Raut wajah Ryarey berubah drastis menjadi tegang ketika dirinya dan Nikodemus memasuki ruang kerja Nikodemus yang kedap suara, membuat dirinya menjadi merinding seketika. "Takut? Atau makin tertantang?" ujarnya ketika sudah memasuki ruangannya, menutupnya serta mengunci pintu itu.
"Saya minta maaf. Saya benar-benar menyesal."
Nikodemus hanya terkikik mendengarkan ucapan Ryarey, lelaki itu benar-benar ketakutan bukan main. Takut akan hukuman yang akan diberikan Nikodemus padanya. Ya, lelaki itu paling benci yang namanya penolakan terhadap perintahnya dan dia tak akan segan-segan menghukumnya secara kasar namun bercampur kenikmatan.
"Penyesalan selalu datang diakhir. Aku tak akan menghukummu sekarang, melainkan mengajakmu bernegosiasi." Senyum licik kembali dipancarkan Nikodemus, sedangkan Ryarey hanya diam. Diam namun berpikir, langkah apa yang harus diambilnya agar tidak memperkeruh situasi ini.
Lelaki itu bangkit dari tempat duduknya, beranjak menuju kearah Ryarey, lalu merangkulkan lengannya dileher Ryarey. Hal itu membuat dia merinding. "Bagaimana kalau mala mini kita dinner untuk memperlancar acara negosiasi kita." ucap lirih Nikodemus tepat ditelinganya.
Mulut Ryarey hendak menjawab, namun tertahan dengan jari telunjuk Nikodemus yang menempel manis dibibirnya. "Aku tak terima kata-kata penolakan." Mendengar itu, niatan Ryarey untuk menolak pun sirna seketika. Dia hanya mengangguk kecil, mengangguk dipenuhi rasa paksaan.
"Tuliskan alamat apartemenmu dan akan kujemput pukul tujuh."
Glek. Tangan Ryarey perlahan mengambil bolpen, lalu menuliskan alamat apartemennya dengan terpaksa dan menyerahkan kembali lembaran kertas itu pada lelaki dihadapannya saat ini.
"Jadilah anak baik dan tunggu aku diapartemenmu." Ryarey hanya mengangguk, kemudian undur diri keluar dari ruangan kerjanya.
*
Pukul tujuh tepat, bel kamar apartemen Ryarey berbunyi, menandakan Nikodemus sudah tiba didepan. Ryarey dengan gemetaran membuka knop pintu, "Sudah siap?" tanya lelaki itu sambil tersenyum. Manis, tapi senyum itu akan hilang ketika lelaki itu naik pitam.
Dia langsung menggandeng lengan Ryarey, menuntunnya menuju mobilnya yang diparkir diparkiran basement. "Kita akan makan malam."
Ryarey melongo. Melongo seperti orang bodoh, "Kau bercanda." Dirinya masih tidak mempercayainya. Pikirannya masih menganggap Nikodemus sedang mempermainkannya, bahkan membohonginya.
"Sungguh. Kau akan mempercayainya ketika kita tiba." Itulah kalimat terakhir yang diucapan Nikodemus, sebelum mereka berdua berangkat menunju restoran yang sudah dipersiapkan lelaki itu.
Setengah berlalu, tanpa terasa mobil yang ditumpangi mereka berdua sudah berada dilobby restorant yang begitu mewah. Elegan. Mempesona. Ryarey sampai tak henti-hentinya mengaguminya. Nikodemus menyerahkan kunci kontak mobil pada petugas valet restoran sehingga dirinya bisa langsung menyusul Ryarey yang terlebih dahulu masuk kedalam.
"Kau bocah nakal." bisik Nikodemus ketika berhasil mengimbangi langkahnya dengan langkah kaki Ryarey yang terbilang begitu cepat. Lelaki itu tersentak dengan hembusan nafas Nikodemus, membuatnya berdiam diri secara otomatis. "Kenapa diam, ayo kita makan malam."
Dengan lembut Nikodemus meraih tangannya, menggandengnya seolah tak ingin kembali kehilangan Ryarey. Bagi Nikodemus, Ryarey adalah 'mainan' berharganya, sangat sayang untuk dihilangkan.
"Atas nama Nikodemus Grossvenor."
"Mari saya antar, Tuan Grossvenor." Mereka berdua langsung mengikuti kemana arah pelayan itu pergi menunjukkan tempat dinner private yang sudah dipesannya.
"Kami akan mengantar makannya." kata pelayan itu sebelum pergi meninggalkan mereka berdua. Sepeninggalan pelayan itu, Ryarey seperti biasa. Lelaki itu kembali mengagumi dekorasi ruangan tersebut. ruangan itu sungguh luas, hanya teradapat meja bundar berserta dua kursi dengan tiga lilin ditengahnya sebagai penerangan. Ruangan ini memiliki jendela yang besar dan langsung menghadap pada germelapnya gedung-gedung lain dikota ini. Andai saja. Aku disini bersama Marcel, mungkin kita akan 'bermain' Khayalan lelaki itu sudah melebar kemana-mana, membuat dirinya tersenyum sendiri.
"Jangan abaikan aku, Ryarey. Itu tak baik."
Suara Nikodemus membuat lelaki itu menghancurkan lamunannya tiba-tiba dan menyuruh Ryarey segera duduk, karena hidangan sebentar lagi akan datang. "Apa kau ingin bermain denganku?"
Ryarey hanya diam. Dia tak berani menjawab, takut jika jawaban yang dilontarkan tidak berkenan padanya. Nikodemus masih menatatap dirinya, menuntut sebuah jawaban ataupun komentar meskipun singkat.
Pembicaran mereka berdua terhenti, ketika pelayan datang dengan membawa troli berisikan beberapa piring hidangan yang sudah Nikodemus pesan sebelumnya. Dengan rapi, pelayan itu meletakan satu persatu piring dihadapan kedua lelaki itu dan tak lupa dua botol wine merah.
"Apa hubunganmu dengan Marcelius? Sekedar patner atau lebih dari itu?" tanya Nikodemus dengan tegas sepeninggalannya pelayan itu.
"Patner kerja." balasnya singkat. Nikodemus hanya diam, kedua tangannya mulai ngambil garpu dan pisau, lalu dengan perlahan memotong steak dan memakannya. "Aku rasa kau lebih dari itu." lanjutnya lirih. Ryarey menunduk terdiam, lelaki itu sama sekali tidak menyentuh makannya.
Lelaki itu bangkit dari tempat kursinya, berjalan menuju kearah Ryarey. "Lebih baik kau jujur, daripada sesuatu buruk terjadi padamu." Wajah Ryarey dipenuhi rasa takut, keringatnya mulai bercucuran tak karuan.
Lagi-lagi tangan Nikodemus, menarik paksa dagu Ryarey agar menatatapnya. "Tatap mataku saat kau berbicara denganku. Sungguh tak sopan." Matanya menatatap bibir merah muda milik Ryare, ingin rasanya mencium, menghisap, bahkan memakannya hingga habis tak tersisa.
Kali ini Nikodemus, mendamparkan bibirnya diatas bibir Ryare dengan lembut. Tak ada kekerasan sedikitpun, lidah Nikodemus mencoba meneroboh masuk, berusaha untuk berdansa dengan lidah Ryary. Akhirnya pertahanan milik Ryarey berhasil dibobol, lidah mereka berdua beradu. Berdansa satu sama lain.
"Step one is done." Nikodemus menarik bibirnya keudara, sedangkan kedua tangan Ryarey memegang lehernya.
"Apa yang sudah kau masukan padaku, bajingan?"
Nikodemus hanya tersenyum, kemudian meninggalkan lelaki itu diruangan yang luas ini sendiri. Hanya seorang diri tanpa siapapun disana.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile For Me
Romance[TOLONG BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN] [YAOI ; MxM ; END] Dejavu. Itulah perasaan yang dirasakan oleh Ryarey Fournier lelaki keturunan Prancis Amerika dan seorang fotografer majalah, ketika bertemu kembali dengan Marcelius Hernandez yaitu cinta pertam...