#5 Recall Bad Memory

1.7K 118 0
                                    

"Perkenalkan Marcelius Hernandez adalah model kita hari ini dan Ryarey—"

"Ryarey saja," potongnya segera.

"—Baiklah. Dan Ryarey adalah fotografer hari ini. Aku harap kalian bisa bekerja sama, khususnya kau Marcelius. Aku sudah lelah mencarikanmu fotogragfer namun tak ada yang cocok denganmu. Dia adalah orang ke-20 yang sudah aku carikan untukmu. So, aku mohon bekerjasamalah dengan baik." Marcelius hanya mengaruk-garuk kepalanya yang tak gatal mendengar ocehan Mr.Josh padanya.

Semua masih sama. Tingkah arogannya masih sama. Diam-diam Ryarey lekat-lekat memandangi lelaki yang ada dihadapannya mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki termasuk bagian terlarangnya. Semuanya masih tetap sama seperti dulu.

"Kita mulai saja pemotretannya," Ryarey langsung angkat bicara sebelum rasa cangguh mulai membuatnya minder secara perlahan. Mr. Josh mengangguk menyetujuinya secara langsung. "Marcelius segera siap-siap." Tak ada balasan, dia langsung meninggalkan tempat untuk berganti pakaian.

Mr. Josh menarik nafas dalam-dalam melihat tingkah model naungannya seperti itu. Tak ada sopan santun sedikitpun. "Aku harap kau bisa bekerja sama dengannya," Mr.Josh menempuk pundak Ryarey seolah memberikan dia semangat atas tingkah menyebalkan Marcelius. Ryarey hanya mengangguk sembari memfokuskan lensa kameranya kembali.

Beberapa menit, mata Ryarey menangkap sosok Marcelius yang sudah kembali dengan berganti pakaian. Kini dia menggunakan kemeja putih dengan beberapa kancing yang terbuka sehingga badan sixpack-nya terlihat. "Masih sama seperti dulu," ucapan itu selalu digumamkan Ryarey saat bertemu kembali dengannya.

"Long time no see, right?" Suara dingin Marcelius menghentakkan Ryarey untuk kembali pada kenyataan. Lelaki itu menyadari keberadaannya, dia masih mengingat dirinya. Rasa benci itu timbul kembali, tapi disela-sela rasa benci itu tertadapat rasa rindu yang memuncak akan meluap jika tidak dipuaskan segera.

Lampu flash mewarnai sesi pemotretan, Marcelius beberapa kali memposisikan dirinya dengan berbagai pose yang biasa hingga sensual sekalipun, lelaki itu sengaja menguji Ryarey apakah dia masih menginginkan dirinya seperti dulu, memohon-mohon seperti dulu untuk memuaskan masing-masing hasrat dalam semalam.

*

"Cukup segini." Mr. Josh berteriak mengakhiri sesi pemotretan siang hari ini. Sungguh melelahkan. Lelah secara batin maupun jiwa. Mr.Josh kembali menghampiri Ryarey dan kembali menjabat tangannya, "Bagaimana kalau kita makan malam bersama sepulang kerja nanti?"

"Saya—"

"Dengan senang hati, Ryarey akan menerima undangan anda nanti malam." Ryarey terkejut setengah mati ketika suara bass milik Nikodemus terdengar ditelinganya.

Oh shit. Bajingan ini lagi, kurang ajar sekali dia. Mr Josh tersenyum dengan lebarnya, "Baiklah. Tempat dan waktunya akan saya kabari secepatnya. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih." Lelaki itu masih tak henti-hentinya menjabat tangan Nikodemus maupun Ryarey.

Sepeninggalannya Mr. Josh tentu saja dengan Marcelius, tangan kekar Nikodemus langsung menarik lengan Ryarey dan menariknya menuju keruangannya tanpa memberikan waktu lelaki itu berkemas-kemas.

"Kenapa kau langsung menyetujui permintaan Mr.Josh dengan seenak jidatmu?" Ryarey langsung menyemprotnya tanpa mempedulikan statusnya sebagai bawahan Nikodemus lagi. Dirinya paling benci jika ada seseorang yang berani memasuki daerah kekuasaan dirinya tanpa mengikuti aturan mainnya seperti Nikodemus.

Lelaki itu tidak menjawab, justru berjalan mendekati Ryarey, kemudian menjabak kembali rambutnya. "Harus kubilang berapa kali? Kau berada diarea kekuasaanku dan secara otomatis kau harus mengikuti semua aturan main yang sudah aku rancang matang-matang. Ingat bossmu ini paling dibenci yang namanya penolakan."

"What the f—Argg, sakit." Ryarey merintih kesakitan, semakin gila tindakan Nikodemus terhadap Ryarey.

"Siapa yang menyuruhmu memakiku? Sekarang duduk." Ucapan dengan ucapan Nikodemus dipatuhinya dengan rasa takut yang menyelimuti hatinya. Sekarang Ryarey sudah duduk manis dikursi kerja dan kedua tangan sudah terborgol kebelakang. "Apa yang akan kau lakukan, bajingan?"

Mulut Ryarey sudah semakin tak bisa terkontrol dengan kegilaan perlakukan Nikodemus terhadapanya. "Akan kuajari menjadi karyawan yang baik dan patuh." Kemudian diambilnya sebuah botol kecil dari lacinya dan dituangkan isi botol tersebut.

Melihat isi dalam botol itu, Ryarey bingung sesaat. Pil? Untuk apa pil tersebut? Nikodemus memasukkan pil tersebut dalam mulutnya, kemudian kembali kearah Ryarey dan menciumnya dengan kasar dengan tujuan memindahkan pil yang sudah berbalut air liurnya kedalam mulut Ryarey agar mudah tertelan.

Sepersekian detik, Nikodemus menyudahi acara ciuman dengan Ryarey dan meninggalkan lelaki itu dengan keadaan terikat serta beberapa kancing terbuka. "A-apa yang kau berikan padaku, bajingan." Hanya cengiran licik yang terpampang diwajah Nikodemus saat ini.

"Mungkin aku perlu mendiamkanmu?" Wajah Ryarey memucat sesaat. Sehelai dasi sudah membungkam manis dimulutnya, membuatnya hanya bisa mengeluarkan suara tak jelas. "Be a good boy, okay?" Nikodemus meninggalkan dan tak lupa lelaki itu mengunci pintu kantornya.

*


Siang hari yang terik, terlihat segerombol anak-anak tengah bermain petak umpet. Kali ini Rey yang menghitung sedangkan yang lain bersembunyi

"Kau yakin akan melakukannya sekarang?"

"Dia masih dibawah umur."

"Dan itu menjijikan."

Semua menentang ide gila yang dilontarkan Niko untuk sekedar memuaskan hastratnya. Ya, saat itu lawan bermain Rey berkisar lima belas tahun sedangkan dirinya hanya bocah berusia sepuluh tahun yang sebentar lagi keperjakaannya akan dilenyapkan.

"Siap atau tidak aku datang." Itulah sinyal yang diberikan Rey saat dirinya sudah usai menghitung satu hingga sepuluh dan semuanya bersembunyi terutama Niko. Bocah itu bersembunyi didalam gudang tua yang sengaja dipersiapkan untuk melakukan rencana gilanya.

Suara gelak tawa dari luar gudang semakin mendekat. Senyum Niko semakin megembang, pertanda kawan-kawannya setuju dengan ide gilanya. "Dia ada didalam."

"Niko siap atau tidak aku datang." Suara riangnya membuat Niko semakin berjaga-jaga dibalik pintu akses masuk gudang itu.

Suara decitan pintu mulai terdengar dan rusa pun masuk kedalam perangkap sang singa. Mata Rey menjelajahi seluruh seluk beluk gudang itu, mencari sosok Niko, namun tak lama tangan kekar berbalut saputangan membekap mulutnya yang dilumuri obat tidur dan dirinya tak sadarkan diri. "Selamat tidur, malaikat kecilku."

Decitan pintu kembali terdengar, tak disangka apa yang diucapkan Niko berhasil membuat teman-temannya termasuk sahabat dekatnya, Marcel. "Kemarilah dan kita akan bermain." Mereka dengan perlahan melucuti seluruh pakaian Rey, tubuhnya begitu indah, kulitnya putih tanpa gores sedikitpun, dan bagian terlarangnya masih tidur dengan nyenyak.

"Apa yang akan kau lakukan, Niko? Ini sudah terlalu jauh." Marcel pun angkat bicara. Sedangkan berbagai sex toys sudah bersarang pada diri Rey. Marcel menghentikan pergerakan tangannya dan membalikkan tubuhnya kearah Marcel.

Senyum tipisnya kembali tergurat pada wajah tampannya. "Aku hanya ingin mencoba permainan baru."

"Hey Niko, dia bangun." Serentak kedua lelaki itu menghentikan berbincangannya dan bersama-sama mengarah kearah Rey. Bagian terlarangnya sudah mulai perlahan berdiri diikuti desahan Rey.

Perlahan mata Rey menatatap satu persatu orang yang ada disekelilingnya. Menghafalkan semua lekuk wajah pelakunya serta mengingatnya baik-baik. "K-Kali-Kalian aahh—jahat—ah—jahat. A—ahh—Aku benci sama kalian."

"Nikmati dan jangan menggerutu tak jelas," tanggap salah satu teman sepermainannya yang ikut andil dalam permainan gila Niko. Tubuhnya menggeliat, rasa nikmat berkali-kali menghujam tubuhnya serta benda terlarang miliknya. Permainan tersebut akhirnya berakhir, Niko dengan sengaja meninggalkan tubuh Rey yang masih berlumuran lendir disekujur tubuhnya.

***

Smile For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang