Naga 53

3.7K 58 1
                                    

Diam-diam Yap In Hong dan Yap Kun Liong, dua orang pendekar yang tingkat kepandaiannya sudah tinggi sekali, tidak banyak selisihnya dengan tingkat kepandaian Cia Bun Houw, menjadi terkejut bukan main menyaksikan kelihaian pangeran itu. Beberapa kali pendekar sakti Yap Kun Liong memuji dalam hatinya melihat betapa pangeran itu dapat menghadapi desakan-desakan yang amat berbahaya dari adik iparnya itu. Apalagi ilmu langkah sakti Pat-kwa-po yang dimainkan oleh pangeran itu, sehingga langkah-langkah kakinya tera­tur rapi dan dapat dipergunakan untuk menyelamatkan diri terhadap setiap desakan, mengingatkan dia akan ilmunya sendiri, ya­itu Pat-hong Sin-kun yang langkah-lang­kahnya juga berdasarkan rahasia Pat-kwa (Delapan Segi). Diam-diam dia harus mengakui bahwa menghadapi pangeran itu bukanlah hal yang ringan, dan dia sendiri pun tidak berani memastikan bahwa dia akan menang kalau menghadapi pangeran muda yang telah menjadi suami dari anak tirinya itu. Yap In Hong juga merasa khawatir, karena diapun dapat me­rasakan bahwa menghadapi pangeran itu, dia sendiri tidak akan mampu menang, dan suaminya agaknya tentu harus meng­gunakan seluruh kepandaian dan waktu yang tidak singkat untuk dapat mengatasi pangeran yang biarpun masih muda na­mun sudah amat hebat itu. Teringatlah dia akan Sin Liong dan dia membanding­kan pangeran ini dengan Sin Liong. Diam-diam dia merasa heran dan kagum bagaimana orang-orang yang masih muda itu telah memiliki kepandaian sehebat itu. Mereka sudah saling serang selama seratus jurus dan belum ada seorangpun di antara mereka yang menang atau kalah, bahkan belum ada yang nampak terdesak. Diam-diam Yap In Hong mengerutkan alisnya. Ilmu silat tangan kosong dari pangeran itu memang kuat bukan main. Kenapa suaminya tidak mengajakanya bertanding menggunakan senjata saja? Mungkin kalau bersenjata, suaminya akan dapat lebih unggul, karena ilmu pedang suaminya amat hebat. Dan memang demikian pula pendapat Bun Houw. Akan tetapi, lawannya hanyalah seorang pe­muda, dan tuan rumah pula dan dia seorang tokoh Cin-ling-pai, bagaimana mungkin dia sudi menggunakan senjata kalau lawannya itu hanya bertangan ko­song saja? Dan sebelum bertanding ta­ngan kosong selesai lalu menantang mengadu senjata, hal itu sama artinya dengan merasa kewalahan dalam per­tandingan tangan kosong itu! Dia merasa serba salah dan diam-diam diapun kagum bukan main karena mengertilah pendekar ini bahwa tingkat kepandaian pangeran muda itu sungguh-sungguh luar biasa, bahkan masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaian mendiang Pek-hiat Mo-ko dan Hek-hiat Mo-li sendiri. Selama hidupnya, baru sekarang inilah Cia Bun Houw merasa bertemu tanding yang amat kuatnya.

"Hehhh!" Cia Bun Houw membentak dan dia mengirim tamparan dengan Ilmu Thian-te Sin-ciang sambil mengerahkan seluruh tenaga. Kedua tangannya menyambar dari kanan dan kiri, mengirim tamparan-tamparan yang sampai mengeluarkan suara bercuitan saking cepat dan kuatnya. Melihat ini, Ceng Han Houw melangkah mundur dua tindak, ketika lawannya mengejar dengan langkah ke depan sambil melanjutkan tamparan-tamparan itu, dia sudah menangkis dengan membuang lengan dari dalam keluar, ke kanan kiri.

"Dukk! Dukk!"

Untuk ke sekian kalinya, keduanya tergetar hebat karena sekali ini masing-masing mengerahkan seluruh tenaga mereka sehingga getaran itu terasa sekali sampai ke jantung mereka. Keduanya terkejut karena keadaan mereka sungguh amat berbahaya. Kurang kuat sedikit saja tentu jantung mereka akan terguncang dan setidaknya mereka akan mengalami luka dalam yang hebat. Baiknya bagi mereka bahwa tingkat kekuatan sin-kang mereka berimbang sehingga keduanya mengalami getaran seperti itu.

Pangeran Ceng Han Houw juga terkejut bukan main. Sekarang dia baru percaya bahwa tokoh Cin-ling-pai ini memang hebat sekali. Pantas saja dahulu Pek-hiat Mo-ko, suami Hek-hiat Mo-li, sampai tewas di tangan pendekar ini. Mulailah dia merasa khawatir. Baru pendekar ini saja, sudah begini lihainya, apalagi kalau sampai semua keluarga Cin-ling-pai maju! Padahal, menurut pendengarannya, isteri pendekar ini, Yap In Hong, memiliki ilmu kepandaian yang setingkat dengan suaminya, dan bahwa Yap Kun Liong, ayah tiri dari Ciauw Si, juga memiliki ilmu yang malah lebih matang dan lebih banyak macam ragamnya dibandingkan dengan pendekar Cia Bun Houw ini. Semua itu telah didengarnya dari penuturan isterinya. Dia harus dapat mengalahkan pendekar ini lebih dulu sebelum menghadapi yang lain-lain, kalau memang mereka itu nanti akan maju pula.

Pendekar Lembah NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang