#16 Photo Session

808 49 2
                                    

"Kau mau menerima tawaran ini atau akan kubuat Ryarey membuka kenangan masa kecilnya yang pahit?" Tubuh Marcelius memegang sesaat, sedangkan Nikodemus menarik ujung bibirnya sehingga terulaslah sebuah senyuman licik. Dia sudah tidak berkutik lagi, Nikodemus sudah memegang kartu AS miliknya. Masa lalu Ryarey-lah adalah kartu ASnya.

Dasar bajingan.

Brengsek.

Licik.

Semua umpatan itu bergemuruh didalam hati Marcelius saat melihat senyum kemenangan diwajah Nikodemus, ingin rasanya lelaki itu menghajarnya hingga hancur lebur wajah itu. Sungguh menyebalkan. Ya, lelaki dihadapannya sudah mengenali dirinya yang dulu adalah teman sepermainannya.

"Jangan buat aku menunggumu, Marcel." Nikodemus semakin mendesak, terus mendesak hingga Marcelius tidak mempunyai celah untuk berlari bahkan berkutik sekalipun.

"Baiklah. Aku menerima tawaranmu, dengan syarat jangan pernah menyentuh Ryarey lagi dan jauhi dia." Nikodemus mengangguk, setuju dengan prasyarat yang dilontarkan oleh Marcelius padanya.

Tanda tangan kontrak pun sudah dilakukan, barulah sesi foto akan dilakukan besok dengan dua fotografer sekaligus. Termasuk Ryarey. Sesi foto dilakukan dihotel bintang lima, dengan kamar VVIP dan privat. Ketika seluruh peralatan sudah siap ditempat masing-masing termasuk kedua fotografer, dua model itu keluar dari kamar mandi dan hanya menggunakan pakaian dalam.

Sejenak Ryarey tercengang melihat lekuk tubuh milik Marcelius, sudah hampir beberapa bulan terakhir ini dirinya tidak melihat keindahan itu. Sang fotografer langsung menyuruh mereka berdua untuk berpose saling berpelukan satu dengan yang lain, membuat Ryarey menegang seketika, pikirannya kacau sesaat melihat Marcelius berpelukan dengan Ace.

Gotcha. Seulas senyum licik kembali terpampang diwajahnya, pikirannya sudah dipenuhi dengan rencana-rencana busuk yang hendak dia lakukan dengan Ryarey seusai pemotretan ini. Seketika semua orang terdiam melihat Marcelius melepaskan pelukannya dan menjauhkan dirinya dari Ace, dan pergi meninggalkan semua orang yang masih tercengang karenannya.

Sekarang mereka sudah berkumpul diruang tengah, tentu bersama dengan Rey yang sudah kebosanan menungguh Niko. "Marcel ikut bermain?" tanyanya polos sambil bergelayut dilengan anak lelaki itu, sedangkan yang bersangkutan hanya mengangguk dan tersenyum.

"Sekarang kita putar botol ini, apabila yang ditunjuk oleh ujung botol ini, dia-lah yang akan menjadi penjaganya. Paham?" tutur Niko pada mereka berdua. Saat ini perasaan Marcel waspada siaga empat, dirinya berharap bahwa Niko-lah yang akan menjadi penjaganya.

Dengan senyum licik, Niko mulai memutar botol itu dengan sangat kecang. Detik demu detik, putaran itu semakin melambat dan melambat hingga ujung botol mengarah pada dirinya, yaitu Niko. "Aku yang jaga." katanya sambil terkekeh.

Sembari Niko menghitung mundur angka sepuluh hingga satu dengan lambat, mereka berdua langsung berlari, bersembunyi. "Kita sembunyi disini saja," Marcel menarik tangan mungil Rey untuk mengikutinya, tapi dia menolak.

"Kenapa harus disini? Disini akan lebih mudah untuk ditemukan, bukan?" bantahnya lirih. Marcel hanya geleng-geleng kepala, benar-benar pintar mencari alasan. Akhirnya dia mengalah, memilih mengikuti kemana arahnya Rey pergi sambil mengingat-ingat seluruh jalan masuk ketempat semula.

"Siap atau tidak, aku datang." teriak Niko. Tanpa terasa hitungan sepuluh hingga satu telah usai, kini saatnya Niko mencari kedua mangsanya. Dengan tergupuh-gupuh Rey membuka sebuah kamar yang berada diujung lorong lanai 2 rumah milik Niko.

Ruangan itu tidak dikunci. Penerangan minim, cenderung gelap. Tanpa sepertinya banyak barang yang ada didalam ruangan itu. "Itu sepertinya sebuah lemari, bukan?" Marcel hanya mengangguk, meskipun anggukannya tak bisa dilihat oleh Rey. Untuk saat ini, mereka berdua bersembunyi disamping benda besar tersebut yang diduga lemari.

Suara pintu terbuka perlahan, sinar lampu masuk melalui sela-sela pintu tersebut, membuat mereka berdua memundurkan tubuhnya hingga menyentuh tembok, menghindari sosok orang tersebut. "Diamlah." sentak Marcel melihat Rey tak bisa diam, dia langsung memeluk tubuh mungil itu, hanya sekedar untuk mendiamkannya.

Sosok tersebut dengan asik merapikan benda-benda yang ada didalam ruangan tersebut dengan minimnya penerangan yang ada. "Aku takut." bisik Rey. Marcel yang mengdengar hanga bisa menghela nafas pelan, "Ayo kita keluar, tapi tunggu orang itu keluar terlebih dahulu."

Orang tersebut berhenti sejenak, setelah mendengarkan suara gumaman yang berasal dari samping lemari tersebut. Dengan perlahan, orang itu mendekati lemari itu dan berjongkok dihadapan mereka. "Aku menemukan kalian." Orang itu adalah Niko.

Marcel yang mengenali suara itu langsung mendorong tubuh Niko, menggandeng tangan Rey dan berlari meninggalkan ruang tersebut, jika perlu meninggalkan rumah Niko. Namun keberuntungan tidak dipihak mereka, tangan Niko dengan cekatan menarik lengan Rey hingga anak lelaki itu terjungkal kearah Niko. "Lakukan apa yang aku perintahkan, atau dia akan mengalamainya lagi," ancamnya sembari melemparkan borgol tepat dihadapan Marcel. Dia memandang kearah kerangka tempat tidur yang terbuat dari besi, "Pasangkan satu borgol disana dan yang lainnya ditanganmu."

Lagi-lagi Marcel hanya bisa mengangguk, lalu menurutinya. Tidak ada perlawanan sedikitpun. Dia hanya tak ingin Rey menjadi korban untuk yang kedua kalinya pelamiasan nafsu sex Niko.

"Sekarang kau sudah dapatkan aku. Lepaskan Rey." pinta Marcel dengan memelas. Dia sudah tak sanggup melihat raut wajah ketakutan yang ditujukkan Rey padanya. Semenjak dirinya jatuh dipelukan Niko, dia merasakan adanya aura kekejaman yang ada pada diri lelaki itu. Niko mengeleng cepat, tanda dia tidak menyetujui mengenai perkataan Marcel.

"Justru yang aku inginkan adalah Rey, bukan kamu." Lelaki itu mulai mengangkat tubuh mungil miliknya keatas ranjang size king didepannya. Rey meronta hebat, dia tak ingin berada diatas benda itu, dia takut, sangat takut, dan anak lelaki itu merasakan hal buruk akan terjadi lagi. "Marcel, tolong aku. Kumohon." Mendengar permintaan tolong Rey, dia semakin gencar melepaskan borgol yang mengikat pada salah satu tangannya. Suara hantaman rantai dengan kerangka tempat tidur semakin keras dan kasar, membuat Niko geram.

"Mungkin kamu harus tidur sejenak." Dia mengambil saputangan yang sudah dilumuri oleh obat tidur, lalu membekapnya hingga anak lelaki itu tak berdaya dan akhirnya memejamkan mata.

"Apa yang kamu lakukan padanya?" Marcel semakin memberontak hebat dan henti-hentinya mencoba melepaskan borgol itu, namun sebuah jarum kecil sudah terlebih dahulu menusuk kulit lehernya, tanpa membutuhkan waktu lama, obat itu menampakan reaksinya. Tubuhnya seketika menjadi kaku dan tidak dapat digerakan.

"K-kenapa kaku?" Suara Marcel menjadi bergetar, ada rasa ketakutan yang meliputi dirinya. Sedangkan sang lawan bicaranya hanya tersenyum, membukakan borgolnya, memindahkan tubuh Marcel, kemudian mendudukannya pada kursi yang ada diseberangan tempat tidur size king.

"Aku memberikanmu spot terenak untuk melihatku 'bermain' dengan Rey." Marcel tidak menjawab apa-apa, mulutnya bahkan lidahnya kelu, susah untuk digerakkan. Niko mengambil beberapa utas tali dari dalam lemari, mengikatkan tali-tali tersebut pada tubuh Marcel agar menyatu dengan kursi yang sedang didudukinya. Untuk sentuhan terakhir, Niko membungkam mulutnya dengan ball gag berwarna merah.

***

Author's Note:

Hai semua, apa kabar? Maaf ye lama update, biasa selalu sibuk ditengah urusan dunia nyata lol XDD

Selamat menikmati dan votmen tetap ditunggu wkwkw 

Smile For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang