Important Things

2.4K 352 55
                                    

"karena sekarang,hanya kau yang satu-satunya kumiliki"























































"AYAH!! AYAH !!" Hanbin begitu histeris didalam ambulance yang membawa tubuh tak berdaya ayahnya kerumah sakit terdekat.Disampingnya Jinhwan terus memegangi lengan Hanbin untuk menahan namja itu berbuat hal lain yang dapat membahayakan.



"Hanbin-ah..geumanhae..."Jinhwan akhirnya hanya bisa memeluk Hanbin sambil menangis melihat Hanbin menangis begitu histeris melihat sang appa.Jinhwan tak pernah melihat orang yang begitu humoris dan selalu bahagia seperti hanbin menjadi penuh air mata dan sesenggukan seperti ini.



"Detak jantungnya terus menurun.."Ucapan perawat itu semakin membuat Hanbin begitu ketakutan.Jinhwan mempererat pelukannya di bahu hanbin

"Berdoalah...semoga ayahmu baik-baik saja.."Tanpa sadar Jinhwan mengecup bahu hanbin lembut untuk menenangkan.















































Kepala Hanbin dalam pangkuan Jinhwan,Mereka sedang menunggu keadaan ayah Hanbin dari ruang ICU.Hanbin tertidur kelelahan atau mungkin pingsan dengan kejadian tiba-tiba yang begitu mengerikan dalam Hidupnya.

Jinhwan mengerti betapa Hanbin sangat menyayangi ayahnya.Meskipun Hanbin menentangnya.

Hanbin tak bisa berbohong tentang hati kecilnya.Ia masih sangat menyayangi ayahnya sejahat apapun.

"Kau pasti sangat kesakitan.."Jinhwan mengelus rambut Hanbin lembut.Hanbin akhirnya membuka matanya.Pening hebat menyerang kepalanya membuat Hanbin menjadi sulit untuk bangun.

"Gwenchana..."JInhwan menepuk bahu Hanbin lembut ketika Hanbin memaksa untuk bangun.

Tak lama dokter yang menangani ayahnya keluar dengan baju operasi bersimbah darah.

Hanbin terbangun meski agak limbung untungnya langsung dipapah Jinhwan.

"Bagaimana keadaan ayahku?"tanya hanbin.dokter itu diam menunduk sambil mengambil nafas dalam dalam.Raut wajahnya dapat ditebak bahwa kabar buruk akan segera terdengar.



"Apapun yang terjadi,kami sudah berusaha keras... tuan Kim..menghembuskan nafasnya dalam perjalanan ke rumah sakit..."hanbin membeku seketika,jinhwan menutup mulutnya kaget dengan apa yang terjadi.

"Ya! Berani sekali kau-"hanbin mencengkeram kerah dokter itu dengan erat.Matanya memerah menatap dokter itu dengan emosi

"H-hanbin-ah..."jinhwan berusaha menghalangi tangan hanbin yang akan menonjok si dokter.Hanbin melepaskan cengkeramannya sambil menghela nafas kasar. Tatapannya berubah kosong sambil berjalan pelan ke kamar sang ayah.

"Maafkan temanku.."jinhwan membungkuk beberapa kali pada si dokter yang tampak syok sebelum menyusul hanbin ke jazad ayahnya.
















Hanbin hanya bisa menatap nanar suster yang sedang melepas alat bantu pada tubuh ayahnya.Hanbin melangkah mendekati ranjang ayahnya dengan gontai sambil terus bergumam ini tidak mungkin.

Jinhwan ikut terpaku melihat jazad ayah Hanbin tertutup sempurna oleh kain putih.Mulutnya bahkan sulit untuk diucapkan.Mata Jinhwan memanas melihat Hanbin yang sepertinya tak percaya dengan kabar duka itu.Jinhwan ingin meraih lengan hanbin untuk menguatkan namja itu tapi tangannya hanya terhenti di udara akibat perasaan mengganggu itu.

Apartemen No.292.  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang