BAB 26

257 17 3
                                    


Abaikan lagu jadul diatas...hehehe.... kalau gak nyambung anggap nyambung aja ya, cos yang nulis suka banget sama nih lagu...

next part...kita bikin kisah romantis aja ya...n stop galau...cape...


Aku terdiam di dalam mobil sambil menimbang-nimbang apa yang aku lakukan saat ini. Untuk apa aku menerima ajakannya? Bukankah aku seharusnya menjauh dari dia dan bukan membiarkannya menarikku kembali ke dalam kubangan hitam yang kelam itu lagi. Aku menarik nafas panjang menyadari kebodohanku sendiri.

"Ayo, turun." Ajaknya yang sekarang sudah berada diluar mobilku sambil mengetok kaca mobil. Aku turun dengan muka cemberut.

"Jangan lama-lama!" bentakku. Dia tersenyum miring.

"Iya."

Dimas berjalan mendahuluiku dan aku mengikutinya dari belakang. Dia melirikku tapi aku mengabaikannya. Menjaga jarak adalah hal terbaik yang harus aku lakukan sekarang.

"Kau seperti sedang menguntitku, Raina." Celetuknya ketika berada di depan lift. Aku tidak menyaut dan hanya meliriknya sekilas. Dia memiringkan bibirnya dan mengangkat bahunya melihat reaksiku.

Tanpa menunggu lama, liftpun datang. Dan dia mengajakku untuk masuk. Sebetulnya mau kemana sih nih orang, awas aja kalau ngajak ketempat mesum. Lift berhenti di lantai 10. Ternyata dia mengajakku ke sebuah restoran elit dan tidak semua orang bisa masuk ke dalamnya kecuali member.

Seorang petugas yang berada di depan pintu masuk, menahanku dan menanyakan kartu anggota padaku. Oke...ini maksudnya kenapa dia menegurku tadi dibawah.

"Dia bersama saya." Katanya pada petugas itu. Petugas itu langsung meminta maaf padaku dan bersikap sangat baik. Dasar, kalian para penjilat.

Suasana disini tidak terlalu ramai, tapi terkesan kaku dan menyeramkan. Aku tidak suka disini, terlalu banyak sandiwara.

"Kenapa kesini?" tanyaku ketus ketika kami sudah duduk.

"Makan." Jawabnya santai sambil melihat menu yang ada dihadapannya.

"Tapi kenapa kesini?" tanyaku lagi.

"Aku suka disini. Suasananya tenang. Kau mau makan apa, Raina?"

"Aku gak makan!"

Dimas mengalihkan pandangannya padaku, dan aku balas menatapnya. Dan sial, niat hati melawan tapi malah aku terjebak dalam mata coklatnya yang sedang lurus menatapku. Dengan terpaksa, ku alihkan pandanganku ke sisi lain. Bisa bahaya kalau dia tau ada sesuatu dibalik mataku.

"Kau tidak lapar?" aku menggeleng.

"Yakin? Ini jam makan siang."

"Tidak."

"Makanan kecil?"

Aku melotot,"aku tidak lapar, Tuan Dimas!" desisku kesal.

Dia menutup menunya dan memajukan badannya, dengan kedua tangannya berada diatas meja,"aku membawamu kesini untuk makan, Raina. Bukan perang." bisiknya di depan wajahku.

Aku tersenyum sinis,"aku tidak pernah minta kau mengajakku kesini,Tuan Dimas. Kau yang mengajakku dan aku menghargaimu sebagai TEMAN." Balasku.

Dia menarik badannya dan tersenyum kecil sembari mengangkat kedua alisnya.

"Terserah kau." Jawabnya mengalah.

Dia pikir dia siapa? Dan lihat, dia bersikap seolah-olah kami teman lama yang sudah tidak lama bertemu dan baik-baik saja. Padahal kami jauh dari baik-baik saja. Apakah dia lupa, enam bulan yang lalu, bibirnya yang merah itu sudah menjelajah di seluruh tubuhku? dan setelah itu dengan enaknya dia memberikanku kepada Rei dengan alasan aku pasti bahagia dengan Rei? Dan sekarang, dia duduk dihadapanku seperti tidak ada apa-apa??? Apakah dia pikir aku sudah melupakan semuanya? Ataukah mungkin, dia yang sudah melupakan semuanya??

I CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang