BAB 16

193 13 2
                                    


Jantungku berdebar kencang melihat sosok Dimas berdiri dihadapanku, dengan raut wajahnya yang keras. Matanya terus menatapku tanpa berkedip seperti elang yang ingin memakan mangsanya. Tanpa sadar aku menarik nafas panjang dan mengigit bibirku . Dia...dia ada disini. Dan itu artinya laki-laki yang kulihat tadi, memang dia. Apa yang dia lakukan disini? sejak kapan dia ada disini? apakah dia melihat semuanya?

Berpakaian terbuka, duduk sendirian, minum alkohol, membiarkan laki-laki memelukmu...

Kata-katanya meyakinkanku bahwa dia melihat semua, dan dari nada bicaranya, sepertinya dia marah, tapi marah kenapa??

"A-apa yang kau lakukan disini?"tanyaku gugup.

"Siapa laki-laki itu?" suaranya dingin dan ..... menakutkan.

"Bukan urusanmu."

"Siapa laki-laki itu?" tanyanya lagi.

"Bukan urusanmu!!" jawabku. Dia masih menatapku tajam dan aku balas menatapnya.

"Kita harus bicara." Bisiknya.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan."

Kubuang mukaku dan berusaha menghindari matanya.

Dia mendengus, "aku tidak butuh persetujuanmu." Tiba-tiba Dimas menarik lenganku.

"Lepaskan tanganmu, bung!"

Aku terkejut melihat Rei dan Dea sudah berada di depan kami. Jantungku yang dari tadi sudah berdebar kencang, sekarang semakin kencang.

Mereka dua orang laki-laki tampan berbadan besar, berdiri dihadapanku, sambil saling memperlihatkan taringnya masing-masing. Oh...Tuhan, apa ini? kenapa aku seperti sedang melihat sebuah kompetisi yang tidak jelas untuk apa? Jangan bilang semua itu karena aku?? Raina....Raina, how stupid you are. Of course is about you. Rei jelas-jelas menyukaimu, semalaman ini dia telah menjadi bodyguard-mu, melindungimu dari semua orang. Lalu, apa yang membuatmu tidak menyadari itu semua?? Dan Dimas, ekspresi wajahnya sama kacaunya denganmu, seperti yang Mamamu katakan. Lalu apakah tidak mungkin jika dia merindukanmu sama seperti kau merindukannya??!

Dea yang sejak tadi berdiri dibelakang Rei, melihat kearahku sambil mengatakan sesuatu lewat matanya, "ayo,Rain. Bawa Dia dari sini. Jangan bengong aja. Cepat pergi"

"It's ok, Rei. Dia temanku." Kataku sambil berusaha tersenyum padanya.

Rei memiringkan kepalanya sambil melihatku,"Are you sure?", aku mengangguk cepat kemudian mengalihkan pandanganku pada Dimas dan berbisik,"ayo. Katamu kau ingin bicara."

"Lepaskan jaket itu. Kau tidak membutuhkannya." Gumamnya sinis sebelum akhirnya menarikku keluar dari klub.Tanpa berkata apa-apa, ku buka jaket dan mengembalikannya pada Rei.

"Thank's, Rei. Bersenang-senanglah kalian." Bisikku. Sesungguhnya aku merasa tidak enak pada Rei, semalaman ini begitu baik padaku. Apalagi aku sempat melihat ekspresi kecewa diwajahnya ketika Dimas membawaku pergi. Maafin gw, Rei.

"Lepaskan aku!!!" bentakku ketika kami sudah berada diluar klub. Kutepis tangan Dimas dengan kasar sambil mengosok lenganku yang sedikit perih. Sejak dari dalam klub tadi, dia tidak sengaja memegang lenganku kencang. Mungkin sebagai refleks dari kemarahannya kepada Rei. Ah...dasar aneh. Entah apa yang membuat dia menjadi begitu menyeramkan seperti tadi.

"Sakit tau!!" gerutuku kesal.

"Maaf." Dia berusaha menyentuhku, tapi aku menolaknya. Dia menghela nafas menerima penolakanku.

I CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang