#9 Believe or Not

1.3K 74 0
                                    

Sinar matahari menyuak masuk melalui sela-sela tirai jendela apartemen Marcelius. memaksa Ryarey membuka matanya dan menatatap wajah damai lelaki disampingnya. "Good morning." Lelaki itu tersenyum, sesekali mengecup lembut bibir Ryarey.

Ryarey terdiam, refleks membuka selimut yang menyelimuti dirinya dan Marcelius. Mata Ryarey melotot, tubuhnya tanpa sehelai busana sekalipun. Lelaki itu langsung meloncat turun dari ranjang dengan menarik bantal yang digunakan tidurnya untuk menututupi juniornya. Sedangkan Marcelius hanya diam, melihat tingkah konyol Ryarey.

"Kau, Kau sudah kehilangan akal sehatmu."

Lelaki itu tertawa. "Bukan aku. Tapi kamu sendiri yang sudah kehilangan akal sehat. Ah, sayangnya aku tidak merekammu kemarin."

Ryarey langsung melarikan dirinya kekamar mandi, sembari memunguti pakaianannya yang bertebaran disamping ranjang itu. Dia berjalan kearah kamar mandi dengan memandangi sosok Marcelius, untuk sekedar berjaga-jaga jika lelaki itu menyerangnya secara tiba-tiba.

Sementara Ryarey mandi, Marcelius turun dan mempersiapkan sarapan pagi untuk mereka berdua sebelum berangkat kekantor. Mungkin hari ini dia akan dimarahi habis-habisan oleh Niko, batinnya sambil menggoreng telor. Sepuluh menit berlalu, Ryarey pun muncul, menuruni tangga dengan mengenakan sehelai handuk untuk menututupi bagian bawahnya.

"Sekarang lihat siapa yang membuat salah satu dari kita kehilangan akal?" ejeknya.

"Sebelum itu, lihat dirimu." Marcelius hanya terkekeh mendengarkan ucapannya, memang dirinya sendiri telanjang dada dan hanya menggunakan boxer. Lucu sekali jika dipikir-pikir, mengejek tanpa memperhatikan diri sendiri.

Acara sarapan pagi berlangsung tanpa ada debat diantara lelaki itu. Menyantap sarapan bersama Ryarey adalah salah satu keinginan Marcelius dan akhirnya lelaki itu mendapatkannya.

"Aku sudah menyiapkan satu pasang kemeja berserta celananya dan dasi. Bergantilah usai makan, aku akan mandi." Selesai menyantap sarapan, dia melengah pergi kekamar mandi sedangkan Ryarey terlebih dahulu mencuci piring dan alat makan yang dipakai oleh mereka berdua sebelum berganti pakaian. Dia tak bisa melihat adanya tumpukan piring kotor yang menetap ditempat cuci, membuat tangannya gatal untuk mencucinya.

Ryarey sudah berganti pakaian, sekarang lelaki itu sedang duduk menunggu Marcelius diruang tengah sembari memainkan ponselnya. Tak lama sosok yang dinantinya pun datang dengan berpakaian casualnya. "Kita berangkat." ujarnya, lalu kedua lelaki itu beranjak menuju ke mobil Marcelius yang terparkir dipakiran basement apartemennya.

Mereka berdua sekarang sudah menginjakan kaki kembali dikantor La View, perusahaan majalah dewasa ternama di Prancis. Marcelius yang pertama terlebih dahulu memasuki lobby perusahaan itu, diikuti oleh Ryarey dibelakangnya.

"Sir, mereka disini." ucap resepsionis melalui telepon ketika Marcelius bersama dengan Ryarey mendatangi meja tersebut.

"Kembalilah bekerja. Dan jika Josh berbuat onar padamu, katakan padaku." pesan lelaki itu, Ryarey hanya mengangguk lalu meninggalkan Marcelius yang masih menunggu di meja resepsionis.

Lelaki yang ditebaknya adalah Nikodemus tengah berjalan menuju kearahnya dengan santai, tatapan mata mereka berdua saling menyapa. "Kemana kau membawa 'mainan'ku pergi?" Marcelius paham kemana arah pembicaraannya menjurus.

"Aku hanya mengamankan apa yang sudah menjadi milikku. Dan tak orang yang boleh menyentuhnya termasuk dirimu." ucapnya dengan penuh penekanan setiap katanya. Tapi hal itu tidak membuat nyali Nikodemus turun sedikitpun.

"Baiklah, kita lihat siapa yang bisa mendapatkan hati Ryarey."

Marcelius tertegun sesaat, dia melakukan kesalahan kembali. Kesalahan itu terulang kembali, menjadikan Ryarey sebagai taruhan dan tapi kali ini, dirinya yakin bisa melindungi Ryarey.

*

"Brengsek, Marcel. Berani sekali dia hendak mengambil 'mainan'ku. Dia tak tahu dengan siapa berhadapan. Akan kubuat Ryarey hanya tunduk padaku." Nikodemus mengambil collar, lalu beranjak keluar ruangan dan mencari sosok Ryarey.

Terlihat disudut studio, Ryarey tengah berbicara dengan Marcelius. Nikodemus yang hendak menghampirinya berhenti sejenak, melihat lelaki itu berbicara santai tanpa beban sedikitpun berbeda ketika Ryarey berbicara dengannya, penuh dengan ketakutan yang luarbiasa.

"Ryarey ikut aku." ucapnya dingin sambil menarik lengan Ryarey, tanpa ada perlawanan lelaki itu hanya mengikuti Nikodemus terlebih dahulu berjalan didepannya. Sampainya dibilik toilet, Nikodemus mendorong tubuh mungil Ryarey kedalam dan memaksanya memakai benda itu.

"Lucuti semua pakian kecuali boxermu." Lelaki itu hening sejenak dan tidak langsung melakukan perintah Nikodemus segera. What the fuck, orang ini sudah kehilangan akal sehatnya.

Satu menit. Dua menit hingga tiga menit, lelaki dihadapannya masih tidak melepaskan semua pakaiannya dan bergeming diam ditempat. "Lepaskan atau aku yang melepaskannya." Kali ini Ryarey perlahan melepaskan seluruh pakian dan menyisakan boxer yang menututupi juniornya.

"Good boy. Sekarang lanjutkan sesi pemotretannya." Dengan patuh, Ryarey keluar dari bilik toilet menuju kembali keruang yang digunakan pemotretan.

Ketika memasuki ruang pemotertan semua mata menuju dirinya. Dengan sigap, kedua lengannya memeluk erat tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan dikarenakan hawa suhu pendingin ruangan. Melihat kejadian itu, tangan Marcelius langsung mengepal kuat, amarahnya mulai memuncak. Brengsek, batinnya.

"Pakailah ini." bisiknya sembari melepaskan jaket tebalnya, kemudian mengenakan pada tubuh Ryarey. "Thanks" ucapnya lirih sambil menundukkan kepalanya.

"Aku ingin sesi kali ini menggunakan model Marcelius dan Ryarey. Tak ada bantahan." Ryarey bergidik ngeri, melihat seulas senyum tipis terpancar diwajah Nikodemus.

Kali ini Nikodemus-lah yang mengatur seluruh pose dari awal pemotretan hingga akhir pemotretan hari ini. Mulai dari pose normal hingga sensual sekaligus. Dari pose tertutup sampai pose terbuka sekalipun. Sesekali Marcelius memandang raut wajah ketakutan terpancar dari wajah lelaki itu. Ditariknya tangan Marcelius dari 'lubang' lelaki itu,

"Kita hentikan disini."

Mendengar kata-kata yang dilontarkan Marcelius, lelaki itu langsung berjalan sambil mengepalkan kedua tangannya. "Disini yang bisa menghentikan semua aktivitas hanya aku." jawabnya datar. Ryarey langsung bangun dari atas meja, meraih sehelai handuk yang sengaja disediakan untuk memberikan junior lelaki itu maupun tangan Marcelius dari cairan putih milik Ryarey.

"Aku yang meminta berhenti. Jangan salahkan Marcelius."

Nikodemus tercengang beberapa saat, lelaki itu diam sejenak. Sejak kapan Ryarey dekat dengan dia? Setahuku, dikantor dia sangat jarang berbincang selain denganku. "Baiklah. Kita hentikan disini dan untukmu ikut kekantorku." ucap Nikodemus sambil menarik collar yang bermelingkar manis dilehernya. 

***

Smile For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang