Random Opera

5.1K 316 16
                                    

CHAPTER 8 

RANDOM OPERA 

Minggu pagi tanpa setitik panas matahari dan awan hitam siap memberikan bumi hidangan pagi dengan turunnya rintik - rintik air hujan. Amoy duduk dibelakang ayah dan ibunya yang khusuk ditengah jemaat lainnya. Di sampingnya Jerry juga sama khusuknya, diantara mereka hanya gadis ini yang di kepalanya masih terngiang akan kenikmatan bantal dan kasur.

Dia tertidur, entah bagaimana caranya gadis ini masih saja bisa tertidur. Jerry melirik menyadari adiknya melewatkan ibadah rutin mereka. Dia menyenggol lengan amoy tanpa bicara agar tak mengganggu yang lain. 

"Moy.." Bisiknya. 

Lonceng kelenteng itu sudah dibunyikan, menandakan akhir peribadatan mereka. 

Semua bergegas berdiri, Amoy terbangun dan ikut berdiri bersama mereka. 

Ayah dan ibunya masih berbincang dengan biksu. Amoy memaksa jerry keluar tempat peribadatan itu. 

"Elu tuh kebangetan banget ya! Makin gede bukannya makin khusyuk!" Bentak Jerry saat mereka di dalam mobil 

"Namanya juga ngantuk.." Gerutu Amoy 

Ayah dan ibu mereka telah bergabung sekarang. 

Ponsel amoy berdering.

"Apaan gi?" 

"Gue di depan mobil lo nih, ikut gue yuk" amoy melihat ke depan. Dia mengenali mobil Jogi 

"Kemana?" Katanya 

"Udah ikut aja.." 

Amoy izin dengan kedua orang tuanya lalu dia masuk mobil Jogi. 

"Loh tante?" Kata amoy begitu melihat ibu sahabatnya itu.

                           ************

Rumah medis itu tidak terlalu besar namun banyak diminati oleh manusia manusia metropolitan. Pasalnya ini rumah sakit terbaik dalam menangani kesehatan kulit dan kecantikan. Lokasinya mudah dijangkau, di kawasan elit jakarta selatan, pengunjungnya kalangan selebritas yang rutin melakukan pemeriksaan. 

"Dit! Pelan - pelan kenapa si!! Lo pikir tas lo gak berat apa!" Protes syila yang tertinggal di belakang bosnya yang dengan susah payah membawa keperluannya. 

Radit tidak merespon. Mereka sampai di satu ruangan. 

"Silahkan duduk dulu, sebentar lagi dokter tabin segera menemui anda" kata seorang suster mempersilahkan mereka duduk. 

Tak lama seseorang masuk. 

"Hei dit!" Katanya ramah namun berwibawa menyalami radit.

Dokter itu tinggi dan putih, kira kira 3 tahun lebih tua dari mereka. rambutnya ditata rapi. Matanya sipit dan lancip di ujungnya. Satu clan dengan amoy. 

"How's life?" 

"Good. You?" Jawab radit seadanya. 

"Yah.. Biasa lah kehidupan dokter" katanya. 

Dia melirik Rasyila. 

"Asisten" kata Syila tersenyum 

"Oh.." Kata dokter 

"Jadi gimana?" Katanya. 

Radit memerintahkan Syila mengeluarkan laptopnya. Mereka mulai mendiskusikan hal - hal yang sama sekali tidak dimengerti gadis itu. 

"Gue gak mendalami ilmu tulang ya dit, tapi pada konsep lo ini, menurut gue, kurang teoristis, lo ngeliat dari segi penyakit aja, tanpa lo bener - bener definisiin karakter tulang itu seperti apa dan kenapa bisa sampai kropos." Kata dokter itu. 

Accidentally AssistantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang