BAB 27

227 16 0
                                    


Aku berdiri mematung di depan cermin melihat diriku sendiri dalam balutan gaun panjang berwarna silver yang begitu anggun. Bagian lengannya hanya diberikan sebuah tali kecil dengan dada berbentuk sabrina. Sebetulnya yang sedikit membuatku meringis adalah bagian punggungnya yang terbuka lebar. Dengan model seperti itu, rasanya tidak mungkin aku mengunakan bra untuk menyangga payudaraku. Fiuh...selera Dimas benar-benar ekstrim. Tapi aku juga tidak menyangkal bahwa pilihannya membuatku terlihat lebih anggun. Sebetulnya kemana dia akan mengajakku sampai-sampai harus mengunakan gaun ini?

Tadi pagi setelah memutuskan untuk tetap diam di apartement tiba-tiba aku menerima sebuah paket dan seikat mawar putih plus dengan kartu kecil di dalamnya. Ketika aku melihat nama pengirimnya, bibirku langsung melengkung membentuk sebuah senyum tipis. Sejak kapan Dimas jadi sok romantis seperti ini.

Setelah meletakkan mawar putih di atas vas bunga dan membawa kotak itu ke dalam kamar, aku memutuskan untuk menghubungi Dimas.

"Kau sudah terima paket dariku?" tanyanya.

"Sudah. Terima kasih." ucapku.," tapi sebaiknya kau mengatakan padaku kenapa kau memberiku hadiah ini? Sepertinya hari ulang tahunku sudah lewat." Tambahku.

"Kau keberatan?" jawab Dimas dengan sebuah pertanyaan yang hanya membuatku mendengus geram.

"Dimas, aku yang bertanya duluan." Omelku. Dia tertawa pelan.

"Iya, iya. Anggap saja itu untuk permintaan maafku padamu." Jawabnya.

Sebelah alisku terangkat mendengar jawabannya,"apa kau tidak salah? Sudah seminggu yang lalu aku memberimu maaf, kenapa baru sekarang kau mengirimku hadiah."

Lagi-lagi dia tertawa. "hanya mencari waktu yang tepat," jawabnya santai.

Aku mencibir sendiri,"waktu yang tepat untuk apa?" tanyaku nyinyir.

"Untuk memberimu hadiah. Kau pikir untuk apa?"

"Sejak kapan kau menjawab pertanyaan dengan sebuah pertanyaan lagi?" sindirku.

"Sejak kau kembali menjadi Raina yang bawel." Aku tersenyum kecut.

"Tapi aku menyukai Raina yang bawel itu, bukan Raina yang dingin dan irit bicara. Membuatku seperti bicara dengan sebuah patung berwujud manusia." Sahutnya lagi.

Dan aku menyukai Dimas yang sekarang, yang senang mengodaku dan membuatku tersenyum-senyum sendiri sambil berguling diatas kasur.

"Gombal!!" gumamku.

"Memang."

"DIMAASSS!!" dia tertawa ngakak.

"Sudah, tutup teleponmu. Aku harus meeting." Ucapnya.

Alisku mengerut,"kenapa harus aku? kenapa bukan kau yang menutupnya?" lagi-lagi aku bersikap nyinyir.

"Karena kau yang meneleponku, Raina."

Keningku berkerut tidak terima alasannya, " alasanmu basi."

Dia tertawa pelan," kau benar-benar bawel." Umpatnya. Aku terkikik geli.

"Kalau kau tidak memutus teleponmu, akupun tidak akan memutusnya." Tambahnya.

"Kenapa?"

"Hmmm...ada yang sedang mengodaku rupanya." Dimas berdesis.

"Kau mau tau jawabannya?" jawabnya dan lagi-lagi dengan sebuah pertanyaan. Hm...Dimas sepertinya memiliki kebiasaan baru dalam menjawab pertanyaan.

"Apa?" sahutku dengan manja.


"Karena aku lebih memilih mendengar suaramu daripada meeting dengan orang-orang tua yang sedang duduk di meja rapat, sambil memandangku dengan geram. Kalau kau tidak juga mematikan teleponmu, aku pastikan mereka akan mencabut saham mereka dari perusahaanku dan aku akan jatuh bangkrut. Dan itu karena ulahmu." Aku tertawa ngakak mendengarnya. Siapa suruh dia gak bilang kalau lagi meeting.

I CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang