Part 13

632 65 16
                                    

I got you, I promise
Let me be honest
Love is a road that goes both ways

There For You - Martin Garrix &
Troye Sivan

*****

Sedari tadi, Devina hanya bisa pasrah mendengar celotehan Devan sepanjang jalan. Cowok tengil itu daritadi ngomong terus tanpa henti. Tidak hanya itu, Devan bahkan ngomongnya seperti kereta, tidak ada titik dan tidak ada koma.

Devan bercerita dari A sampai Z, dari musim durian hingga musim rambutan, tak kunjung selesai. Apa mulutnya tidak lelah? Devina jadi bingung, Devan itu manusia apa robot? Kalau robot, sepertinya baterai Devan adalah tipe baterai yang bertahan selamanya, tidak habis-habis. Devina sampai bosan sendiri.

"Lo tau ga? Kemaren tuh yang gue gunting rambut, masa tukang gunting rambutnya bencong omes?! Dia guntingin jambul gue! Itu biasa aja sih, cuman nih yang kampretnya, dia naroh dengkulnya di tengah selangkangan gue! Di antara paha gue, Dev! Abis itu, dia kayak belai-belai kepala gue gitu pas ngambil rambut gue buat digunting. Najong banget ga sih?" cerocos Devan dengan antusias, sedangkan Devina hanya tetap menutup mulutnya rapat-rapat.

"Gila tuh bencong, pengen rasanya gue tonjok, cuman waktu itu gue liet ada pemilik salonnya lagi liatin gue, kayaknya sih terpesona sama ketempanan gue, cuman yang nyeremin tuh, tatapannya kayak Limbad! Gue berasa kayak napi yang mau dieksekusi sumpah," lanjut Devan.

Karena saking fokusnya bercerita, Devan sampai tidak melihat ada kucing yang mau nyebrang. Jadi begitu kucing tersebut lewat di depan mobil Devan, cowok itu langsung menginjak rem mendadak, sampai tubuh mereka terhempas ke depan lalu ke belakang cukup keras.

"Anjir," umpat Devan reflek.

Setelahnya, Devan langsung menginjak pedal gas kembali, dan mobil pun melaju dengan kecepatan standar. Cowok itu bahkan sudah kembali berceloteh panjang lebar, sampai tidak menyadari perubahan dari orang yang duduk di sebelahnya.

Devina memang sedari tadi hanya diam, tetapi dia tetap mendengarkan. Sekarang, Devina bahkan sudah tidak bisa fokus karena kepalanya yang mendadak nyeri.

Ringisan kecil yang keluar dari bibir Devina, akhirnya membuat Devan sadar ada yang tidak beres dengan cewek itu. Devina bahkan sekarang sedang menekan bagian belakang kepalanya yang seperti ditusuk-tusuk dengan salah satu tangannya.

"Lo kenapa, Dev?" tanya Devan sambil menatap Devina sekilas, kemudian balik menatap jalanan di depan, tidak ingin mengambil resiko kecelakaan kalau hanya menatap Devina.

Devina tetap bergeming. Bahkan hanya untuk menjawab pertanyaan singkat Devan saja, rasanya tidak sanggup.

Melihatnya, Devan jadi panik. Maka dari itu, ia langsung menepikan mobilnya dan berhenti di sana.

Devan meletakkan telapak tangannya di atas punggung tangan Devina yang bebas. Kemudian, digenggamnya tangan Devina yang bergetar itu dengan lembut. Tak seperti biasanya, Devina tidak menolak kali ini, cewek galak itu bahkan meresapi kehangatan yang tersalur dari tangan Devan.

Untuk sekarang, Devina tidak ingin mengelak bahwa tangan Devan berhasil membuatnya nyaman. Bahkan, tangan cowok yang baru dikenalnya tidak lebih dari sebulan itu, lebih hangat dan nyaman apabila dibandingkan dengan tangan Naufal yang sebelumnya selalu bertengger manis di tangan Devina.

"Lo kenapa, Dev?" ulang Devan. Kali ini bahkan tidak tebersit sedikit pun keinginan Devan untuk modus. Dia benar-benar khawatir.

Devina menutup matanya untuk menahan rasa sakit yang dirasakannya. "Kepala gue sakit banget."

FortuityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang