KEY POV
Aku memutuskan untuk pemulihan di sini di rumah papa. Kak dea kembali ke kota untuk mengurusi kontrak kerja yg harus ku tunda."Pa, aku mau main sepeda ke taman, boleh ya?", pintaku ke papa yg tengah santai membaca koran.
"Tapi ditemenin pak tohir ya, biar pak tohir yg bawa mobil", jelas papa.
"Oke deh, aku brangkat sekarang pa, da papa", kucium pipi papa sebelum keluar menemui pak tohir.
Setelah meletakkan sepeda dibelakang mobil, kami berangkat ke taman kota. Karna jika minggu begini pasti ada car free day.
Sampai disana, pak tohir kusuruh menunggu disebuah warung, dan kupersilahkan memesan apapun saat menungguku bersepeda.
Ah udara pagi memang segar, dan mulai kukayuh sepedaku perlahan. Kata dokter olahraga kecil seperti ini cepat membuat kakiku normal kembali.
Setelah merasa puas mengelilingi taman, aku memutuskan istirahat sebentar disebuah bangku taman.
Aku istirahat ditemani sebotol air mineral dan ponselku tentunya. Chatting dengan arina menjadi kewajibanku sekarang.
Kurasakan ada gerakan disebelahku, oh ternyata ada gadis kecil ah bukan mungkin sudah beranjak remaja duduk disebelahku, tapi kuabaikan dia dan melanjutkan chat dengan arina.
Tapi sepertinya gadis itu memperhatikanku. Kenapa?
"Em maaf, ada apa ya?", kuputuskan untuk menanggapi tingkahnya.
"Kakak key kan? Key rajata franzi?", tanyanya penasaran.
Apa aku seterkenal itu disini?
"Iya saya key, salam kenal", ucapku ramah, karna posisiku sekarang sebagai idola, ceileh belagu key. Kujulurkan tanganku kearahnya.
"Kakak lupa sama aku?", tanyanya lagi.
Kutarik lagi tanganku, karna tak direspon. Lupa? Aku kenal dia? Siapa dia?
Kulihat lagi wajahnya, kuteliti lebih detail. Kusadari satu hal, matanya. Mata itu seperti familiar dengan ku.
Dan kuperhatikan sekali lagi wajahnya dengan intens, mata itu sama persis seperti mata kak vega.
"Kamu fifi?", tanyaku spontan.
Dia mengangguk dengan senyum lebar menunjukkan deretan gigi putihnya. Ah dia sudah sebesar ini, dan semakin cantik, sama seperti kakaknya.
Kupeluk fifi sebentar lalu kami mulai mengobrol.
"Ya ampun, maaf fi, kakak pelupa, ah bukan tapi kamu aja yg makin gede makin cantik, beda kaya dulu, dekil weks", candaku.
"Ah kakak, aku cantik dari lahir tauk. Kakak aja yg gak sadar. Btw kakak makin ganteng, semenjak jadi artis kakak gak pernah main sama fifi lagi", rajuknya.
Dia sudah seperti adikku sendiri, bersikap manja terhadapku sudah biasa.
"Kakak dikota tiga tahun ini, lagian kamu udah segede gini masak masih main barbie, malu tuh sama pacar", aku mencubit pelan pipinya.
"Aku masih kelas 1 smp kak, dan lagian sama kak vega gaboleh pacaran dulu katanya. Padahal banyak cowok loh yg nembak aku", jelasnya.
"Hum bagus deh, nurut sama yg dibilang kakak kamu. Masih kecil, ntar kalo udah gede pasti diijinin kak vega", jelasku mengingatkan.
"Tadi kata kakak aku udah gede?", tanyanya sok imut.
"Gede badannya doang, fikiran masih labih, usia belum cukup, hahaha", candaku lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PENGECUT EGOIS -gxg-
General FictionHanya cerita pemula yg isinya gak jelas nan aneh. Tidak ada yg salah dari sebuah cinta, hanya bagaimana kita menghadapi anugerah terindah ini. Pergi, menghindar, sakit, pengecut. Atau coba, hadapi, terima, entah nanti bagaimana hasilnya, yg jelas s...