BAB 15

299 20 0
                                    

Beberapa menit kemudian kami sampai di salah satu club di kawasan scbd jakarta. Sekilas aku melihat klub ini hanyalah seperti bangunan tua, tapi menurut cerita Dea, ini adalah salah satu klub yang lagi happening di jakarta. Dan pengunjung yang datang bukan sembarang. Rata-rata mereka para pekerja yang berada di sekitar sini, dan itu artinya bukan orang biasa. Di lihat dari mobil-mobil yang ada diparkiran semakin memperkuat cerita Dea, kalau pengunjung klub ini berasal dari kalangan para pengusaha.

"Ayo. Turun!" seru Dea. Suaranya membuatku terkejut.

"Kaget tau!" sungutku. Dea tertawa nakal.

"Sorry, dech. Habis loe ngelamun terus sih. Udah, jangan dipikirin, Rain. Loe kesini buat seneng-seneng, bukan buat ngelamun."

Aku menghela nafas. Dea memang benar, aku kesini buat senang-senang. Tapi masalahnya apa aku bisa merasa senang kalau pikiran dan hatiku tidak disini??

Kami turun dari mobil dan masuk ke dalam klub. Kutarik tangan Dea ketika dia mulai menjauh dariku.

"Pelan kek jalannya." Protesku.

"Lama, sih. Gw gak sabar nih." Kucubit lengannya. Dia berteriak kencang dan membuat beberapa mata melihat kearah kami.

"Sekali lagi loe nyubit gw, gw tinggalin loe berduaan sama Rei." Ancamnya. Dan itu membuat nyaliku ciut.

"Iya, deh. Maaf. Tapi jangan ninggal,dong. Loekan tau gw gak pernah ke tempat beginian. Gw takut nih." bisikku sambil memegang lengan Dea kencang. Dea bukannya kasihan, malah tertawa ngakak.

"Umur tua, kelakuan kayak ABG." Gumamnya. Aku merengut padanya. 

Kamipun masuk ke dalam klub. Suasana klub remang-remang dengan aroma asap rokok dan alkohol yang sangat menyengat. Belum lagi dentuman musik yang kencang membuat jantungku seperti mau copot. Sesaat aku seperti menyesali keputusanku untuk bergabung dengan mereka malam ini. Baru sebentar saja berada disini, kepalaku seperti mau pecah.

Kami mengikuti Rei yang berjalan menuju sebuah sofa putih berbentuk panjang yang terletak ditengah ruangan  sambil mencari beberapa teman lainnya. Klub ini memiliki interior yang menarik dan serba berwarna putih dan terdiri dari beberapa tempat, tapi aku tidak terlalu tau detailnya. Disana sudah ada beberapa teman yang menunggu kami. Ketika mereka mengulurkan tangannya padaku, aku menangkap ada tatapan mata aneh ketika melihat kehadiranku disini. Ah...peduli amat. Toh aku datang kesini karena Dea yang memintaku dan bukan mereka.

Beberapa menit berlalu, semua orang saling bersenda gurau dan bicara. Hanya aku yang lebih memilih duduk menyendiri di ujung meja sambil memperhatikan setiap orang yang hilir mudik di depanku. Dea tidak salah tentang klub ini yang katanya dikunjungi oleh pengusaha muda ganteng dan tajir. Tapi menyedihkan,  tidak ada satupun dari mereka yang duduk sendiri tanpa merangkul seorang wanita. Semuanya pasti sedang memangku seorang wanita, bahkan bukan seorang tapi beberapa orang atau malah sedang beradegan mesra. Kurang kerjaan, kayak gak ada tempat lain aja. Tapi tiba-tiba mataku terpaku pada seorang laki-laki yang duduk di bar sambil menikmati segelas minuman dan...... sendirian. Dari belakang, aku seperti merasa mengenal laki-laki itu. Dadaku langsung berdesir kencang. Dia seperti Dimas. Tapi untuk apa Dimas disini? Tidak..tidak. Dimas tidak menyukai keramaian, apalagi datang ke klub. Dengan cepat aku mengalihkan pikiranku, dan membuang pandanganku ke sisi lain.

"Hei! Kok ngelamun?" Suara Rei mengejutkanku. Aku tersenyum kecil. Dia duduk disampingku, menyandarkan punggungnya di sofa dan mengangkat satu kakinya bertumpu di kaki yang lain.

"Hei. Gak pa-pa." Jawabku singkat.

"Bingung?"

Aku mengangguk sambil tersenyum pahit.

I CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang