Part 18

897 117 9
                                    

WWF 18

Welcome to Singapore!

Shilla menjerit dalam hati begitu kakinya menginjak tanah Singapura, ia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat. Rasanya oksigen di Singapura berbeda dengan di Indonesia, pasti gara-gara ada Cakka disini nih. Shilla terkikik geli memikirkan itu.

"Cekikikan nggak jelas, malu nih gue diliatin orang," ucap Rere setelah menyikut lengan Shilla.

"Apaan sih? Ini gue sedang menikmati hidup,"

Rere menggeleng samar. "Nggak nyambung," ucapnya lalu menarik kopernya dan meninggalkan Shilla.

Shilla yang tertinggal oleh Rere beberapa langkah buru-buru menarik kopernya. "Ayo cepetan," pekik Shilla.

"Lo aja kali yang lama, gue dari tadi udah cepet," komentar Rere.

Cakka, i'm comingggg....

Shilla menghubungi nomor Cakka begitu ia dan Rere tiba di hotel tapi lagi-lagi nomor ponsel Cakka tidak aktif. Shilla mengerutkan kening dan tiba-tiba merasa khawatir sendiri.

"Gimana? Cakka udah angkat telefonnya?" tanya Rere.

Shilla menggeleng. "Nomornya nggak aktif," jawab Shilla.

"Yaudah ke rumahnya aja langsung, bukannya lo tau alamatnya?"

Jauh sebelum Cakka pergi ke Singapura, Shilla memang pernah menanyakan tentang alamat rumah pada Gladys, Shilla mengingat ingat alamat yang Gladys pernah katakan dan dengan sigap berdiri.

"Gue harus kesana."

--

"Tapi Sharon bukan hanya menjamin  kamu..." ucapan Papanya itu berhasil membuat langkah Cakka terhenti.

Ia berbalik menghadap Papanya lalu lelaki paruh baya itu kembali melanjutkan kata-katanya, "kalau kamu masih ingin lihat Nada dan Gladys sekolah di tempat yang bagus, makan dengan baik, dan senyum seperti sekarang, kamu harus bersama Sharon," sambung Papanya.

Cakka menghela nafas panjang. "Maksud Papa?"

"Papa akan dipecat kalau kamu nolak bertemu Sharon,"

Seakan dihempaskan dengan keras, Cakka tak dapat berkata-kata mendengar setiap kata yang Papanya ucapkan. Ini tentu diluar dugaannya, ia tentu tidak menyangka jika Sharon mampu membuat perubahan seperti itu.

"Papa, mohon!" kata-kata itu terucap dari Papanya dan ini pertama kali Cakka mendengar Papanya berkata seperti itu.

Cakka mengacak rambutnya kasar, sekuat tenaga ia meninju dinding hingga jemarinya terasa pedih.

"Papa nggak masalah kalau kamu anggap Papa dan Mama hanyalah orang tua yang mengadopsi kamu, tapi setidaknya anggap Nada dan Gladys adalah adik kamu,"

Cakka memejamkan matanya sejenak, menggeram pelan lalu akhirnya meninggalkan Papanya sendiri.

Cakka baru saja tiba di lobi saat seseorang memanggil namanya, ia menoleh ke sumber suara dan tampak melihat Shilla sedang melambai-lambai ke arahnya sambil tersenyum. Awalnya, Cakka berfikir bahwa ia sedang berhalusinasi, Shilla tidak mungkin disini tapi tubuh itu semakin tampak jelas, setelah benar yakin bahwa itu Shilla, Cakka mendekatinya, ia berjalan dengan cepat kearah gadis itu dan memeluknya tanpa ragu.

Tubuh Shilla yang berada dalam pelukannya terasa kaku lalu ia membalas pelukan Cakka. "Dasar cowok jahat! Nggak tau gue putus asa karena nomor lo nggak aktif! Lo harusnya kaget liat gue ada disini," oceh Shilla.

Cakka terdiam cukup lama, "bilang kalau semuanya baik-baik aja," bisiknya.

Shilla mengernyit namun akhirnya ia menepuk pundak Cakka pelan dan berucap, "semuanya baik-baik aja, gue akan disini bersama lo."

Where We FellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang