19

3.1K 87 7
                                    

Bunyi bel istirahat baru saja berbunyi beberapa detik lalu, tetapi dengan kecepatan lari ala Jejen, Kiara dengannya sudah berada di belakang sekolah sekarang.

Lengan Jejen sedari tadi sudah memegangi lengan Kiara. Tak disangka, entah mengapa lengan Jejen sangat dingin sekarang.

"Lo Jejen apa setan?" Kiara dengan polosnya bertanya hal bodoh.

Jejen melotot, melepas pegangannya pada sahabatnya itu. "Ini gue Jejen, begs"

Kiara terkikik, "Gue kira setan. Kaya di drama gitu, tangan setan kan dingin." Kiara tersenyum, "Ah! Apa lo abis liat setan?"

Dengan cepat lengan Jejen sudah meneloyor kepala Kiara sekarang.

Kiara meringis.

"Itu buat lo yang jahat banget nyangka gue kaya setan." Jejen tersenyum dengan lengan membentuk huruf V.

"Untungnya sahabat gue lo. Eh, btw kita ngapain?" Kiara masih kebingungan dengan adegan yang Jejen lakukan.

Jejen tersipu, pipinya blushing. Entah apa yang membuat pipinya semerah tomat itu sekarang.

"Lo kenapa Jen?" Kiara mulai curiga dengan kelakuan Jejen.

"Gue..." Jejen menundukkan kepalanya.

"Lo kenapa? Kebelet?" Kiara berusaha melucu.

Jejen tersenyum, "Ngga lucu anjir."

Wajah Kiara pucat pasi, seakan ia sudah tau apa yang akan Jejen katakan selanjutnya.

"Hahaha, ya terus lo kenapa Jen?" Tanya Kiara yang pura - pura bodoh.

"Ra, sebenarnya gue....." Jejen menutup matanya.

Kiara tersenyum getir, rasanya ia tidak siap untuk mendengar kalimat itu sekarang.

"Cepetan, gue harus ke perpus Jen."
"Cepetan, gue takut air mata gue jatuh Jen." Kiara tersenyum getir.

Jejen menarik napasnya perlahan, "Gue, suka sama Aldo. Ra."

"Kalimat itu yang gue takutkan keluar dari mulut lo Jen."

-----------------

"Minggu depan kita udah mulai try out ya Ken?" Aldo bertanya kepada Kenan, entahlah semenjak  pulang dari rumah sakit, Kenan sudah seperti sahabatnya sekarang.

Kenan mengangguk, "Iyanih, gue antara takut sama soalnya dan juga takut buat belajarnya. Masih banyak materi yang belum gue pahami."

Aldo tersenyum, "Ternyata bukan perempuan aja ya yang sulit dipahami. Pelajaran juga sulit dipahami, tapi lebih sulit perempuan kayaknya ya?"

"Curhat lu Do?" Kenan bertanya mengejek.

Aldo terkekeh, "Ya, antara curhat dan gitudeh. Emang materi apa yang lo belum paham?"

"Banyak, IPA contohnya, misalkan gaya, berat dan volume air pokoknya yang berhubungan sama fisika aja. Lo kan lumayan pinter tuh Do, ajarin gue ya?" Kenan mengedipkan matanya seolah - olah seperti kucing lucu sekarang.

"Ewh" Bahkan Aldo jijik melihatnya. "Iya, gue ajarin asalkan lo berhenti berkedip sekarang. Berasa liat banci hehe" Aldo terkikik pelan, takut Kenan mengomelinya karena kalimat yang ia ucapkan diakhir.

Tetapi, tampaknya Kenan dapat menerima candaan Aldo.

"Mulai kapan kita mau belajae nih Do? Jangan sistem kebut semalem keteran gue." Kenan tampak santai.

Aldo menaikkan alisnya, Kenan termasuk orang yang penyabar sepertinya terbukti ia tampak biasa saja saat Aldo menyebutnya 'banci'. Atau mungkin Kenan yang memang sudah terlanjur dewasa menanggapi hal ini? Wah, tepat sekali anak kelas memilihnya sebagau ketua kelas.

"Woi!" Kenan menepuk bahu Aldo. "Ditanya malah ngelamun lo. Kapan kita belajar?"

"Aha!" Aldo tampaknya mendapatkan ilham. "Besokkan Minggu tuh, besok aja gimana? Gue ajak Kiara sama Jejen juga, mau?" Aldo menaik turunkan alisnya memaksa Kenan agar setuju dengan pendapatnya.

Padahal menurut Kenan itu adalah ide yang bagus, karena apa? Karena ia bisa lebih dekat dengan Jejen.

"Oh boleh, besok dimana?" Kenan sangat semangat 45 sekarang.

Aldo tersenyum, "Gue sebut nama Kiara sama Jejen aja semangat lo."

"Ng..ngga dih, gue kan emang mau niat belajar biar try out gue lancar."

Aldo menaikkan alisnya, "Jujur ajalah, lo suka Kiara kan?"

Kenan terdiam.

Aldo tertawa, "Bagusdeh, kalau lo suka Kiara, kayaknya kita bakalan double date deh."

Kenan masih terdiam.

"Gue ngga tau harus bilang kesiapa, tapi karena lo teman terdekat gue sekarang. Gue titip rahasia gue Ken."  Aldo menutup mata "Gue suka sama Jejen. Ken." Aldo membuka matanya, "Jaga rahasia gue ya Ken." Aldo tampak lega dengan apa yang diucapkannya barusan.

"Gue bahkan takut, kalimat itu yang bakal lo katakan sedari tadi. Aldo."

-------------

Malam ini adalah sabtu malam seperti biasanya bagi Kiara.

Terduduk dikursi balkonnya dengan sepasang headphone yang terpasang ditelinganya, itu adalah hal yang sempurna baginya.

Tetapi, kesempurnaan itu tampaknya hilang diterpa angin malam yang menari - nari disekitarannya.

"Gue, suka sama Aldo. Ra."

Entahlah, kalimat itu terputar sangat jelas dipikirannya. Wajah bahagia Jejen, sangatlah jelas di memori otaknya.

"Ngga seharusnya gue memiliki rasa suka buat Aldo. Maafin gue Jen, tapi kayaknya lo jadi saingan gue sekarang." Kiara tersenyum miris.

"Saingan apa hayoo?" Kak Cia tiba - tiba saja sudah duduk disamping Kiara.

Kiara berdecih, "Bikin jantungan aja lo kak."

"Hehe, biar tau dulu apa masalah yang lagi dipendam adik gue ini. Saingan apa Ra?" Kak Cie berubah mimik wajah dengan cepat, wajahnya tidak seperti beberapa detik yang lalu. Seperti lebih serius sekarang.

Kiara tersenyum, "Gue ngalamin apa yang lo alamin dahulu Kak."

Kak Cia tampak kebingungan, ia sedang memutar balik memori diotaknya saat ini. Mengingat - ingat kejadian masa lalu yang dialaminya. Kejadian masa lalu...

Kak Cia terkejut, ia menatap adiknya sedih.

"Lo yakin mau saingan sama sahabat lo sendiri Ra?" Kak Cia paham apa yang dialami Ara kecilnya.

Kiara tersenyum getir, "Bahkan gue ngga mau sebut Jejen sebagai saingan gue kak, tapi-"

"Bukannya dulu lo yang bilang?
Hanya satu orang lelaki, apa kamu tega harus kehilangan sahabat yang sudah mengenalmu?" Kak Cia mengulang kembali kalimat nasihat yang Kiara berikan untuknya dahulu.

Kiara menatap wajah Kak Cia. Sebulir air mata jatuh dipipinya. Tak lama air matanya menjadi deras.

Kak Cia memeluk Aranya, tidak bisa diduga adik satu - satunya itu sekarang sedang  merasakan apa yang dirasakannya beberapa bulan yang lalu.

"Nangis yang deras aja Ra, keluarin semua emosi lo. Gue ngerti apa yang lo rasain sekarang. Untuk sekarang mungkin lo memang gabisa relain seseorang yang lo suka buat Jejen. Tapi suatu saat lo bakalan sadar kok kalau cinta ngga harus diraih dengan persaingan. Percaya sama kakak, semuanya bakalan berakhir dengan indah.

Walaupun, harus diawali dengan rasa sakit yang sesak." Kak Cia tak sengaja meneteskan air mata juga.

Kiara melepas pelukan Kakaknya. Ia tersenyum, Kak Cia menepikan jari nya dipipi Kiara berusaha menghilangkan sisa air mata adiknya itu.

"Lo pasti bisa, Ra. Ohiya gue sampai lupa. Tadi gue kesini tuh mau bilang sama lo. Ada lelaki yang nungguin lo dibawah. Kayaknya karena adegan tadi, dia udah nunggu lama deh." Kak Cia tersenyum.

Kiara tersenyum lagi, "Lelaki? Yaudah aku kebawah dulu Kak."

Kak Cia menatap adiknya yang berlalu pergi, "Masalah lo bakalan selesai dengan cepat kok, Ara. Fighting."

-------------

AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang