LIMA BELAS

37.8K 3.5K 95
                                    

William

Gue masih duduk di kursi dengan gelas whiskey di tangan gue. Patricia sudah berada di samping gue setelah ngider bersama Maureen mencari makanan. Saat ini Patricia dengan nyamannya memeluk tubuh gue.

"Mesra banget ya mereka." Bisiknya.

"Banget." Jawab gue singkat.

"Habis ini mau langsung ke kamar atau mau jalan-jalan dulu?" Tanya Patricia.

"Kamar aja." Jawabku. Dia mengangguk setuju.

Gue menginap di hotel lagi dan hotel kali ini adalah di tempat resepsi Bianca dan Banesa.

Iya, sejak kejadian laknat itu dan sejak Kharisma menghajar gue habis-habisan, gue angkat kaki dari rumah Bianca, untuk selamanya, dan langsung kembali ke New York. Berdiam disana selama seminggu lebih. Berusaha untuk menjernihkan pikiran sebelum memberanikan diri dan kembali bertemu dengan Bianca dan semua orang.

Seperti sekarang ini, gue dengan hati lapang berusaha untuk datang dan menunjukan sikap gembira ketika melihatnya terus di gerayangi oleh tangan Banesa. Suaminya sendiri.

Dan parahnya, dia terlihat bahagia. Sangat bahagia. Senyum sumringah tidak lepas dari wajah mereka berdua.

"Patricia?" Sapa salah seorang perempuan.

"Mia?" Balas Patricia. Kemudian mereka mengobrol seru dan tidak mempedulikan keadaan sekitar.

"Aku kesana ya, ada temen-temenku ternyata." Patricia bangkit dan pergi bersama Mia. Gue mengangguk membiarkan dia pergi. Lebih baik dia pergi sebentar daripada dia terus berada di samping gue dan membuat gue semakin merasa bersalah padanya.

Kharisma dan Maureen yang duduk satu meja dengan gue hanya bisa melihat gue marah.

"Sampai kapan?" Tanya Maureen. "Sampai kapan lo mau bohongin kakak gue, Will?"

"I don't know." Jawab gue singkat.

"Lo bukan cuma ngancurin rasa percaya Bianca, tapi lo ngancurin Pat dan diri lo sendiri, Will." Kata Maureen.

"Udah biarin aja." Sahut Kharisma.

Sepertinya kami memang sudah bubar menjadi sahabat. Kharisma bahkan tidak peduli lagi dengan keadaan gue.

"Seharusnya gue dengerin saran lo untuk punya akal sehat." Sahut gue.

"Tapi lo milih untuk jadi brengsek." Jawabnya. "Berdoalah biar dia nggak hamil karena ulah lo."

Gue mengerjapkan mata gue. Gue udah ngerusak rasa percaya Bianca, dan kalau kehamilan itu terjadi, gue juga udah ngerusak hidupnya. Sialan!

"What should I do?" Tanya gue lirih. Maureen menoleh ke arah Kharisma, meminta jawaban. Sementara Kharisma menatap gue tajam.

"If she's pregnant? Or if she's still doesn't want to forgive you?" Komentar Kharisma. "Lo udah dewasa. Udah tau mana yang baik mana yang buruk. Dan gue berharap, kali ini lo mau ngelakuin yang baik."

Gue melihat Maureen berusaha meredam amarah suaminya. Gue tau, Kharisma dengan senang hati akan menghajar gue sampai berdarah-darah lagi di sini, saat ini juga. Tapi dia juga tau diri, nggak mungkin dia memporak porandakan acara resepsi pernikahan sahabat kami.

Catching Wave with(out) YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang