Bonus | Banesa POV

67.6K 4K 141
                                    

Gue bingung. Gue beruntung atau bagaimana ya? Hidup gue berubah 180 derajat sejak gue mengenal perempuan bertato, tomboy, mata sipit, judes, cuek dan jauh dari kata sempurna.

Dia sama chaos-nya sama gue. Sama-sama rusaknya, sama-sama kacaunya.

Kalau seandainya gue nggak di kenalin ke dia saat resepsi Kharisma, mungkin gue masih begini aja. Begini dalam artian, masih sendiri. Masih rusak dan kacau.

Ketika Ibu lo minta untuk bawa perempuan ke rumah, itu adalah permintaan tersulit yang bisa gue berikan. Kenapa? Karena gue bukan tipe pria yang gampang dapat perempuan. Terutama yang tepat. Alhasil, gue cuma bisa melanglang buana di ranjang bersama perempuan lain tiap malamnya.

Sekalinya dapat yang menurut gue pas untuk hidup gue, malah bikin gue makin rusak.

Lain dengan Bianca. Sewaktu gue melihat dia memangku Naqia kala itu, gue seketika tau, kalau perempuan ini bukan sembarang perempuan.

Dia kacau. Dia nakal. Dia rusak.

Siapa yang menyangka kalau kami berada di posisi ini sekarang? Menikah, memiliki satu orang putri walaupun sudah di bawa kembali oleh Yang Di Atas, dan saat ini sedang mengandung anak kedua gue. Anak kedua kami.

"Kamu bengong aja. Kenapa?"

"Nggak bengong. Lagi natap kamu." Jawab gue. Dia tersenyum.

Gue berusaha sabar menghadapi perempuan gue. Menghadapi masalah yang tidak berhenti datang karena ulah sahabatnya. Perasaannya yang tidak tau apakah sepenuhnya untuk gue atau terbagi untuk William.

Ketika masalah terus berdatangan menghantam kami, gue selalu berpegang teguh kalau kami seperti ini pasti ada alasannya.

Dan alasannya adalah, menguji kekuatan kami. Kekuatan hubungan kami.

Pertemuan dan perkenalan kami terlalu singkat, jadi gue berpikir wajar kalau ada trial untuk hubungan kami seperti kemarin.

Gue terus berusaha berpikir positif tentang hubungan mereka kala itu. Benar-benar berusaha. Walaupun ada rasa kesal ketika William terus mendekati Bianca, bahkan menginap dirumah Bianca ketika sebelum kami menikah.

Jangan salahkan gue yang terus-terusan menginap di rumah Bianca. Alasannya gampang, karena gue nggak mau William ngapa-ngapain calon istri gue saat itu.

Gue pria, gue tau tipe-tipe pria yang memang menginginkan perempuan. Dan dari yang gue lihat, William menginginkan Bianca.

"Kamu aneh banget." Ujarnya sambil mencubit hidung gue.

Kami sedang makan siang di Bubba Gump. Gue meninggalkan pekerjaan gue untuk menemaninya berbelanja kebutuhan bulanan kami.

"Habis makan kita ke Food Primo ya."

"Harus ya kamu yang belanja? Kan bisa Asih." Sebenarnya gue nggak tega. Dia sedang mengandung 7 bulan dan ingin berkeliling belanja.

"Ya harus, kan sekalian beliin celana dalam kamu. Masa iya aku suruh Asih."

Gue mengernyit. "Celana dalam aku kenapa?"

"Bolong dua biji." Jawabnya sembari menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Cuma dua kan? Nggak harus beli sekarang."

Catching Wave with(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang