Seusai kejadian dihari itu, Ryarey sudah tidak diperbolehkan kembali tinggal diapartemen milik Marcelius melainkan tinggal diapartemen milik Nikodemus. Untuk saat ini dirinya seperti burung kecil nan tak berdaya yang terjebak didalam sangkar emas besar, kuat dan kokoh. Hari demi hari dirinya melakukan rutinitas seperti biasa, hanya saja ada satu yang membedakannya, dirinya dilarang keras untuk berbicara bahkan bertegur sapa dengan Marcelius kecuali saat sedang melakukan sesi foto. What the fuck bukan? Saat ini Nikodemus sudah seperti 'master and slave' terhadap Ryarey, semua rincian kegiatan Ryarey dirinya harus mengetahuinya terlebih dahulu atau Ryarey harus meminta ijin terlebih dahulu untuk melakukan sesuatu apalagi berkaitan dengan Marcelius.
Usaha untuk berbicara dengannya sudah berulang kali, Marcelius lakukan hingga saat ini. Diam tanpa kata, adalah respon yang diberikan Ryarey setiap berbicara padanya lalu meninggalkannya. "Shit. Fuck. Ada apa denganmu, Rey?" umpatny selagi tangan kanannya meninju tembok yang berada disampingnya.
"Bagaimana rasanya diabaikan? Pasti menyakitkan bukan?" cemooh Nikodemus diujung lorong. Lelaki itu menoleh kesumber suara, dia naik pitam seketika, tanpa basa-basi dia menerjang dan menghantam pipi kanan Nikodemus hingga mengeluarkan darah segar diujung bibirnya. Sembari mengcengkram kuat krah pakaian Nikodemus, mensejajarkan wajah Nikodemus dengannya, "Apa yang kau lakukan dengan dia, bajingan?" umpatnya lagi dan satu tinjuan kembali melayang kearah perut Nikodemus.
Lelaki itu berusaha sekuat mungkin menahan kedua tangannya yang sudah gatal ingin menangkis kemudian melayangkan serangan balasan. Hanya senyuman tipis yang terpampang diwajah Nikodemus saat ini, "Setiap pilihan pasti ada resiko, bukan?" Ucapan Nikodemus menghentikan pukulannya, "Apa yang kau tawarkan padanya?"
"Sebuah perjanjian." Senyumnya lagi.
"Persetan dengan perjanjian. Cabut kembali perjanjiannya." Nada suara Marcelius semakin meninggi dan hampir dikatagorikan berteriak. "Kumohon hentikan." Suara lirih milik Ryarey menghentikan semuanya, termasuk tangan Marcelius yang hendak menghajar kembali wajah lelaki didepannya. Dia langsung menghempaskan tubuh Nikodemus, kemudian berlari kearah Ryarey yang berada beberapa meter dibelakangnya.
"Jangan mendekat. Aku tak ingin berbicara denganmu." Marcelius terdiam, jantungnya seperti ditikam banyak pisau dari belakang. Perih dan menyakitkan. Tangan kanannya refleks bergerak untuk mengusap ujung kepala Ryarey, namun ditepisnya.
"Maafkan aku. Dan ini demi kebaikanmu juga," lanjutnya dengan lirih, namun telinga Marcelius menangkap semuanya dengan jelas. Sangat jelas dan menambah rasa sakit pada hatinya. Kedua bola matanya kini menatatap sosok lelaki yang dicintainya sedang memapah lelaki bajingan yang ingin dihabisinya sekarang juga. Lagi-lagi Nikodemus menoleh kearahnya, tersenyum tipis tanda skor unggul. 0-1 milik Nikodemus.
Pikirannya kini melayang-layang, ucapan Ryarey seperti piringan hitam yang kembali memutar reka adegan didalam benaknya, membuatnya semakin pilu. Disandarkan punggungnya pada tembok yang dingin, perlahan lelaki itu sudah tidak berdiri dengan tegak melainkan merosot secara perlahan dan akhirnya terduduk diatas lantai yang dingin. Ditatapnya langit-langit dengan tatapan kosong.
"Aku hanya mengamankan apa yang sudah menjadi milikku. Dan tak orang yang boleh menyentuhnya termasuk dirimu." Sebuah serpiah kenangan bersama Ryarey muncul kembali, setiap janji-janji semuanya kembali terlintas dibenaknya, membuat keyakinannya sedikit demi sedikit semakin kuat. Dia yakin dirinya bisa merebut kembali Ryarey dari bajingan itu.
*
"Good boy." Lelaki itu refleks menepis tangan Nikodemus yang hendak mengusap kepalanya. Lelaki itu tanpa tak suka dengan tindakan bossnya, masih ada bekas rasa sakit seusai melihat kejadian dilorong itu, pikirannya masih berkutat pada Marcelius. Apakah lelaki itu baik-baik saja? Apa dia akan menyerah begitu saja? Dia terus berharap bahwa lelaki yang dicintainya berusaha untuk memperjuangkannya dari tangan Nikodemus.
Cekalan pada dagunya membuat Ryarey terkejut, "Jangan katakan kau memikirkan dia?" teriaknya tepat didepan mukanya. Dia pun menepis kembali tangan Nikodemus dari wajahnya, "Ya. Aku memikirkannya, aku mencintanya."
"Baiklah. Kau sendiri yang mengibarkan bendera perang. Akan kuturuti apa keinginanmu. Let's see who will the first beg to stop it."
Bendera perang sudah dikibarkan masing-masing kubu dan Nikodemus tak henti-hentinya tersenyum tak sabar untuk memulai perang ini. Tersenyum merupakan tanda lelaki itu sudah mempersiapkan ribuaan bahkan ratusan ranjau yang akan disebarnya disekitar lelaki dihadapannya ini dari jangkauan Marcelius.
War is begin. Let's see who will be the winner.
***
a/n:
haii..hai.. saya kembali lagi. maaf kalau pendek banget chap ini, author lagi sibuk ujian *tapi kok bisa update cerita(?)* yah ini disempetin update aja :3
apa kabar semua? ndak terasa usah bulan april ya, udah bulan-bulan menjelang ujian
semangat buat yang mau unas / uprak :))
Votmen tetap dinantikan XDD
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile For Me
Любовные романы[TOLONG BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN] [YAOI ; MxM ; END] Dejavu. Itulah perasaan yang dirasakan oleh Ryarey Fournier lelaki keturunan Prancis Amerika dan seorang fotografer majalah, ketika bertemu kembali dengan Marcelius Hernandez yaitu cinta pertam...