35 {sama-sama sakit}

10.2K 789 19
                                    

          "Jadi, mereka bertiga dimana sekarang?"

"Kantor polisi."

Dilla baru saja sadar, setelah seharian ia tertidur. Awalnya ia mencari Dhavi, dan ketika mengetahui kekasihnya itu terbaring di ICU, ia hanya diam. Ia hendak sekali mendatangi Dhavi, tapi ia juga sadar kondisinya sekarang sedang lemah.

Dan ia teringat oleh tiga orang yang membuatnya dan Dhavi seperti ini, ia sebenarnya tak menyangka bahwa, Cyntia, Dimas dan Abay lah dibalik semuanya. Dibalik teror-teror yang ia dapatkan, tapi ia juga berfikir, apa sebenarnya dendam Abay dan Dimas pada Dhavi dan abangnya?

"Lo makan dulu, kalau lo makin kurus, gue sama Dhovi yang bakal diamukin Dhavi, nanti," ucap Nad menyiapkan bubur untuk Dilla.

Dilla terkekeh, "kalau dia masih berani amukin lo sama Dhovi, gue sunat nanti."

"Lah, kalau disunat nanti gabisa gollin lo, dong," ucap Dhovi tiba-tiba.

Dilla melotot, "kata-kata lo ambigu, anjir."

"Gue keruangan Dhavi dulu," Dhovi bangkit dari sofa, "minggu depan Ujian Nasional, minggu ini lo harus kejar tiga mata pelajaran Ulangan Sekolah yang ketinggalan."

Dilla hanya mengangguk. Ia juga berdoa kalau kekasihnya yang terbaring di ICU bisa segera sadarkan diri, dan menjalankan UN bersama.

Tak lama, Feros, Ady, dan semua teman-temannya datang. Mereka semua heboh ketika melihat luka ditangan Dilla, terutama Reza.

"Napa nih tangan jadi begini?!" Seru Reza memegang tangan Dilla sebelah kanan, lalu ia melirik tangan Dilla sebelah kiri, "ini juga?! Kenapa?!"

Dilla hanya terkekeh, "bawel lo, ih. Nggapapa itu."

"Nad," Feros menoleh pada Nad yang menatapnya dengan tatapan bertanya, "jelasin, kenapa ini tangan ade gue bisa gini?!"

Dilla menoyor kepala Reza, "ade palelu! Mau digorok Drian, ya?"

Reza nyengir, "lo kan udah kayak ade gue, sedih gue liat tangan lo yang mulus jadi gini," ucapnya cemberut.

"Alay," cibir Dilla lalu tertawa, "udah jenguk Dhavi?"

Mereka semua mengangguk, "kata dokter, luka di badan Dhavi memang parah, tapi kalau untuk sadar, Dhavi secepatnya pasti sadar," jelas Reza.

Dilla mengangguk, "doain ya."

"Permisi," dokter dan perawat masuk keruangan Dilla sambil tersenyum, "gimana tangannya?"

"Masih sakit, tapi nggapapa."

"Ada keluhan lain nggak? Takutnya selain ditangan, ada luka lagi dibadan kamu," ucap dokternya sambil memeriksa

Dilla menggeleng, "nggak kok," ucapnya tersenyum, "Dhavi gimana dok?"

"Keadaan dia membaik dari yang kemarin, tapi mungkin besok baru bisa dipindah keruang inap. Kalau kamu mau melihatnya, besok saja ya. Mengingat luka ditangan kamu, dan juga badan kamu belum cukup fit."

"Iya dok, makasih."

Dokternya mengangguk, "saya kembali dulu ya, cepat sembuh."

"Dokternya ganteng, anjir," ucap Wina pelan ketika dokternya sudah keluar.

"Ganteng aja lo cepet," cibir Reza.

"Apasih, dia memang ganteng tau. Ga kayak lo, buluk."

Reza melotot, "gue gini-gini, masuk the most wanted sekolah! Jangan salah, lo!"

"I don't care!"

"Ish, kalian jangan ribut. Kasian Dilla," tegur Dina.

Reza dan Wina hanya nyengir, sedangkan Dilla terkekeh pelan, "nggapapa elah, gue dr kemarin kesepian," ucapnya.

The Favorite Prince Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang