Chapter 20 Happy Family

139 13 1
                                    

10 tahun kemudian…

Harry’spov

“Dadddd!”

Suara lengkingan anakku menggema di ruang TV ini belum sempat aku menoleh ke sumber suara ia sudah melompat ke dalam pangkuanku. Rambutnya pirang dengan mata berwarna biru kehijauan. Umurnya 9 tahun. Ia sangat cantik seperti ibunya, Merrie.

Ya, beberapa tahun setelah aku dan Merrie menikah secara diam-diam akhirnya media mengetahuinya dan kami pun mengakuinya. Kukira setelah pengakuan itu aku akan kehilangan banyak fans tapi nyatanya? Mereka tidak meninggalkanku.

Directioners tidak meninggalkanku.

“Aku terpilih jadi ketua paduan suara!” teriaknya di depan wajahku sambil memelukku. Aku mendekapnya erat. Anakku sepertiku, ia seorang penyanyi.

“Oh ya? Selamat sayang” kataku sambil mencubit pipinya.

“Kalau begitu ayo kita rayakan!”

Aku menoleh ke arah suara dan melihat Merrie sedang menggendong anak kami yang kedua, Mario. Rambutnya berwarna coklat dan keriting sepertiku. Semua orang bilang ia hasil jiplakanku, ia sangat mirip denganku padahal umurnya baru 4 tahun.

Merrie duduk di sebelahku dengan Mario dipangkuannya.

“Ayo-ayo besok kita ke kebun binatang!” sorak Darcy sambil mengangkat kedua tangannya riang. Mario pun ikut bersorak di pangkuan Merrie.

“Kau besok tidak ada show kan?” tanya Merrie padaku. Aku menggeleng.

One Direction masih ada sampai saat ini. Walaupun kami berlima sudah bukan remaja lagi. Kami mengurangi jadwal show kami jadi kami hanya bekerja seminggu 2 kali saat ini. Selain bernyanyi sekarang karir kami berbeda-beda.

Aku dan Niall masing-masing punya restaurant. Liam punya perusahaan otomotif. Louis menjadi seorang produser sedangkan Zayn punya ratusan sekolah musik yang tersebar di seluruh dunia.

Kami semua sukses di bidang masing-masing dan sampai saat ini kami masih bersahabat erat.

Niall’spov

Denison sedang berlari-lari mengejar kupu-kupu yang berterbangan di atas bungan mawar milik Demi yang terletak di halaman rumah kami. Denison baru berumur 5 tahun, ia anak pertama kami. Ia mewarisi wajah demi tetapi rambutnya sepertiku.

Denison diambil dari singkatan Demi n Niall’s son, bagus bukan?

Aku sedang makan chips di bangku taman sambil mengawasi Denison. Tiba-tiba Demi datang dengan anak kedua kami, Summer yang baru bisa berjalan.

“Hi honey” sapaku sambil mengecup lembut pipi Demi.

Demi sudah berhenti dari dunia keartisannya. Sekarang ia sibuk menjadi ibu rumah tangga dan membantuku mengurus restaurant ku.

“Aku punya rencana untuk membuka cabang restaurant kita dari Paris, menurutmu bagaimana?” Ia memiringkan kepalanya, meminta pendapatku.

Aku memikirkan pendapat Demi sambil memakan chips ku hingga anakku, Summer merebutnya dari tanganku. Summer mewarisi salah satu hobiku, makan. Demi tertawa pelan sedangkan aku berekspresi pura-pura marah pada Summer tapi Summer yang tidak mengerti hanya tertawa sambil menyentuh hidungku dengan tangannya yang mungil.

“Aku setuju saja. Jadi, kapan kita ke Paris? Lagipula sudah lama kita tidak berlibur kan?” kataku sambil tersenyum. Demi pun tersenyum senang sambil meletakkan kepalanya di pundakku. 

We’re Happy Family.

Liam’spov

“Ayo Danill!” teriakku memberikan semangat pada anak tunggalku bersama Danielle, Danill Payzer Payne. Danielle yang berada di sebelahku juga mengangkat tangannya, memberikan semangat pada putra kami.

Anak kami yang baru berumur 6 tahun pun tersenyum dan kembali fokus berlatih tinju dengan pelatihnya. Aku dan Danielle sudah melatih Danill dari kecil untuk menjadi laki-laki yang tangguh agar dia bisa menjaga diri nya sendiri.

Danill meninju-ninju pelan pelatihnya. Tangannya yang mungil bergerak dengan lincah. Minggu depan ia ada perlombaan tinju khusus anak berumur 5-8 tahun.

“Aku sangat bangga pada anak kita, li” kata istriku, Danielle. Aku pun melingkarkan tanganku di pinggangnya.

“Aku pun begitu” kataku. “Dan..”

Danielle menoleh. Matanya mengerjap-ngerjap, “Ya?”

“Aku berpikir bagaimana kalau… kita member Danill adik perempuan?” kataku sambil tersenyum nakal. Danielle tertawa pelan sambil meninju bahuku. “Aku serius”

“Aku tidak keberatan” katanya pelan tersipu malu, aku pun langsung memeluknya. Tak peduli kalau banyak orang yang berada di ruangan ini.

Louis’spov

“Princess Erica Jane Tomlinson!”

Gadis kecil dengan rambut coklat bergelombang yang kupanggil menoleh dan tersenyum gembira melihatku. Ia setengah berlari ke arahku. “Daddd!!!”

Aku pun menggendongnya begitu ia sudah sampai di depanku. Ia tertawa-tawa pelan. “Kenapa lama sekali menjemputku?”

“Maaf, tadi dad membantu Mom. Ia sedang membuat cake kesukaanmu” kataku sambil menurunkannya kembali.

“Oh ya?! Waah!!” katanya bersorak gembira. Lalu sedetik kemudian ia celingukan, menoleh ke kiri dan kanan mencari sesuatu. “Larry mana?”

Larry yang ia maksud bukan gabungan namaku dan Louis tapi Prince Larry Jamie Tomlinson, anak kedua ku yang berumur 4 tahun.

“Tentunya dirumah. Ini jam tayang kartun kesukaannya” jelasku. Erica mengangguk, tanda mengerti lalu ia menarik tanganku.

“Ayoo kita pulang!” katanya riang. Aku melepaskan pegangannya dan ia terkejut. “Ada apa Dad?”

“Kita tidak langsung pulang kita akan ke….toko es krim dulu. Membeli es krim kesukaanmu dan Larry” kataku. Erica pun membelalakan matanya senang.

“Yey Es krim!!” teriaknya. “Jadi nanti di rumah akan ada cake dan es krim?”

“Tentu saja” kataku. Erica pun memelukku senang.

“I love you dad”

“I love you more sweetheart”

Zayn’spov

“Hei daddy, kau sedang apa? Apa ada yang bisa ku bantu”

Anakku, Zaqina tiba-tiba sudah muncul di sebelahku. Usianya baru 6 tahun tapi kemampuan berbicaranya sudah sangat bagus. Ia cerewet seperti Ryana.

“Zaqina, jangan ganggu ayahmu. Ia sedang melukis.” Ryana muncul sambil berkacak pinggang. Ia pura-pura marah dan Zaqina tau itu.

Zaqina memutar matanya kesal, “Mom, aku tau nanny dan grandpa artis besar tapi Mom, Mommy sangat tidak bagus dalam hal berakting.”

Aku pun tertawa geli mendengar celotehan Zaqina dan Ryana pun memandangiku cemberut. “Zayn, mengapa anak kita cerewet?”

“Anak kita cerewet ya seperti ibunya.” Kataku sambil mengangkat kedua bahuku. Aku pun kembali mengambil kuas yang tadi kuletakkan dan melanjutkan kegiatan ku di waktu senggang, melukis.

“Aku cerewet seperti Mom!” celoteh anakku yang bernama lengkap, Zaqina Joanna Hanner Malik itu.

Ryana memajukan bibirnya, “Mom tidak cerewet sayang, Dad yang cerewet.”

“Cerewet-cerewet.”celoteh Zaqina lagi. Ia tertawa-tawa kecil rambutnya yang berwarna coklat gelap bergerak-gerak seirama dengan gerakan tubuhnya.

“Zaqinaaa!”

“Kau sudah mengaji belum sayang?” Aku berusaha menengahi perdebatan yang terjadi di antara Zaqina dan Ryana. “Kalau belum ayo kita mengaji terlebih dahulu.”

Zaqina mengangguk dengan cepat lalu ia mendahuluiku untuk mengambil wudlu. Zaqina memang sepertiku, ia memeluk agama Islam. Aku dan Ryana memang berbeda agama tetapi kita menghormati satu sama lain. Setiap hari minggu sebisa mungkin aku selalu mengantar Ryana ke gereja.

Perbedaan itu indah. Perbedaan itulah yang menyatukan aku dan Ryana.

Ryana, I’m so lucky to have you.

Complicated (When you love 2 boys at the same time) 1DLSWhere stories live. Discover now