Ku berjanji tuk menutup pintu hatiku
Entah untuk siapapun ituLebih Indah - Adera
*****
Bel pulang baru saja berbunyi satu menit yang lalu, namun sebagian besar kelas sudah kosong. Kini hanya tertinggal Devina, Maura, dan Lolita di dalam kelas. Maura dan Lolita itu sahabat, atau mungkin juga tidak, karena sahabat Lolita, atau anggota gengnya, tersebar di kelas lain, dan Lolita terdampar sendiri di kelas 12 IPA 3. Apabila di kelas, Lolita selalu bersama dengan Maura dalam hal kelompok, walaupun mereka tidak duduk bersebelahan. Jadi, entah lah apa sebutan yang pas untuk hubungan mereka berdua.
"Ra, mau pulang ga?" tanya Lolita sambil menghampiri meja Devina dan Maura. Bagi kalian yang ingin tahu, Lolita sudah bisa menerima kenyataan bahwa ia putus dengan Devan. Dia memang memuja dan menyimpan perasaan untuk Devan, namun ia sebenarnya tidak ingin hanya dijadikan mainan oleh Devan. Jadi, mungkin putus lebih baik, agar Lolita bisa move on.
Bukannya menjawab pertanyaan Lolita barusan, Maura justru menoleh dan menatap Devina yang sedang membereskan alat tulisnya yang berserakan di meja. "Dev, mau pulang ga?"
Devina memberhentikan aktivitasnya dan menoleh sekilas, lalu menggeleng. Sebagai balasan, Maura hanya mengangguk, melihat Devina sepertinya tidak akan mengeluarkan suaranya sama sekali.
"Ya udah. Ayo kita balik, Ta," ajak Maura pada Lolita yang telah berdiri di sampignya. Maura kemudian berdiri dan menyelempangkan tas sekolahnya. "Lo ga balik sama teman lo?"
"Ga, mereka tadi bilang mau balik duluan karena ada urusan. Kurang ajar emang, gue ditinggal terus. Cape hati," keluh Lolita lalu mencebikkan bibirnya.
"Gue duluan ya, Devina." Maura menatap Devina sebentar, namun yang ditatap tidak merespon sama sekali.
"Dasar manekin. Tinggal bilang iya aja kayaknya susah amat," gumam Lolita pelan sambil menatap Devina jengkel, namun masih bisa didengar oleh Devina. Devina tidak merespon hal tersebut sama sekali, memikirkannya saja enggan.
Setelah Maura dan Lolita berlalu dan hilang di balik pintu, baru lah Devina beranjak dari tempatnya. Namun, betapa kagetnya ia begitu melihat seseorang berdiri tepat di depan pintu kelasnya. Orang tersebut masih menggunakan seragam sekolah, namun kemejanya sudah keluar sana-sini dan berantakan.
Devina terpaku dan merasa tidak dapat bergerak seketika. Ia tidak menyangka bahwa akan bertemu dengan orang itu lagi. Devina pikir, setelah ia pindah rumah dan sekolah, ia sudah bisa hidup bebas dan bisa terhindar dari orang itu, namun ternyata dirinya salah. Orang tersebut kini tersenyum manis ke arah Devina, seakan tidak pernah melakukan apa pun yang membuat Devina sampai trauma seperti sekarang ini.
"Hai, Agatha."
Dia adalah Naufal Indra. Satu-satunya cowok yang memanggil Devina dengan nama tengahnya. Dengan gaya cool, dan senyuman manis yang dilengkapi lesung pipi, Naufal berhasil menjadi idola di sekolahnya. Ia dapat dengan mudah memikat hati para gadis hanya dengan senyuman mautnya, dan Devina termasuk salah satu dari para gadis itu, namun itu dulu. Sekarang, Devina bahkan menatap cowok itu dengan kilat permusuhan, ia sebenarnya benar-benar muak melihat cowok itu, apalagi senyumannya yang justru membawa petaka baginya.
Melihat Naufal tepat berdiri di depannya, membuat semua kenangan masa lalu Devina yang terkutuk mulai kembali terputar dengan sempurna dalam benaknya. Semua kenangan yang berusaha ia hapus dan kubur dalam-dalam, kini bangkit kembali. Luka yang sebelumnya sudah mulai tertutup, kini menganga kembali, menyisahkan kesakitan yang tidak dapat Devina definisikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fortuity
Teen Fiction"Orang itu ga harus selalu terlihat kuat. Jangan sok kuat kalau ternyata rapuh. Keluarin aja semuanya, maka lo akan lebih tenang. Gue akan selalu ada di sini buat lo. Lo boleh pakai bahu gue kapan pun, tapi jangan sering-sering, soalnya gue takut ce...