#21 Extra Part

1.4K 51 18
                                    

Meskipun sudah berulang kali ditepisnya, Ryarey masih penasaran dengan sosok Nikodemus yang akhirnya menerima Ace untuk menjadi kekasihnya. Lebih tepatnya bagaimana Nikodemus bisa menerimanya, yang jelas-jelas lelaki itu terobsesi terhadap dirinya. Semua itu berawal dari. . . . .

"Ada apa denganmu Ace? Kau sungguh gila? Kau sudah melanggar kontrak kita." Nikodemus dengan siagap mengusap bibirnya secara kasar.

Tanpa disadarinya air mata Ace sudah keluar terlebih dahulu dari pelupuk matanya, "Persetan dengan kontrak. Benda sialan itu hanya akan membuatku semakin sakit dan sakit." Nikodemus nampak terdiam sejenak, dia bingung, bingung dengan apa yang diucapkan oleh lawan bicaranya.

"Lebih baik kau tidur sejenak. Sweet dream." ucap Ace sebelum membekap indra penciuman milik Nikodemus. Dan semuanya menjadi gelap seketika. Setelah Nikodemus tertidur, dia segera melepaskan seluruh ikatan pada Marcelius dan dia langsung menolong Ryarey. "Kalian pergilah. Biarkan aku menyelesaikan urusanku dengan Nikodemus. Cepat." Ace memberitahukan seluruh seluk beluk jalan keluar dari rumah Nikodemus, rumahnya bagaikan istana sungguh luas dan banyak lorong yang menjebak siapapun yang hendak keluar dari rumah tersebut.

Sepeninggalannya mereka berdua, Ace langsung membaringkan tubuh Nikodemus diatas ranjang king size tersebut. Wajahnya begitu damai, seperti beban hidupnya melayang seketika. "Aku mencintaimu." ucapnya lirih, lalu ikut bergabung bersama dengan Nikodemus.

Sinar matahari perlahan mulai membangunkan Nikodemus dari tidur panjangnya. Lelaki itu sejenak merenggangkan seluruh tubuhnya kekiri dan kekanan. Ketika dia menengok kekanan terlihat lelaki lain yang sedang tidur bersamanya.

"Ace." ucapnya lirih.

Lelaki yang tadinya tertidur, saat ini perlahan membuka matanya perlahan dan menangkap sosok Nikodemus tengah memandanginya. "Kau menghancurkan semuanya. Semuanya. Tanpa tersisa sedikitpun." Ace yang baru saja bangun dari tidurnya, dengan sigap mendudukan dirinya dan menatatap Nikodemus dengan tatapan menentang semua yang dikatakannya.

"Kau senang. Kau puas?" teriak Nikodemus dihadapannya. Saat hendak pergi Ace justru menahan lengan Nikodemus, namun lelaki itu menepisnya. "Jangan pernah menyentuhku." Entah saat itu Ace memiliki pikiran apa, refleks dia kembali menarik tangannya dan kemudian mindihnya.

"Minggir kau." Berulang kali dia meronta namun hasilnya nihil. Ace selalu berhasil membuat Nikodemus tak berkutuk sama sekali.

"Apa yang kau inginkan?" Nikodemus sudah kehabisan kesabaran menghadapi lelaki ini. Ingin rasanya dirinya menghajar muka Ace saat ini, namun apa yang terjadi? Ace justru menciumnya, melumat bibirnya secara intens dan lama, membuat Nikodemus tidak bisa berkutik sama sekali. Ciuman itu semakin lama, semakin ganas, dan membuat dua insan itu semakin ketagihan dan ketagihan.

Namun adegan panas itu berhenti pada satu pihak, Ace menarik dirinya dan duduk disamping Nikodemus. "Aku hanya ingin kau melupakan Ryarey. Karena dia sudah menjadi milik orang lain dan—" Ace menggantung ucapannya.

"Tidak, aku akan tetap mendapatkannya." Nikodemus membantah, lalu bangkit dari tempat tidur.

"Nikodemus Grosvenor, aku menyukaimu. Tak peduli apa yang terjadi dimasa lalumu, aku akan selalu ada disisimu." Langkah kakinya berhenti. Dewa cinta sepertinya tengah mempermainkan antara perasaannya dengan kenangan buruk dimasa lalunya. "Apa kau sudah gila mencintaiku, mencintai seseorang yang memiliki kelainan psikologis sejak kecil? Semua orang takut padaku, semua orang membenciku. Mungkin hanya karena uang dan rasa kasihan, mereka mau mendekat padaku. Dan kau pasti satu diantara mereka yang menaruh belas kasihan padaku, bukan?" Gelak tawa Nikodemus pecah, memecahkan keheningan ini.

Suara pukulan—lebih tepatnya suara tamparan menghenti tawa Nikodemus. Ya, Ace menamparnya. Menampar begitu kerasnya, hanya untuk menyadarkan bahwa pikirnya tidak sedangkal dirinya, menyadarkan bahwa masih ada orang lain dengan tulus menyayanginya. "Pikiranmu sangat dangkal. Lebih dangkal dari sebuah sungai. Kalau kau tidak berkenan, baiklah. Aku akan pergi." Ace pergi meninggalkan Nikodemus tanpa mengucapkan sepatah katapun, hanya suara bantingan pintu yang terdengar.

*

Hari demi hari dilaluinya dengan tidak baik. Pikirannya melayang kemana-mana, semua perkataan Ace berulang-ulang terputas dibenaknya, dipikirannya, termasuk dihati kecilnya. Jujur saja, Nikodemus masih tidak sepenuhnya mempercayainya, mempercayai semua ucapannya dan mempercayai bahwa dia mulai merasakan kehilangan Ace. Pagi ini dia hanya duduk dikantor, memandang dokumen yang dihadapannya dengan tatapan kosong. Ada yang hilang, beberapa hari ini Ace tidak datang keruangannya, mengantarkan segelas kopi panas padanya seperti yang dilakukannya setiap hari. Tidak lagi.

Berulang kali Nikodemus melirik alorginya, jam makan siang sebentar lagi berlalu, lagi-lagi Ace tidak mendatangi ruangannya dengan sekotak makan siang yang pasti dibeli dari café langgangan Nikodemus. Sebelum pertengkaran ini terjadi, Ace selalu datang menghampirinya meskipun setengah jam sebelum jam istirahat Ace sudah duduk manis disofa ruang kerjanya dengan dua porsi kotak makan siang mereka. Kini tidak lagi.

Begitu pula jam pulang kerja, untuk sekarang Nikodemus harus pulang sendiri. Tidak bersama Ace yang selalu ikutserta pulang bersamanya karena jalan rumah mereka searah hanya rumah Ace beberapa blok sebelum rumahnya. Setiap usai kerja, dirinya selalu tertawa terbahak-bahak mendengarkan lelucon Ace, rasanya beban dipundaknya terangkat meskpun sesejanak. Sekarang tidak lagi. Bebannya tidak terangkat justru semakin berat.

Kini mobil yang dikendarainya sedang berhenti didepan pagar rumah Ace. Terlihat ruang tamunya begitu terang, mungkin sedang ada tamu. Nikodemus kembali mempertajam pengelihatannya, tanpa diduga seorang lelaki-lah yang tengah berbincang dengan Ace, saat ini lelaki itu seperti memaksa sekaligus hendak memperkosa Ace. Gengaman tangannya semakin mengeras, dia marah. Sangat marah. Tanpa berpikir panjang dia turun dari mobil dan menghampiri rumah tersebut.

Tanpa menegur sapa oleh pengurus rumah yang kebetulan sedang berada diluar, Nikodemus langsung menyerbu dan berlari kearah ruang tamu. Mendengar pintu dibuka, kedua orang tersebut terkejut sesaat terutama lelaki itu yang sesegera mungkin turun dari pangkuan Ace.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya setengah berteriak dan menatatap pada lelaki itu.

"Berhenti bersikap kekanakan, Niko." Ace tak mau kalah, diapun berteriak dan segera menyuruh lelaki itu masuk segera, membiarkan dirinya menyelesaikan kesalahpahaman ini. Nikodemus yang tanpa berbicara panjang lebar, langsung menarik tubuh Ace yang lebih kecil kedalam dekapannya dan menciumnya. Menciumnya dengan tulus, tanpa ada hasrat sex sama sekali.

Ciuman itu masih berlangsung, hingga Ace secara paksa menjauhkan dirinya pada Nikodemus. "Biarkan aku memelukmu lebih lama." ujar lirih Nikodemus dan Ace membiarkan memeluknya.

"Apa yang membawamu kemari?" Ace mencoba bersuara, meskipun lirih.

"Aku ingin meminta maaf atas tindakanku beberapa hari yang lalu. Aku ingin kau ada disisiku selamanya, dengan kata lain aku mencintamu. Aku tahu, pikiranku saat dangkal saat itu. Aku minta maaf, aku sudah menuduhmu. Aku menyesal. Sangat menyesal." Ace tak menjawab, melainkan langsung menciumnya dan melumatnya dengan penuh rasa cinta antara keduanya.

"Jadi kita sepasang kekasih?" tanya lirih Nikodemus untuk memastikan.

Hanya anggukan yang diberikan Ace sebagai jawabannya. "Lelaki tadi adalah adikku, dia baru pulang dari luar negeri dan kebiasaan kami selalu seperti itu sejak kecil." Nikodemus hanya mengangguk-angguk mengerti.

Hatinya dan bebannya kini sudah lebih ringan, satu masalah selesai, menyisakan masalah satu yang harus diselesaikan saat ini. Meminta maaf pada mereka. Mungkin Ace akan ikut berpikir bagaimana cara Nikodemus untuk menyampaikan permintaan maaf mereka pada pasangan itu. Mungkin dan semoga.

The End

[ RESMI TAMAT ]

Smile For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang