"Mungkin saja untuk menghindari pengawasan serta perhatian orang lain...."
"Tadi aku saksikan diantara kelopak matanya terdapat bekas air mata, mungkin saja ia sedang berdoa sesuatu didepan malaikat suci."
"Setelah budak itu munculkan diri ditempat ini, mungkin saja sinaga sakti berlengan delapan Toa Bok Ceng juga berada disini, mari kita cari orang she itu untuk diajak berbicara."
"Pada masa yang lalu kami pernah menaruh salah sangka terhadap diri toako, kami anggap kau telah membaktikan diri terhadap perkampungan Pek Hoa San cung tapi sekarang hubungan toako dengan Shen Bok Hong telah diketahui oleh setiap umat manusia yang ada dikolong langit. Budak tersebut menaruh sifat kurang hormat terhadap diri toako, sudah tentu kita harus menegur diri Toan Bok Ceng yang kurang keras mendidik anak muridnya."
"Sudahlah, toh orang lain tiada hubungan apapun kenapa mereka harus menghormati kita?"
Tu Kioe masih mencoba membantah tapi Sang Pat segera mengedipkan matanya untuk mencegah ia berbicara lebih jauh.
Rupanya sitoojien penjaga kuil itu sudah terbiasa melihat orang sekeok ataupun berkelahi, ia sangat menjaga diri sendiri dan sedikitpun tidak melirik atau memperhatikan ketiga orang itu.
"Apakah malam ini kita akan tinggal diatas puncak In Wan Hong ini....?" tanya Sang Pat kemudian.
Sebelum Siauw Ling menjawab, mendadak terdengar suara jawaban yang dingin dan ketus berkumandang datang, "Lebih baik kalian tetap tinggal disini saja!"
Ucapan yang muncul secara tiba-tiba ini sangat mengejutkan hati semua orang, baik Siauw Ling maupun Tiong chiu Siang Ku segera berdiri tertegun dibuatnya.
"Siapa?" Tu Kioe segera menghardik.
"Aku!" seorang pemuda kurus pendek berbaju hijau perlahan-lahan munculkan diri didalam ruangan kuil.
Dengan tajam Sang Pat memperhatikan sekejap wajah orang itu, ia merasa walaupun wajahnya amat ganteng tapi kekurangan sifat kelaki-lakiannya, maka diapun segera menegur, "Kami bersaudara sedang bercakap-cakap toh tiada sangkut pautnya dengan dirimu, mengapa saudara ikut menimbrung?"
Pemuda berbaju hijau itu tidak memperdulikan teguran dari Sang Pat, dengan sorot mata yang jernih ditatapnya wajah Siauw Ling beberapa saat, kemudian serunya, "Apa sebabnya kau datang kepuncak In Wan Hong ini?"
Nadanya sangat akrab dan seolah-olah pembicaraan terhadap sahabat lama, bahkan terpancar jelas betapa besarnya perhatian orang itu terhadap diri Siauw Ling.
Jago kita segera memperhatikan beberapa kejap kearah sastrawan berbaju hijau itu, tetapi walau dipandang secara bagaimanapun ia tidak dapat mengingat-ingat siapakah gerangan dirinya, maka iapun lantas bertanya, "Siapakah kau?"
"Sungguhkah kau tidak kenal dengan diriku lagi?" air muka pemuda tersebut mendadak berubah jadi amat sedih.
"Tampaknya sih agak kenal, tapi aku tak ingat kita pernah saling berjumpa dimana."
"Itulah sebabnya kau pelupa, kenapa aku mengenali dirimu?"
"Entah siapakah orang ini" pikir Siauw Ling dengan hati keheranan...."Kenapa ia paksa diriku untuk mengakui bahwa aku kenal dengan dirinya?" sebelum ingatan itu lenyap dari pandangannya, tampaklah pemuda berbaju hijau itu tiba-tiba melepaskan kain hijau pembungkus kepalanya sehingga terlihatlah rambutnya yang halus dan panjang.
"Aaaah, adalah kau nona Pek Li!" mendadak Siauw Ling berseru tertahan.
"Ooooh.... sungguh payah aku mencarimu" bisik gadis itu sambil mendekap wajahnya.
Sang Pat serta Tu Kioe yang menyaksikan kejadian itu diam-diam saling bertular pandangan kemudian berlalu dari ruangan kuil.
Toojien penjaga kuil yang berada disamping mereka, mendadak memukul gembrang dan bersenandung lirih, "Kalau ada jodoh ribuan li pun akhirnya berjumpa, kalau tak ada jodoh bertemu mukapun tak kenal, siapa yang tulus berdoa pasti akan terkabul keinginannya...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Istana Terlarang - Wo Lung Shen
General FictionLanjutan "Bayangan Berdarah" Dalam cerita "Bayangan Berdarah" dikisahkan bahwa Siauw Ling telah turun ke bawah tebing untuk mencari jamur batu berusia seratus tahun. Pada saat itulah tiba-tiba musuh yang amat tangguh telah menyerang datang sehingga...