Part 4

1.1K 101 0
                                    


WWF 4

Diantara orang-orang yang pernah Cakka kenal, Shilla pasti adalah orang terakhir yang ingin Cakka minta untuk masuk ke dalam kamarnya dan tidur diatas ranjangnya. Ini terlihat tidak masuk akal, ketika Mamanya yang keras mengijinkan anak tetangga pecicilan dan tengil seperti Shilla masuk ke dalam rumah.

"Lo mau ngapain kesini?" tanya Cakka sengit pada Shilla yang duduk dibibir ranjangnya.

"Kosong delapan?" tanya Shilla sambil menulis dibuku yang dibawanya tadi.

"Kosong delapan apa? Lo mau gue ngerjain tugas Matematika lo?"

"Kosong delapan?" ulang Shilla.

Cakka mendecakkan lidahnya, "itu soal tentang apa?"

"Kosong delapan berapa? Gue nanya nomor hape lo kali,"
Cakka tak habis pikir, "nomor gue bukan untuk disebar luaskan," ucapnya kesal.

"Kalau gitu id line,"

Cakka mengangkat bahu acuh dan pura-pura tak mendengar Shilla. Ia berjalan pelan ke dekat jendela membuat Shilla terpaksa mengikutinya.
Tepat ketika keduanya memandang ke langit Shilla memekik kegirangan.

"Ada bintang jatuh, lihat!" teriaknya senang sambil menunjuk-nunjuk sebuah cahaya dilangit.

Cakka mengerutkan keningnya, tak tertarik.

"Waktu kecil gue pernah denger, kalau ada bintang jatuh dan kita buat satu permintaan, permintaan itu nanti bakal terkabul," ucapnya, ia menautkan jari kanan dan kirinya lalu memejamkan matanya.

Cakka memandang Shilla sejenak dan kembali memandang langit.

"Bintang jatuh itu sebenarnya adalah meteor, berarti lo sedang buat permintaan ke meteor," ucap Cakka tiba-tiba.

Shilla membuka matanya dan menoleh ke arah Cakka.
Ia mendesis, "heish, suasana lagi romantis-romantis, lo buat jadi nggak romantis lagi," ucap Shilla kesal.

"Gue bukan orang yang suka hal-hal romantis," balasnya santai.

Mendengar itu membuat Shilla memandang Cakka dengan tatapan penuh tanya. Sebagai seorang yang tingkat kekepoannya sudah diatas rata-rata, tentu ia ingin tau apa yang membuat Cakka begitu tampak kesepian seperti ini.

"Lo nggak mau cerita apa gitu ke gue?" tanya Shilla.

Cakka tak menoleh sedikitpun pada Shilla dan itu sudah menjawab pertanyaannya, kalau Cakka tidak ingin mengatakan apapun lagi.
Pemuda itu tampak serius sekali memandang bintang-bintang, terlihat seperti ia sedang menghitung berapa banyak bintang yang ada dihadapannya. Walaupun sebenarnya, Shilla lebih fokus dengan lekuk sempurna wajah Cakka. Ah, mungkin ini yang disebut-sebut orang hanya melihat wajahnya saja, bisa langsung sayang.

"Jangan lihat gue seperti itu," ucap Cakka yang membuat Shilla mengerjap.

"Ah, lo pasti mau bilang kalau 'wajahmu mengalihkan dunia ku' kan?" ucap Shilla pura-pura yakin.

"Bukannya gue udah pernah bilang kalau tatapan lo itu buat lo jadi kelihatan lebih bodoh?"

"Gue nggak sebodoh itu juga kali. Nilai raport gue juga bagus-bagus," ucap Shilla tak mau kalah. Tapi tunggu, rata-rata pas KKM bisa dibilang bagus nggak, sih?

Cakka tersenyum sinis, "lo bisa keluar sekarang!" dan itu adalah perintah bukan pernyataan.

"Apa?"

"Keluar,"

"Lo ngusir gue?"

"Iya,"

Where We FellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang