Author POV
Ketika lo sama sahabat lo suka sama orang yang sama. Respon lo apa? Menjauh dan membiarkan dia sama sahabat lo tapi hati lo sakit? Atau Mendekat dan membiarkan hati sahabat lo yang sakit?
Kiara masih memikirkan masalah yang sedang dihadapi Kak Cia, pikirannya melambung tinggi dan melayang - layang diotaknya sedangkan Kiara sendiri kini sedang kesusahan memahami materi pelajaran yang akan diujiankan saat try out nanti.
Hari ini hari sabtu pagi seperti biasanya. Dimana hanya ada Kiara dan berbagai buku pelajaran yang sudah tersedia di atas meja belajarnya.
Sebenarnya Kiara sengaja bangun sepagi mungkin karena ia sudah berniat untuk belajar. Tetapi, buku diatas meja belajarnyapun belum ada satu coretan untuk ia hafalkan dari satu jam yang lalu.
Pikiran Kiara semakin khawatir terhadap kakaknya ketika tau bahwa kakaknya menjadi seorang yang lebih pendiam dirumah.
Kiara tau penyebabnya dan hanya Kiara yang tau. Dan, Kiara tak bisa membantunya. Butuh waktu lama untuk memahami bagaimana masalah kakaknya terselesaikan.
Kiara mengambil handphonenya dan segera mungkin mengirim pesan pada Jejen.
"Gue tunggu lo di Small Resto. Sebisa mungkin bawa buku pelajaran karena gue ngga konsen belajar sama sekali." Ketiknya didalam pesannya tersebut.
Tidak sampai lima menit Jejen sudah membalas pesannya.
Jejen : Okesiap bos!
Setelah bersiap memakai kaos lengan panjang dipadukan celana berwarna putih Kiara menuruni tangga untuk pamit kepada Bundanya.
Sudah lima menit berlalu, Kiara sudah berada di Small Resto. Duduk ditempat paling ujung tempat biasa ia menyendiri sembari memperhatikan hujan. Namun, kini ia tak sendiri. Jejen bersamanya, dan sudah hampir dua puluh lima menit batang hidung perempuan cantik itu tak terlihat sama sekali.
Jen, kebiasaan lo telat mulu. Dasar jam karet. Batin Kiara menggerutu.
Tak lama bunyi pintu resto terbuka menandakan seseorang masuk. Dan, itulah Jejen. Dengan cengiran khasnya yang membuat pengunjung resto melihatnya takjub. Ya, takjub karena kecantikan Jejen.
"Kemana dulu kanjeng ratu?" Kiara bertanya meledek.
Jejen nyengir, "Biasalah, Jakarta matot"
"Mati total?" Kiara kebingungan.
Jejen menggeplak keningnya. "Bukanlah, macet total"
Kiara hanya ber-oh-ria.
"Kikir, jadi gue dateng kesini buat di anggurin aja nih?" Jejen ngamuk.
Kiara tersenyum, "Ntar dulu, gue bingung bilangnya gimana Jerigen."
Ya, mereka mulai saling meledek satu sama lain.
Kiara menghembuskan nafas berat, dan mulai menceritakan masalah yang dihadapi kakaknya itu.
"Kalau sampai ngga makan gitu udah ribet sih masalahnya. Tapi, gue juga bingung Ra cara ngatasin masalahnya gimana." Jejen berucap setelah Kiara selesai bercerita.
Setelah lama terdiam, Jejen kini tau. Senyumannya menyeringai terhadap Kiara.
"Ra, menurut gue sometimes harus merelakan daripada membuat seseorang menyakitkan." Tukas Jejen dengan wajah seriusnya.
Kiara termenung, apakah kakaknya mau menerima saran darinya itu?
"Tapi Jen--"
"Percaya gue Ra" Jejen tersenyum tulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alone
Teen FictionKesendirianku adalah ketika merindukanmu berharap hadirnya sosok hidupmu disampingku saat ini.