Si peniup seruling itu kembali mendengus tiba-tiba ia loncat bangun dan berjalan menghampiri Lan Giok Tong.
Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu sambul mencekal seruling kumala dalam waktu singkat ia sudah berada kurang lebih empat lima langkah dihadapan Lan Giok Tong.
Sementara itu angin berhembus lewat membuyarkan awan hitam diangkasa, kerlipan bintang sayup-sayup muncul lagi di awang-awang.
Tampak orang berseruling itu saling berpandangan lama sekali dengan Lan giok Tong kurang lebih seperminum teh kemudian ia baru menggerakkan serulingnya membuat sebuah guratan diatas tanah katanya, "Mulai sekarang aku telah memutuskan segala ikatan serta hubungan persaudaraan dengan dirimu, dikemudian hari bilamana kau berani menguntit diriku lagi, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji terhadap dirimu."
Habis berkata mendadak ia putar badan dan berkelebat pergi, sekejap mata bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik kegelapan.
Menjumpai peristiwa aneh itu dalam hati Siauw Ling merasa tercengang, pikirnya, "Bukankah mereka berdua adalah sesama saudara misan? mengapa satu sama lain takkan saling mengalah....?"
Menanti bayangan orang tadi sudah lenyap dari pandangan. Lan Giok Tong menghela napas panjang dan perlahan-lahan jalan menghampiri diri Siauw Ling.
Pemuda itu sadar akan kecepatan gerak pedangnya, maka sambil perhatikan gerak gerik orang itu diam-diam ia salurkan hawa murninya membuat persiapan, pikirnya, "Setelah dibikin mendongkol oleh Piauw ko nya, jangan-jangan ia hendak salurkan rasa mangkel itu terhadap diriku?"
Sementara ia masih berpikir, Lan Giok Tong telah berada dihadapan mukanya.
"Siapa kau?" tegur Lan Giok Tong sambil menuding kearah si anak muda itu. "Mau apa ditengah malam buta datang kemari?"
"Kurang ajar amat pertanyaan ini" batin Siauw Ling. "Dianggap tempat ini miliknya."
"Hmm, kau boleh datang kemari kenapa aku tak boleh datang pula kesini?"
Walaupun dalam hati pikirnya demikian, tapi tidak sampai diutarakan keluar.
Tidak mendengar jawaban dari pihak lawan, Lan Giok Tong jadi mendongkol bercampur gusar, sambil tertawa dingin suaranya kembali, "Kalau kau tak mau bicara sejenak kini tiada kesempatan lagi bagimu untuk bicara."
"Hmm, belum tentu!"
Lan Giok Tong segera meraba gagang pedangnya, sedang sepasang matanya dengan tajam mengawasi wajah lawan.
Jarak antara kedua belah pihak saat ini hanya terpaut dua tiga langkah, masing-masing mempunyai ketajaman mata yang luar biasa dan bisa terlihat amat jelas sekali.
Ketenangan serta ketajaman mata Siauw Ling lama kelamaan menimbulkan firasat dalam hati Lan Giok Tong. Ia sadar bahwa orang itu adalah seorang musuh tangguh, maka untuk sesaat ia malahan tak berani bertindak dengan gegabah.
Setelah saling berhadapan beberapa saat lamanya, mendadak Lan Giok Tong mengendorkan cekalannya pada gagang pedang lalu bertanya, "Apakah kau ada pesuruh dari nona Gak?"
"Enci Siauw Che lebih tua beberapa tahun dariku" batin Siauw Ling dalam hati. "Rasanya jadi pesuruh cicipun tak mengapa!"
Karena itu dia lantas mengangguk sebagai jawaban.
Kecongkakan serta kejumawaan Lan Giok Tong kontan lenyap tak berbekas, ia menghela napas sedih lalu sakunya merogoh keluar secarik sampul surat berwarna putih bersih, sambil diangsurkan ketangan Siauw Ling katanya, "Tolong kau sampaikan surat ini kepada nona Gak Siauw Cha, katakanlah sepanjang aku orang she Lan masih hidup dikolong langit, hatiku tak akan berubah. Aku hanya ingin sekali agar ia sudi memberi sedikit peluang kepadaku sehingga aku dapat berjumpa muka dengan dirinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Istana Terlarang - Wo Lung Shen
Fiksi UmumLanjutan "Bayangan Berdarah" Dalam cerita "Bayangan Berdarah" dikisahkan bahwa Siauw Ling telah turun ke bawah tebing untuk mencari jamur batu berusia seratus tahun. Pada saat itulah tiba-tiba musuh yang amat tangguh telah menyerang datang sehingga...