BAB 5

203 16 3
                                    

Aku berdiri mematung di depan cermin, mengamati penampilanku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Sebuah jeans hitam yang dipadu dengan kaos ketat berwarna krem menjadi pilihanku siang ini. Diam-diam aku bersyukur karena mewarisi postur tubuh Mama yang tinggi semampai dan ramping. Ku ikat rambutku yang panjang dan hitam menjadi buntut kuda. Ini lebih simpel. Lagi-lagi aku bersyukur karena memiliki rambut lurus yang gampang diatur. Kusapukan sedikit bedak diwajahku dan lipstik berwarna bibir. Lumayan, aku terlihat lebih segar dan....cantik.

Ketika aku mendengar suara bel rumah , dengan cepat aku meloncat dan menyambar semua barang-barang yang aku butuhkan. Tas, jaket, handphone, dan....kotak make up. Itu diluar kebiasaan. Aku berlari menuju tangga. Di pintu depan kulihat Bibi sudah bersiap membukakan pintu tapi dengan cepat aku berteriak melarangnya, "Saya, aja, Biii!" Bibi melompat kaget sambil mengelus dadanya mendengar suaraku. Bibirnya komat kamit mengatakan sesuatu. Aku terkikik melihatnya. 

Kubuka pintu rumah sambil menarik nafas panjang. Dia tidak boleh tau kalau aku sudah menunggu kedatangannya. Pikirku dalam hati. Ketika pintu terbuka, aku melihat Dimas sudah berdiri di sana dengan celana kulot dan kemeja putih lengan panjang yang digulung sampai siku. Aku berdecak kagum melihat penampilannya. Dia terlihat mempesona. Rapi dan wangi.

"Hai..." sapanya. Sebaris gigi putihnya terlihat ketika dia tersenyum. Tumben. Perasaan tadi di telpon habis berantem, eh sekarang malah senyum ala pepsodent.

"Ha-hai..." sahutku mendadak gugup.

"Sudah siap?" tanyanya.

"Udah."

"Jalan sekarang?"

"Gak. Besok!" sahutku asal sambil berjalan melewatinya. Dia menggelengkan kepalanya melihat sikapku. Lagian pake nanya. Ya iyalah sekarang...masa besok. Aku berjalan di depannya menuju mobil. Di depan halaman, aku melihat sebuah mobil BMW sport berwarna putih parkir disana. Langkahku terhenti dan melihat kearahnya. Perasaan kemarin mobilnya bukan ini.

"Ini mobilmu?" tanyaku ragu. 

"Bukan. Mobil orang." Jawabnya asal sembari berjalan meninggalkanku. Rese. Dia sedang membalasku. Aku hanya diam sambil melihat dia berjalan memasuki mobil itu. Katanya mobil orang, kenapa dia masuk?

"Ayo, masuk. Jangan bengong aja. Digigit anjing lho!!" Teriaknya dari balik pintu mobil. Dia berdiri disela pintu dan tertawa puas ketika melihat raut wajahku berubah panik mendengar nama anjing dan langsung lari masuk ke dalam mobil. Awas dia.

Aku takut anjing. Mendengar namanya saja bisa membuatku merinding. Dulu waktu kecil, aku pernah hampir digigit anjing. Beruntung ada orang yang membantuku, kalau tidak gak tau deh bagaimana nasibku waktu itu. Itu sebabnya sampai saat ini aku selalu takut dengan binatang yang satu itu. Tapi, bagaimana Dimas tau?? Pasti ini ulah Mama lagi. Aku mendengus geram...sampai kapan sih Mama mau membocorkan semua rahasiaku pada Dimas.

Ketika sudah berada di dalam mobil, aku langsung memberikan tatapan mata menyelidik padanya. Dia mengerutkan keningnya melihat sikap anehku.

"Apa lagi?" keluhnya.

"Darimana kau tau aku takut anjing?" semprotku. Dia menyeringai.

"Rahasia." Jawabnya santai.

"Kalau gak mau bilang. Aku turun nih dari mobilmu sekarang."

"Silakan saja. Memangnya kau tidak takut digigit anjing sebelah. Tadi waktu aku baru datang, tetanggamu itu sedang melepas anjingnya. Artinya sekarang tuh anjing lagi jalan-jalan siang." Sahutnya menakutiku. Grrr...rese!! Berani-beraninya dia nakutin aku. Bisa aja sih aku nekat, tapi kalau digigit beneran gimana?? Otakku berputar dan memutuskan untuk mengurungkan niatku keluar dari mobil. Dimas yang melihat itu, tersenyum puas. Kau menang sekarang. Liat nanti.

I CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang