina merekam semuanya, dan menyimpannya baik-baik dalam otak.

Sepulang sekolah, Devina bahkan langsung ke kamar dan mulai merenung. Ia bahkan sampai tidak makan malam karena memikirkannya.

Perkataan Devan tempo hari, berhasil membuat Devina sadar. Terkadang, menjadi orang lain itu memang tidak semudah yang dipikirkan. Keinginan untuk membalas sapaan dan ajakan orang-orang, sering kali muncul dalam diri Devina, namun selalu berhasil ia tepis jauh-jauh. Tetapi, setiap orang pasti memiliki titik dimana dirinya sudah lelah untuk berpura-pura lagi bukan?

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang