BAB 24

234 17 4
                                    


Aku terbangun karena  sinar matahari yang  mengenai wajahku. Aku meringis pelan,   ketika rasa sakit menyerang kepalaku. Apa yang terjadi? Terakhir yang aku ingat adalah malam itu aku sedikit mengamuk, ralat..sangat mengamuk ketika mendengar pengakuan Dimas. Sampai – sampai menghancurkan semua barang yang ada disamping tempat tidur, tapi sekarang semua terlihat sudah rapi dan bersih. Tidak ada sisa-sisa keributan tadi malam.

Ketika aku mengintip tubuhku dibalik selimut, aku mengeryitkan kening. Seingatku, tadi malam aku hanya memakai kemeja putih panjang tanpa mengunakan apapun dibawahnya. Tapi sekarang, aku sudah berpakaian lengkap. Kaos dan celana legging. Siapa yang melakukannya? Dimas?

Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarku. Mataku membesar karena terkejut ketika melihat bukan Dimas yang masuk ke kamarku tapi REI. Oh Tuhan...apakah dia mengetahui apa yang aku lakukan dengan Dimas tadi malam? Apakah dia mengetahui semua kejadian tadi malam?dan apakah dia yang menganti bajuku?

"Hai, Rain. Gimana? Udah baikan?" Rei berjalan kearahku dengan sebuah senyum dibibirnya. Wajahnya biasa saja, sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia mengetahui perselingkuhanku dengan Dimas tadi malam. Sungguh, kata-kata itu menyakitkan.

"Ba-baik. Aku baik-baik saja." jawabku gugup. Rei mengambil tempat disampingku.

"Ini, aku bawakan sarapan untukmu. Kau pasti belum sarapankan?" lagi-lagi aku tidak menemukan apapun diwajahnya, dan itu membuat ku ragu untuk bertanya padanya apa yang membuatnya datang ke apartementku pagi-pagi begini.

"Kau heran kenapa aku disini?" tanyanya sambil tersenyum. Aku mengangguk ragu.

"Aku hanya mampir, karena berulang kali aku mengetuk pintumu tapi tidak ada yang menyaut, jadi aku mengunakan kunci duplikat yang pernah kau berikan padaku, Ingat?Aku takut sesuatu terjadi padamu. Ternyata benar, kau masih tidur dengan pulasnya dibalik selimut tebalmu ini." Godanya sambil menarik selimutku. Aku tersenyum lega mendengarnya. Berarti Dia tidak melihatku dalam keadaan berantakan. Tapi tiba-tiba darahku kembali berdesir ketika memikirkan siapa yang telah menganti bajuku.

"Hei. Malah ngelamun. Ayo, makan." Seru Rei sambil menyentuh pundakku. Aku tersenyum kikuk.

"Kau sudah makan?"

"Sudah. Dirumah. Makanlah."

Aku mengambil piring berisi setumpuk roti bakar yang ia berikan. Sesungguhnya aku tidak terlalu nafsu untuk sarapan pagi ini. Kejadian tadi malam masih membuat kepalaku pusing dan dadaku selalu sesak ketika mengingatnya. Tapi, aku tidak ingin membuat Rei curiga. Akhirnya dengan susah payah aku menelan roti yang ia berikan.

Rei hanya diam disampingku sambil mengamatiku. Aku merasa ada yang aneh dari cara dia memandangku. Tidak seperti biasanya. Kuhentikan aktifitas makanku dan beralih padanya.

"Ada apa, Rei?" tanyaku.

"Kenapa memandangku seperti itu?" tambahku ketika melihat Rei hanya diam. Dia tersenyum kecil sambil membelai rambutku.

"Tidak ada apa-apa. Ayo, habiskan makananmu." Jawabnya. Tidak...tidak...pasti ada sesuatu yang dia pikirkan.

"Jangan bohong. Katakan ada apa? Kau tidak seperti biasanya." Desakku. Lagi-lagi Rei hanya tersenyum.

"Tidak ada apa-apa, Rain. Aku hanya sedang memperhatikanmu, memangnya tidak boleh?" dia berdalih. Kusingkirkan piring dari pangkuanku dan meletakannya diatas meja. Kusentuh tangannya.

"Aku mungkin belum bisa jatuh cinta padamu, Reinathan wicaksono. Tapi, empat tahun cukup bagiku untuk mengenalmu. Dan jangan bilang aku tidak memperhatikanmu juga. Ayo, katakan..ada apa?" ucapku pelan. Aku memang tidak bisa mencintai Rei tapi aku menyayanginya seperti saudaraku sendiri, dan aku selalu berusaha untuk tidak menyakiti hatinya, walaupun terkadang usahaku tidak terlalu berhasil. Dan aku menyesali itu.

I CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang