"Scott cerita ke gue tentang kejadian semalam." Ujar Kharisma. Kami sedang makan siang bersama bersama Bara dan Naqia sepulang mereka sekolah. Maureen tidak ikut karena sedang ada tamu di butiknya.
"Ya? Bilang apa dia ke lo?" Tanyaku.
"Kelakuan Will di depan suami lo." Aku menghela nafasku kemudian menyesap es teh lemon yang aku pesan. "Yang dia mabuk dan tiba-tiba nyosor lo."
"Ben gebuk Will sampai bonyok." Aku menambahkan.
"He's nuts. Kenapa dia tiba-tiba kaya gini? Kenapa nggak sedari dulu dia ngejar lo? Heran gue sama jalan pikirannya, padahal dia yang nyuruh gue untuk terus ngejar Maureen ketika dia nggak mau gue ajak nikah." Cerocosnya panjang lebar. Aku hanya tertawa kecil.
"Ya udahlah, asal jangan sampai Pat tau dan bikin dia makin stres. Apa yang terjadi kemarin, biar kita aja yang tau." Ujarku santai.
"Gimana Ben? He's good with everything?"
Aku mendengus kemudian melipat tanganku di dada, menatap Kharisma. "Jelas enggak lah. Kalau lo lihat Edian datang ke rumah lo, mulai meracau kalau dia masih cinta ke Maureen dan tiba-tiba nyosor istri lo, lo bakalan baik-baik aja?"
"Anjing, gue bakal bunuh Edian." Umpatnya.
"Ya udah sama. Ben juga hampir mau bunuh Will semalam." Balasku. Kemudian kami terdiam.
"Nikahannya dia empat hari lagi dan dia babak belur? Well done, Ben. Will harus cari alasan yang tepat kenapa dia bisa sampai babak belur." Kekeh Kharisma.
Kami berhenti membicarakan masalah William dan kelakukannya padaku dan memilih membahas hal lain yang lebih baik dari pembicaraan sebelumnya. Kami bahkan membicarakan bayi. Membicarakan rencana mereka kalau Maureen sudah melahirkan anak ketiga mereka. Kharisma bahkan ingin menambah anak lagi. "Gila lo, lo kira istri lo mesin anak?" Ucapku heran.
"Biar rame gitu. Banyak keturunan kan bagus, nggak putus-putus."
"Bisa-bisa itu lo di potong sama Maureen kalau dia tau lo pengin dia hamil lagi setelah anak lo yang ini lahir." Kharisma berdecak membuat Bara menoleh dan menatapku.
"Itu apa yang mau di potong, Bi?" Tanya Bara tiba-tiba. Kharisma tersedak, begitu juga denganku.
Mereka baru saja kembali dari counter es krim. Syukur mereka tidak ada sedang duduk di meja ketika kami berdua mengumpat.
"Timunnya Papa kamu. Nanti mau dijadiin lalapan sama Mama kamu." Jawabku pelan.
"Kenapa timunnya Papa di potong?" Tanya Bara lagi.
"Bian." Desis Kharisma. Aku semakin tertawa.
"Bara, kamu mau punya adik lagi lho." Ujar Kharisma mengalihkan perhatian Bara dari timun. "Tapi dari Bian sama Om Ben."
Bara menatapku dan melihat perutku yang makin membesar. "Biyan ada adik bayi juga di perutnya? Kaya Mama?"
Aku mengejitkan alisku dan tersenyum. "Oh yeah. Tapi yang ini masih lama. Duluan adik di perut Mama kamu yang lahir, ganteng." Ujarku.
"I'm having another sibling? Cool.." Dia menatapku sambil berbinar. Aku dan Kharisma tertawa.
"Besok fitting terakhir untuk baju yang laki-laki. Pastiin Ben datang jam 11 siang barengan sama Scott. Bule idiot satu itu nggak akan pernah ingat kalau dia ada janji."