21

3.5K 49 0
                                        

Pek li Peng kerahkan tenaga dalamnya kedalam telapak kanan, si kakek tua itu segera merasakan separuh badannya jadi linu dan kaku, sekalipun ia ada maksud melancarkan serangan balasan yang telak, sayang ada kemauan tiada tenaga.

Siauw Ling yang selalu memikirkan janji pertemuan Gak Siauw Cha dengan Giok Siauw Lang Koen didasar tebing Toan Hoan Gay yang dalam sekejap mata segera akan sampai, dirasakannya waktu ketika itu berharga bagaikan emas, segera ujarnya, "Peng jie, paksa dia untuk serahkan obat penawarnya!"

"Aku lihat si loocianpwee ini tak akan mengucurkan air mata sebelum melihat peti mati" kata Pek li Peng sambil tertawa, tangan kirinya segera merogoh kesaku kiri dan sambil keluar sebutir pil, tambahnya, "Toako, coba kau telan dulu pil obat ini!"

"Obat apakah itu?"

"Obat penawar dari jarum, Peng pok Ciam sekalipun obatnya tidak benar pada tempatnya, aku rasa meski kau telanpun tiada ruginya. Toako, cepatlah kau telan lebih dulu."

Siauw Ling tidak banyak bertanya lagi, ia segera membuka mulutnya dan menelan pil tersebut.

"Toako, duduklah pusatkan pikiran dan atur pernapasan, biar aku yang paksa dia untuk menyerahkan obat pemusnahnya!" kembali Pek li Peng berseru.

Siauw Ling menurut dan segera jatuhkan diri bersila untuk mengatur pernapasan.

Dari dalam sakunya kembali Pek li Peng ambil keluar sebatang jarum Peng pok Ciam kemudian ditusuknya lengan sikakek tua berjenggot putih itu dua kali, katanya, "Dalam sakumu tersedia jarum beracun tentu tersedia pula obat pemusnahya, sekalipun kau tak suka menyerahkan secara suka rela, aku bisa saja menggeledah sakumu."

"Kalau loohu serahkan obat pemusnah itu?" tanya sikakek berambut putih tadi.

"Kita saling bertukar obat penawar, kalau obatmu itu manjur dan luka racun yang diderita toakoku benar-benar sembuh, akupun akan menghadiahkan obat penawar bagimu dan melepaskan kau pergi."

"Hmmm! jangan dikata loohu sulit untuk mempercayai perkataan nona sekalipun seorang bocah berusia tiga tahunpun tak akan percaya terhadap perkataanmu itu."

"Kenapa?"

"Andaikata loohu berhasil melepaskan diri dari bahaya, dengan cepat tanda rahasia akan kulepaskan, apakah kalian berdua bisa tinggalkan selat ini dalam keadaan selamat."

"Aku sudah berjanji bahwa kau pasti kulepaskan, janjiku ini tak nanti kuingkari, tentu saja asal kau serahkan obat penawar itu kepadaku."

"Aku tetap tidak percaya, sebab perkataan dari kaum wanita paling tak boleh didengar!"

Pek li Peng tertawa hambar.

"Baiklah kalau kau tidak percaya kepadaku, biarlah toakoku yang bertindak sebagai saksi, dia adalah seorang toa enghiong, toa Hauw kiat lelaki yang betul-betul jantan dan sejati, tentu ucapannya bisa dipercayai bukan....?"

"Siapakah dia?"

"Dialah Siauw Ling, Siauw thayhiap yang dikagumi serta dihormati oleh setiap umat Bulim."

Sikakek berambut putih itu tersenyum berpikir sejenak, kemudian baru sahutnya, "Ehmmm....! rasanya sehari-hari belakangan ini seringkali aku dengar orang mengungkap-ungkap akan nama ini."

"Nama besar toakoku sudah termaskus diempat penjuru dunia, siapapun yang ada dikolong langit mengetahui siapakah dia, kenapa kau situa bangka yang sudah mendekati liang kubur mengucapkan kata-kata yang begitu tak enak didengar?" teriak Pek li Peng gusar.

"Peng jie!" sela Siauw Ling tiba-tiba. "Biarkanlah ia ambil keluar obat penawar tersebut, tak usah bersilat lidah lagi dengan dirinya!"

Dalam pada itu sikakek tua berambut putih tadi perlahan-lahan menggeserkan tangan kirinya untuk mengambil keluar sebuah botol porselen kecil, ujarnya, "Obat pemusnah tersebut berada disini!"

Rahasia Istana Terlarang - Wo Lung ShenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang