BAB 21

179 12 0
                                    


Sudah hampir sebulan aku kembali ke jakarta, itu artinya pesta pernikahanku tinggal enam bulan lagi. Aku menarik nafas panjang. Terkadang aku tidak yakin atas keputusanku menerima lamaran Rei. Tapi setiap kali aku ingin membatalkannya, aku selalu tidak tega ketika mengingat semua kebaikan yang sudah ia lakukan untukku. Rei rela membuang waktunya selama kurang lebih empat tahun menemani dan membantuku melupakan masa laluku. Walaupun aku tidak pernah bisa melupakannya.

"Bagaimana hari pertamamu bekerja, Rain?" tanya Rei.

Aku yang sedang memutar-mutar makananku terkejut ketika mendengar suaranya. Dia mendengus pelan.

"Maaf." Bisikku dengan perasaan  bersalah.

"Ngelamun lagi..." gumamnya. Aku tersenyum lemah.

Rei menyentuh tanganku," gimana hari pertamamu bekerja?" dia mengulang pertanyaannya tanpa menghiraukan permohonan maafku. Rei selalu mencoba untuk mengerti perasaanku dengan tidak berusaha mengorek apa yang ada dalam pikirianku.

"Ba-baik. Bosnya baik, lingkungannya juga baik." Jawabku gugup.

"Syukurlah kalau begitu."

"Kau sendiri bagaimana? Sudah mulai bisa mengantikan posisi Papamu?" tanyaku mencoba membalas perhatian yang dia berikan. 

"Lumayan. Tapi ada beberapa hal yang masih harus aku pelajari. Tapi  Papa berjanji untuk mendampingiku selama proses pengalihan ini, jadi aku bisa sedikit lebih tenang." Rei memang sedang belajar untuk mengantikan posisi ayahnya yang sudah tua. Dan itu juga salah satu alasan kenapa kami harus kembali ke jakarta. Andai saja tidak, aku mungkin lebih memilih untuk tinggal di melbourne daripada disini. Aku lebih nyaman tinggal disana. Tidak seperti disini, semua tempat yang ku kunjungi hanya mengingatkanku padanya. Dan itu menyiksaku.

"Sejak tadi, aku perhatikan kau hanya memutar-mutar makananmu, Rain."

"Aku kenyang, Rei." Jawabku berbohong. Sebetulnya selama di jakarta aku memang kehilangan nafsu makanku. Bahkan aku kehilangan semangatku. Kota ini benar – benar membawa pengaruh buruk bagiku. Karena itu aku berusaha untuk mencari kesibukan agar bisa mengalihkan semua pikiranku tentang Dimas.

Beruntung aku tidak butuh waktu lama untuk menunggu surat balasan atas lamaranku. Sebuah perusahaan swasta menerimaku dan menginginkanku mulai bekerja secepatnya. Tentu saja aku menerima tawaran itu dengan senang hati, bagiku semakin cepat aku mulai bekerja semakin baik. Aku memang membutuhkan begitu banyak kesibukan agar tidak ada satu menitpun waktu tersisa untukku mengingat dia.

Ketika masih berada di melbourne dulu, aku selalu menyibukkan diriku dengan segudang kegiatan. Mulai dari menjadi asisten dosen, perkumpulan penulis, karya ilmiah, sampai kegiatan seni sekalipun aku sengaja mengikutinya. Alasannya hanya satu, aku ingin melupakannya.

Aku pikir selama ini usahaku berhasil, tapi ternyata tidak. Semua kenangan itu kembali mengangguku ketika aku kembali ke flat. Seperti sedang memutar sebuah video lama dan membawa memoriku untuk kembali mengingatnya. Senyumku merekah ketika mengingat kenangan sore itu saat kami berada diparkiran sebuah mall.

Waktu itu, aku dengan beraninya meloncat ke atas pangkuannya dan membuat dia terkaget-kaget karena ulahku.

"Apa yang kau lakukan, Rain?" tanyanya dengan ekspresi wajah terkejut.

"Menurutmu.." bisikku nakal sambil melepas kancing bajunya satu persatu.

"Kau ingin memperkosaku..." aku mencubitnya.

"Kata-katamu tidak enak di dengar.." protesku sambil terus membuka kancing bajunya yang hampir selesai kubuka semua. Kuletakkan tanganku di dadanya lalu menyusurinya.

I CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang