Kami sampai tepat waktu. Tepat saat kami berdua menginjakkan kaki di lobi, the boys kecuali Harry berhamburan masuk ke pelukanku. Niall tentunya yang bersemangat dalam memelukku.
Matanya yang indah memancarkan rasa kebingungan dan ketakutan. “Aku tau kau akan datang. Mereka di dalam, di ruang rapat. Simon tidak mengizinkan kami masuk karena takut kami merusak acara dan di dalam sana ada sparks sialan.” katanya berusaha untuk tetap tegar tapi tetap saja kami bisa mendengar suaranya yang pecah dan penuh isakan.
“Paul?” tanyaku.
“Di dalam tentunya. Kupikir Paul berada di pihak kita tapi nyatanya--.” Liam tidak meneruskan kalimatnya tetapi mengangkat kedua bahunya dan aku bisa melihat ekspresi kekecewaannya.
“Ayo kita harus berusaha demi Directioners. Kita tidak boleh egois, memikirkan diri sendiri.” Kata-kata tersebut keluar begitu saja dari mulutku, memperlihatkan sisi kebijaksanaan ku yang telah kembali.
“So, Our Zayn is back!” teriak Louis penuh semangat sembari mengkangkat tangannya. Kami pun ber high-five bersama.
“Jadi kau punya rencana?” Liam bertanya padaku sambil mengangkat satu alisnya. Itu salah satu kebiasaannya jika sedang benar-benar bingung.
Aku memutar mataku. “Ya aku punya rencana. Jika itu bisa disebut sebagai rencana”
Niall, Louis dan Liam pun mengerubungi ku dan kami berdiskusi berempat. Ryana hanya melihat dari kejauhan sambl tersenyum gembira. One Direction is back.
“Satu… dua… “ Aku memberi aba-aba dan kami berempat pun menarik nafas berbarengan bersiap-siap untuk penyerangan. “tiga.”
Dengan kompak kami semua mengetuk pintu rapat dengan keras. Tidak lama kemudian pintu dibuka dan terlihat Paul dengan badannya yang besar keluar ia pun terkejut dan keluar dengan pintu yang ditutup kembali. “Kalian akhirnya datang juga. Aku sudah lelah mengulur-ngulur waktu dengan memberikan pulpen yang tidak ada tintanya, menjatuhkan kertas-kertas kontraknya, dan lain-lain”
Kami berempat mengernyitkan dahi berbarengan. Kami pikir Paul tidak berada di pihak kami.
“Kau ada di pihak kami?” tanya Liam tidak yakin. Kami mengangguk-angguk tidak yakin juga.
Paul mendecakkan mulutnya pelan, “Tentu saja aku berada di pihak kalian. Kalian harus lihat wajah Harry, ia sungguh-sungguh--- kacau di dalam. Sedangkan Nathan berseri-seri penuh senyuman. Oh iya Zayn tadi Nathan juga bertanya padaku apakah kau akan datang atau tidak karena menurutnya ..."'Paul melihat ke arahku sambil menaikkan alisnya sebelum melanjutkan omongannya. "kau sahabatnya.”
Liam, Louis dan Niall pun dengan kompak memandangku. Tatapan mereka begitu tajam, memojokkan.
“Hey mate. Ia hanya besar kepala. Aku bukan sahabatnya. Aku sahabat kalian dan sampai kapanpun aku tidak akan menjadi sahabatnya.”jelasku.
Niall pun tersenyum dan memeluk pinggangku, “kami tau Zayn”
“Jadi apa rencana kalian?” tanya Paul. Kami pun saling berpandangan tidak yakin akan rencana kami. “Apa?”
“Membakar surat kontrak tepat di depan wajah Nathan Sparks dan Simon Cowell” kataku lantang, berusaha untuk menjadi pemimpin di penyerangan ini. “Bagaimana menurutmu?”
Paul mengernyitkan keningnya tidak yakin, “Ide kalian bisa membuat One Direction punah---“
Kami pun menunduk dengan lesu. Sudah ku duga ini tidak akan berhasil.
“Tapi kalian jangan putus asa dulu! Aku siap membela dan membantu kalian. Ayo kita coba rencana penuh resiko ini” katanya lagi.
Kami pun mengangkat wajah kembali dengan senyum cerah dan Paul pun berhasil membawa kami masuk ke ruangan rapat.
YOU ARE READING
Complicated (When you love 2 boys at the same time) 1DLS
Fanfiction"Zayn berpikir bahwa ia sempurna, ia pendendam." "Harry itu sampah. Ia pengkhianat dan pengkhianat takkan pernah mendapatkan tempat, Aku setuju dengan Simon untuk menukarnya dengan Nathan." Pada akhirnya mau tidak mau aku terlibat dalam konflik ini.