If this night is not forever
At least we are together
I know I'm not aloneAlone - Alan Walker
*****
Suara berisik dari mesin motor milik Devan akhirnya hilang begitu ia dan Devina berhenti di depan sebuah rumah minimalis berlantai dua. Devina turun dari motor Devan dan berdiri menghadap Devan dengan wajah datarnya.
"Thanks udah nolongin dan nganter pulang." Devina sebenarnya tadi mau langsung masuk tanpa mengatakan apa-apa. Tetapi setelah dipikir-pikir kembali, hal tersebut sungguh tidak sopan, dan bundanya tidak pernah mengajarkan hal seperti itu pada Devina. Devina merasa bahwa Devan pantas untuk mendapatkan ucapan terimakasih.
Begitu melihat Devan mengangguk sebagai balasan, Devina langsung berbalik, hendak masuk ke dalam rumahnya. Namun, langkah Devina terhenti begitu mendengar celetukan Devan.
"Lo ga nawarin gue buat masuk?" tanya Devan dengan wajah tengilnya.
"Ga usah. Lo pulang aja," balas Devina ketus.
"Dih. Jadi cewek napa jutek amat dah. Sekali-kali senyum kek gitu, siapa tau gue bisa suka." Devan mengedipkan sebelah matanya, membuat Devina meringis jijik.
"Najis."
Tepat setelah mengatakan hal tersebut, Devina kembali berbalik dan menemukan bundanya telah berdiri di belakang pagar rumahnya sambil tersenyum.
"Kamu udah pulang, Dev?" tanya Priska lembut.
"Belum, Bun. Aku masih di sekolah," balas Devina sarkas. Lagipula, aneh-aneh saja, jelas-jelas Devina sudah berdiri di depan pagar, masih saja ditanya sudah pulang apa belum.
Priska terkekeh pelan, lalu pandangannya jatuh pada sosok lelaki yang berada di balik punggung Devina. Devan yang juga melihat ke arah wanita yang sangat mirip dengan Devina itu, akhirnya tersenyum canggung. Ketengilan yang biasa menghiasi wajahnya mendadak hilang entah kemana.
Priska balas tersenyum, lalu kembali memandangi anak gadisnya yang masih menampakkan wajah jutek. "Kamu dianter sama dia, Dev? Ganteng lho, ga diajak masuk?"
Ingin rasanya Devina memuntahkan isi perutnya sekarang juga. Tetapi, ia akui, Devan memang tampan. Cuman sayang, Devina sudah keburu kesal dan ilfeel. Bunda belum tau aja kelakuan tuh bocah tengil satu, batin Devina.
"Dia mau pulang," balas Devina tak acuh.
Bukannya membalas perkataan Devina, Priska malah beralih menatap Devan. "Ga mau masuk dulu, nak?" tanya Priska pada Devan.
"Mau banget, Tante. Kebetulan saya haus banget, cuman Devina tadi ga bolehin saya masuk," jawab Devan sambil cengengesan. Dasar tidak tahu malu.
Devina menatap Devan tajam, seakan ingin membunuh Devan dengan tatapan mautnya. Sedangkan Devan, malah nyengir kuda, seakan tak berdosa.
"Dev, ga boleh gitu dong. Emang Bunda pernah ajarin kamu ngusir orang begitu. Dia udah baik, kok malah diusir?"
"Terserah Bunda deh," balas Devina jutek, lalu langsung beranjak masuk ke dalam rumah meninggalkan Priska yang melotot dan Devan yang malah tersenyum miring.
"Maafin Devina ya, nak. Nama kamu siapa?" tanya Priska setelah Devina hilang di balik pintu.
"Devan, Tante."
"Wah, namanya mirip ya sama Devina. Jangan-jangan kalian jodoh," balas Priska sambil terkekeh pelan.
"Saya juga berharapnya saya sama Devina tuh jodoh, tante," celetuk Devan sambil mengusap tengkuknya. Wajahnya masih saja menampakkan sifat tengilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fortuity
Teen Fiction"Orang itu ga harus selalu terlihat kuat. Jangan sok kuat kalau ternyata rapuh. Keluarin aja semuanya, maka lo akan lebih tenang. Gue akan selalu ada di sini buat lo. Lo boleh pakai bahu gue kapan pun, tapi jangan sering-sering, soalnya gue takut ce...