BAB 4

239 20 0
                                    


Aku menyusuri anak tangga sambil bersiul. Entah kenapa suasana hatiku sedang bagus pagi ini. Mungkin karena tadi malam aku tidur terlalu cepat dan nyenyak, sampai-sampai aku tidak menyadari kalau handphone-ku terjatuh ke lantai, dan baru menemukannya tadi pagi ketika aku terbangun. Tiba-tiba aku tersenyum sendiri mengingat bahwa diluar sana ada seorang lelaki tampan yang sepertinya mulai penasaran denganku. Tidak bisa kupungkiri ada sedikit rasa bangga dihatiku ketika mengetahui hal  itu. Coba bayangkan Laki-laki setampan dia dan sesukses dia bisa penasaran dengan gadis jutek dan judes seperti aku. Siapa yang  nyangka??!! Aku mencibir diriku sendiri.

Aku berjalan menuju ruang makan dan melihat Mama sedang menikmati sarapan paginya . Mama memang selalu bangun pagi. Mau jam berapapun dia pulang, Mama tetap akan bangun di jam 5 pagi. Biasanya Mama akan menghabiskan waktunya di halaman belakang sambil olahraga ringan. Sit up, push up, atau lari-lari kecil. Tidak heran kalau sampai saat ini, bentuk tubuh Mama masih aduhai.

"Selamat Pagi, Ma." Sapaku riang sambil memeluknya dari belakang. Aroma Farfum Mama menusuk hidungku. Wangi khas ibu-ibu. Kututup hidungku. Aku tidak suka aromanya. Mama yang tadinya terlihat seperti anak muda tapi begitu mencium farfumnya, semuanya jadi luntur. Mama kembali menjadi tua. Aku berjanji, nanti kalau Mama ulang tahun, aku akan membelikannya sebotol farfum anak muda. Bukan farfum khas ibu-ibu begini.

"Pagi, sayang." Sahut Mama. Aku membungkuk, membiarkan Mama mencium keningku sambil tetap menutup hidungku.

"Itu hidung kenapa ditutup?" tanya Mama heran. Aku mengibas-ngibaskan tanganku didepan hidung, sambil berbisik," farfum Mama gak enak."

"Sembarangan. Farfum mahal nih. Itu bau Raina kayaknya. Soalnya belum sikat gigi." Sahut Mama sengit. Aku cemberut sambil mencubit Mama. Enak aja. Udah mandi nih!!!

"Lagian, kamu kalau ngomong suka sembarangan. Ayo, buka hidungnya. Gak baik begitu sama orang tua. Ntar dikira Bibi, Mama beneran bau lagi." Protes Mama sambil melirik Bibi yang baru saja mengantar segelas juice jeruk untukku. Kubuka hidungku, tapi kutahan nafasku.

"Sesak nafas lho kamu." Goda Mama. Iih...tau aja lagi orang nahan nafas. 

"Tumben pagi-pagi begini udah mandi. Ada yang lagi seneng ya..." Mama mengodaku. Aku pura-pura tidak mendengar ucapan Mama dan sibuk mengolesi rotiku dengan selai. Perutku keroncongan.

"Gimana kemarin dengan Dimas?" tanya Mama. 

Mendadak aku ingat bahwa Dimas seberani itu karena dapat ijin dari Mama dan Mama jugalah yang memberi Dimas nomer handphone-ku tanpa seijinku. Kuletakkan rotiku dan melihat Mama dengan tatapan marah. Mama balas melihatku tanpa rasa bersalah.

"Kenapa Mama ijinin Dimas jemput Rain? Trus kenapa juga Mama nyuruh Pak Mamat pulang? Satu lagi. Kenapa Mama ngasih nomer handphone Rain ke Dimas?" ku brondong Mama dengan seribu pertanyaan sambil pura-pura ngambek.

"Oooh..kirain kamu kenapa." Jawab Mama santai. Kemudian dengan santainya Mama mengambil juice jeruk dan meneguknya dengan pelan. Grrr...Mama pasti sengaja melakukannya agar aku menunggu lama. Mama sedang mengodaku rupanya. Jangan-jangan semua yang dilakukan Dimas beberapa hari ini adalah ulah Mama juga.

"Mamaaaa...." protesku tidak sabar.

"Sabar. Masa Mama minum gak boleh." Lagi-lagi Mama menjawabnya dengan santai,membuatku geram.

"Mamaaaa...." pekikku kencang. Mama menahan tawa gelinya. Tapi tetap saja pura-pura bersikap tenang. Aku berdiri dari kursiku dan mendekati Mama. Tanganku bermain-main di udara siap untuk melakukan serangan pada pinggang Mama. Mama gak tahan kalau dikelitikin dan aku sering menakuti-nakutinya dengan trik itu.  

I CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang