Tindakan Marcel sontak membuat seisi ruangan menjadi bergemuruh secara perlahan. Desa-desu pertanyaan berdengung ditelinga Nikodemus, membuat lelaki itu naik pitam seketika. Nikodemus mengambil langkah cepat untuk menenangkan seisi ruangan tersebut termasuk sang klien yang sudah sama naik pitamnya dengan Nikodemus.
"Sebelum saya minta maaf atas ketidaksopanannya dari salah satu model saya. Saya akan urus semua ini dan besok pemotretan dipastikan akan berlangsung lagi." Sempat sang klien menolak mentah-mentah, namun setiap untaian perkataan Nikodemus berhasil meluluhkan hati sang klien dan berakhir mengikuti semua kemauan Nikodemus.
Marcel, kau akan bayar semua ini.
Lelaki itu segera menuju ketoilet dimana Marcelius menyembunyikan dirinya dari sorotan kamera. Dirinya merasa masih belum siap untuk melakukan hal itu terutama dihadapan Ryerey, sosok lelaki yang paling dicintainya. Berulang kali, Marcelius menghantamkan tangannya kearah tembok hingga membiru serta bengkak, bahkan mengeluarkan tetesan darah.
"Marcel, aku tahu kau didalam. Keluar dan selesaikan tugasmu."
Suara serta gedoran pintu bilik kamar mandi berhasil membuat Marcelius menghentikan tangannya yang hendak kembali dihantamkannya pada tembok. Marcelius hanya memutar bola matanya malas. Gedoran pintu kembali terdengar dan kali ini lebih keras dari sebelumnya. "Buka atau aku akan melakukannya dengan dia."
Perlahan Nikodemus mulai menghitung, hitungan pertama hingga ketiga—seperti yang dilakukannya pada saat bermain petak umpet.
"Tiga." Hening. Tak ada suara apapun, kecuali air kran keluar tetes demi tetes. Perlahan Marcelius membuka pintu biliknya, didapatinya tidak ada siapapun disana. Nikodemus sudah keluar entah kapan.
Shit. Persetan. Umpatan demi umpatan sudah dilontarkan dalam hatinya, dia sungguh menyesali tindakannya saat melakukan negosiasi dengan Nikodemus karena semua keputusan itu baik atau buruknya akan berdampak pada Ryerey. Sialan, umpatnya ketika mengetahui Nikodemus dan Reyrey sudah pergi dari hotel tersebut menuju keapartmenet milik Nikodemus yang entah dimana lokasinya.
Deringan panggilan telepon menghentikan langkahnya, merogoh ponselnya, dan menerima panggila tersebut tanpa melihat siapa yang menghubunginya ditengah keadaan genting seperti ini.
"Mari kita bermain petak umpet."
Suara penelepon itu datar dan dingin, seperti pembunuh yang hendak menerkam secara diam-diam tanpa sepengetahuan sang mangsa. "Siapa kau?" tanya Marcelius berulang kali.
"Aturannya sungguh mudah, kau hanya perlu menemukanku and game over you win., you will get your Ryarey. Tapi kalau kau tidak menemukanku sampai waktu yang ditentukan, you lose and I will play with yours Ryarey." Ucapan sang penelepon membuat Marcelius semakin geram, kemarahannya sudah berada diubun-ubun.
"Marcel, tolong aku. Aku sangat takut—Diamlah dan nikmatilah."
Genggaman tangan Marcel semakin mengeras setelah mendengar suara Ryarey meminta tolong padanya, untuk menyelematkannya.
"Niko hentikan permainan konyol ini. Aku akan mengikuti semua keinginanmu."
"Waktumu hingga matahari terbenam, so masih ada kurang lebih tiga jam. Goodluck, buddy." Sang penelepon sama sekali tidak menggubris sama sekali pernyataannya, justru terus mendesaknya dengan permainan konyolnya.
*
Diruangan yang bercat merah, dibagian dindingnya terpampang jelas bermacam-macam alat-alat BDSM. Semuanya masih seperti dulu, tidak ada yang berubah termasuk aura kamar ini yang selalu berasa menakutan baginya. Dia sangat ketakutan saat ini, seluruh anggota geraknya terikat sangat kuat pada tiang-tiang kerangka tempat tidur berukuran king size tersebut dan tubuh mungilnya terekspos sangat jelas, termasuk juniornya yang masih tertidur.
Kenangan buruknya muncul kembali. Ruangan ini kembali membangunkan mimpi buruknya yang ingin dikuburnya dalam-dalam. Dia kembali memejamkan matanya, terlalu takut untuk menatatap sekitarnya, terlalu takut untuk menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus bertemu lagi dengan masa lalunya. Dia berharap Marcelius segera menemukannya dan membawanya keluar dari kamar kutukan ini.
"Hai, Ryarey Fournier aku sungguh merindukan seluruh inci tubuhmu—sebaiknya kau tidak melihatku, karena kemungkinan besar kau akan berteriak histeris." ucap lelaki itu sembari memakaikan penutup mata padanya serta sehelai kain yang dikenakan untuk menutup mulutnya. Saat ini hanya terdengar erangan dan desahan yang dilontrakan oleh Ryarey, sedangkan lelaki itu hanya tersenyum penuh kemenangan hingga keasikannya tersebut diganggu dengan suara dobrakan pintu kamar tersebut.
"Dasar licik—" Suara Marcelius semakin melemah dan tak lama tubuhnya tumbang seketika. Lelaki itu sedikit lega, karena sudah berhasil menemukan Ryarey-nya namun sayangnya keduanya masih belum menemukan jalan keluar untuk meninggalkan ruangan ini.
***
A/n:
Hai semua, haha author nge-update lagi ni mumpung ada waktu dan ada mood buat nulis jadi update saja sudah
Selamat menikmati dan votmen tetap ditunggu :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Smile For Me
Romance[TOLONG BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN] [YAOI ; MxM ; END] Dejavu. Itulah perasaan yang dirasakan oleh Ryarey Fournier lelaki keturunan Prancis Amerika dan seorang fotografer majalah, ketika bertemu kembali dengan Marcelius Hernandez yaitu cinta pertam...