Malam ini Dhavi hanya baring dikamarnya, mengingat kejadian tadi siang ketika ia sedang beristirahat sehabis main basket.
"Mungkin ngga kalau dia suka sama gue?" Gumamnya.
Dilla adalah satu-satunya wanita yang menyambutnya sewaktu kecil dulu, sampai mereka terpisah, dan bertemu disekolah lagi. Dilla adalah satu-satunya wanita yang Dhavi cintai sejak kecil, wanita yang sangat ia tunggu kehadirannya.
Sayangnya, entah kenapa ia menjadi sangat senang menggoda Dilla, bahkan pada awal pertemuan mereka waktu itu.
Dhavi mengambil hpnya, lalu mengetikkan pesan.
Dhavi ganteng: dill.
Sent.
Dhavi memandang hpnya lama, 5 menit, Dilla belum juga membalas pesannya, bahkan read saja tidak.
"Ngapain lo?" Tanya mommynya. Lalu masuk dan duduk ditepi kasur Dhavi.
"Ngga ngapa-ngapain."
"Tumben lu kaga pecicilan, atau jadi ulet bulu."
"My," panggilnya.
"Apa, tong?" Tanya Mommynya sambil berjalan kearah meja belajar Dhavi.
Disana, terdapat foto box Dhavi dan Dilla remaja.
"Cewek, kalau suka sama cowok gimana, sih?"
Mommnya memegang foto Dhavi dan Dilla, lalu menunjukannya pada Dhavi, "yang ini?"
Dhavi mengangguk.
"Lo kenapa ngga bilang aja sama dia? Dari kecil kan, Dhav?"
Dhavi terkejut, mommynya bahkan mengetahui itu, "mommy tau dari mana?"
"Ngeraguin gue?"
Dhavi mendengus, "sifat Dhavi ternyata datangnya dari mommy."
Anna berdiri, mendekati putranya, "terkadang, bersifat seolah kita bahagia itu perlu. Karena tidak semua orang bisa ngerti kita, kan?"
"Kok? Ngga nyambung elah, my!"
"Lah? Nyambung aja, bege! Makanya otak dibenerin! Jangan Dilla mulu isinya!" Seru mommynya kemudian keluar dari kamar Dhavi.
Mommnya mungkin adalah mommy yang sangat Dhavi syukuri, bagaimana tidak? Dhavi bahkan bisa cerita apapun pada mommynya. Dhavi merasa mommynya bukanlah hanya sekedar mommy, tetapi juga, teman, kakak, sahabat.
Dhavi membuka hpnya, ternyata Dilla sudah membalas pesannya 10 menit yang lalu.
Sayang: ya?
Dhavi ganteng: gue bingung.
Sayang: bingung kenapa?
Dhavi ganteng: perasaan gue ke elo.10 menit. Dhavi menatap layar hpnya, tak kunjung juga Dilla membalas pesannya. Apa mungkin Dilla marah? Dhavi mengacak rambutnya kesal.
"Kenapa gue sayang sama sahabat gue sendiri?!!!" Pekiknya.
Cklek.
"Sayang sama sahabat sendiri itu ngga salah, apalagi kalau kedua belah pihak sama-sama sayang," ucap Dhovi lalu baring dikasur Dhavi.
"Dia ngga sayang gue," jawab Dhavi lesu.
"Tau dari mana?"
"Gue tadi line dia gini 'gue bingung perasaan gue ke elo' tapi ngga dijawab."
Dhovi menjitak kepala Dhavi, "bodoh," ucap Dhovi kesal, "mana mau dia jawab. Lagian, dia mau jawab apa? Emangnya lo nyatain cinta?"
Dhavi mengelus kepalanya, lalu balas menjitak Dhovi, "sakit!" Ucapnya kesal, "tapi lo bener, kayaknya, gue emang harus cepat bertindak."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Favorite Prince
Teen FictionDhavi Drew Zega, kapten Team basket, pintar, dan berparas tampan, mempunyai teka-teki tentang sahabat di masalalunya, dan tentang perasaannya. Di pertemukan di koridor sekolah, dengan ketidak sengajaan di pertemukan lagi di kelas, dan duduk sebangku...