Lia termenung sendirian di kursi taman rumahnya. Kira2 bagaimana hasil diskusi Josh dengan Jerry? Apakah Josh berhasil meyakinkan Jerry dengan argumennya?
Tok tok. Tiba2 ketukan di pintu pagar kayu Lia mengagetkannya. Lia buru2 mendekati pagar. Betapa terkejutnya Lia, bahwa tamu itu adalah Jerry.
"Jerry?" seru Lia kaget.
Jerry tersenyum tipis, "Hai Lia... Boleh aku bertamu?"
"Ehm, tentu saja..." jawab Lia, masih kebingungan. Ia membuka pintu pagar dan mengijinkan Jerry masuk.
Jerry memandangi taman belakang rumah Lia. Mendadak kenangan2 indah di antara mereka terngiang kembali di kepalanya.
"Duduk yuk," ajak Lia. Lia masih bingung, tetapi ia sadar bahwa ia harus bisa mengendalikan perasaannya. Jerry pun duduk di kursi taman. Ia menyilangkan kaki dan pandangannya menerawang.
"Ada apa Jer? Tumben?" tanya Lia.
"Ehm... Aku mau cerita sama kamu," ujar Jerry, "aku baru saja pulang dari klub atheis..."
"Ooh... "
"Aku bertanya kepada mereka soal argumen2 yang diberikan oleh Josh padaku... Tapi mereka tidak bisa menjawabnya. Mereka malah... Mengusirku," ujar Jerry sedih.
"Ooh... " Lagi2 Lia hanya mampu mengatakan hal itu.
Mereka berdua terdiam. Tiba2 terdengar suara langkah mendekati mereka.
"Lho, Jerry kan?" ujar suara itu. Ternyata dia adalah Pendeta Thomas.
"Ehm, iya om.. Maaf mengganggu..." jawab Jerry salah tingkah.
Lia tersenyum kecut, memberi tanda pada papanya bahwa ia tidak dapat menanggapi apa yang baru diceritakan Jerry.
"Hm, Jerry, bagaimana kalau kita bertiga berbicara di ruangan Om?"
Di ruangan Pendeta Thomas...
"Ceritakan pada Om, sebenarnya apa yang sedang Jerry rasakan?" pinta Pendeta Thomas.
Jerry agak segan, tetapi cukup nyaman dengan sikap bersahabat dari Thomas.
"Ehm.. Saya tidak tahu apakah om sudah mendengar dari Lia bahwa
.. Saya... Ehm... Saya tidak lagi percaya pada Tuhan.""Ya, saya sudah dengar."
"Dan sekarang saya bingung dengan jalan hidup saya. Ada seorang anak baru di kampus bernama Josh yang memberi saya pandangan baru... Bahwa sebenarnya Kekristenan tidak bertentangan dengan ilmu. Tapi entahlah... Saya masih agak ragu... "
"Apa yang menjadi keraguanmu?" tanya Thomas.
"Saya ragu jika pilihan saya salah..."
Thomas menarik napas panjang dan terdiam sebentar.
"Oke. Katakanlah kamu seorang atheis. Kamu tidak percaya adanya Tuhan. Tetapi jika ternyata setelah kamu mati, ternyata kamu bertemu dengan-Nya. Oh, ternyata Tuhan ada! Apa yang menjadi resiko dari pilihanmu sebagai atheis?" tanya Thomas.
"Entahlah... Neraka, mungkin?"
"Tentu saja. Karena jika Tuhan ada, berarti hukuman kekal dan kehidupan kekal juga benar2 ada," jawab Thomas, "jadi dalam hal ini, pilihanmu sebagai seorang ateis beresiko sangat besar, yaitu hukuman kekal di neraka jika Tuhan ternyata memang ada."
"Sekarang, posisinya dibalik. Bagaimana jika kamu memilih menjadi seorang Kristen dan percaya akan keberadaan Tuhan. Jika kamu mati dan oh, ternyata Tuhan tidak ada. Apa yang akan menjadi resiko pilihanmu itu?"
"Hmm... Karena Tuhan ternyata tidak ada, maka pilihanku tidak akan beresiko apa2 dan juga tidak akan menghasilkan apa2," jawab Jerry.
"Nah, itu betul. Jadi seandainya kamu mempercayai Tuhan itu ada dan ternyata Ia tidak ada, maka kamu tidak akan menghadapi resiko apapun," ujar Thomas, "jadi di antara dua pilihan tersebut, menjadi ateis atau orang Kristen, mana yang resikonya lebih besar?"
"Menjadi ateis, tentu saja. Karena resikonya adalah hukuman kekal di neraka," timpal Lia.
Thomas mengangguk, "Ini sering dinamakan Taruhan Pascal, Pascal Wager. Artinya, kepercayaan pada Tuhan akan memberi taruhan atau resiko yang sangat minim terhadap keselamatan jiwamu dibandingkan dengan menjadi seorang atheis."
"Wow. Aku baru kali ini mendengarnya," bisik Jerry kagum.
"Tetapi jauh daripada itu... " Pendeta Thomas perlahan bangkit dan menepuk punggung Jerry, "Tuhan mengasihimu, Jer... Tuhan mengasihimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Seorang Atheis
SpiritualJerry, pacar Lia, mendadak memutuskan untuk menjadi seorang atheist. Lia berusaha mati2an membuat Jerry kembali "ke jalan yang benar."