EMPAT

57.1K 4.9K 78
                                    

William

"Kamu lihat apa sih dari tadi?" Tanya Pat sambil menangkup pipi gue untuk menghadapkannya ke wajahnya.

"Lantai dansa. Dansa lagi yuk." Ajak gue sembari berdiri dan mengulurkan tangan gue.

"Aku capek pengin duduk, Will." Sungut Pat. Gue menurut dan langsung duduk kembali.

Gue berusaha keras untuk nggak menatap Bianca dan Si Brengsek itu. Mereka tengah asik mengobrol sambil berdansa. Tangan Si Brengsek memang tidak menyentuh Bianca, tapi mereka benar-benar dalam jarak yang nggak bisa gue tolerir.

Setelah gue katakan dia nggak cocok dengan Si Brengsek itu, dia langsung pergi. Kembali mencari Si Brengsek dan lanjut berdansa dengannya. Sementara gue, berdiri bodoh di pinggir bar karena menatap mereka.

"Will, are you with me?" Pat menjentikkan jemarinya.

"Iya." Jawab gue sekenanya. Pat kembali berceloteh mengenai betapa melelahkannya harus bolak balik Jakarta karena kasus yang dia sedang tangani.

Seharusnya gue mendengarkan. Seharusnya gue peduli. Tapi tidak. Kepala gue sepenuhnya sedang berisi Bianca dan Si Brengsek itu.

Anjing!

Gue bangkit, mencium pipi Pat dengan cepat dan menuju bar terdekat. Tidak mempedulikan teriakannya untuk menyuruh gue kembali duduk dan menemaninya.

"Kenapa sih lo?" Tanya Kharisma yang sedang duduk di bar.

"Mo mana? Kenapa lo duduk sendirian?" Tanya gue.

"Anak gue bangun, jadinya Mo nyusuin dulu baru habis itu balik lagi ke acara." Gue cuma bisa oh doang. "Kenapa?"

"Nggak kenapa."

"Oh ya udah." Jawab Kharisma kemudian mengambil minumnya.

Dia sudah hampir beranjak pergi ketika gue geret jasnya. "Apaan sih?" Gerutunya.

"Itu, yang di ajak ngobrol sama Bianca. Siapa?" Tanya gue.

"Banesa, temen gue sama adik gue, kliennya Om Sonny juga. Mau di jodohin sama Bian dia. Cocok sih kalau menurut gue. Pas."

"Gue nggak nanya mereka cocok atau enggak, idiot."

"Dari pada lo nanya lagi, mending gue kasih tau lo duluan." Gerutu Kharisma.

Mata gue masih terus menatap mereka yang sekarang sudah kembali duduk di kursi. Mereka terus asyik mengobrol dan tertawa sesekali menyentuh pundak masing-masing.

Yang paling membuat gue panas, ketika tangan Si Brengsek bergerak menelusuri lengan Bianca yang telanjang yang menampakkan tatonya. Bianca tidak marah, malah tersenyum dan tertawa.

Brengsek.

Gue berjalan cepat ke arah mereka. Berdiri dan berusaha mengeluarkan aura tidak suka. "Hai, Bi. Have fun?" Tanya gue. Bianca dan Si Brengsek langsung menoleh, mengerutkan dahinya.

"Yes, we are having fun. Sahabat kita akhirnya married masak gue sedih. Aneh lo." Gerutunya. Si brengsek malah tertawa.

"Boleh gue pinjam lagi Biancanya sebentar?" Tanya gue pada Si brengsek.

"Please." Dia mempersilahkan, kemudian mengulurkan tangannya. "Kita belum sempat kenalan barusan. Gue Banesa." Gue cuma melihat uluran tangan itu tanpa berniat membalasnya. Tapi gue merasa sikutan keras di pinggang gue.

"Oh ya, gue William." Gue menjabat tangannya dengan enggan. "Boleh gue pinjam kan?"

"Up to her." Si brengsek Banesa menoleh ke arah Bianca.

Catching Wave with(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang