MARIAM, AKU CINTA KAMU SETIAP HARI!

224 9 8
                                    

"Jangan definisikan cinta sebab orang lain tidak akan percaya. Lagipula mereka semua sudah mengartikannya dan pasti tidak sama.
Cinta kamu, jalani saja..!!!"
(Ujang, bangun tidur dan belum mandi)

Cinta itu seperti ayam, saat aku dekati ia berlari menjauh, tapi saat aku kejar setengah mati, ayam itu akan diam dan terduduk menyerah. Kau tidak percaya? Coba saja.

Itu pula yang aku alami dengan perempuan kampung sebelah, Mariam. Dia adalah perempuan paling cantik di kampung itu, dan di kampungku juga. Setahuku ada enam gadis seusianya di kampung itu. Namun, hanya Mariam yang berhasil membuat malam-malamku terang benderang bagai siang. Dia juga yang membuat mendung menjadi cerah. Hanya dia yang berhasil merubah musim di dunia ini menjadi musim paling bahagia.

Balik lagi ke ayam, Mariam adalah perempuan pertama yang berani aku tembak dan aku katakan cinta. Sebelumnya, aku tidak berani karena aku yakin mereka akan menolak. Tapi untuk yang satu ini, aku sudah sangat siap. Hal tak terduga terjadi ketika dia menjawabnya dengan berlari. Berlari seperti ayam-ayamku. Aku merasa tertwantang untuk mengejar. Mariam berlari semakin kencang. Akupun mengejarnya dengan kekuatan penuh. Sungguh diluar dugaan ketika akhirnya ia berhenti. Dengan nafas tersengal ia kemudian berujar "Kenapa kamu kejar aku?"

"Kenapa kamu berlari?"

"Aku takut lihat kamu,"

"Aku juga takut kamu lari karena takut. Aku cuma ingin temenin kamu lari. Kita bisa lari bareng, kok. Kamu takut apa?"

Mariam menunduk. Aku tidak. Aku mengerti Mariam tidak mengerti maksud kalimat dan pertanyaanku.

"Aku kejar kamu untuk katakan cinta lagi,"

"Kemarin kan sudah?'"

"Itu yang kemarin. Hari ini belum."

" Ya sudah. Cepetan omongin!"

"Ya sudah. Mariam, Aku cinta kamu," Aku diam seolah bingung. Mariam juga. Tapi aku tidak tahu apakah dia bingung juga atau apa.

"Sudah ah. Aku mau pulang."

"Baiklah. Mariam, kalau besok bertemu aku lagi, kamu akan lari lagi?"

"Bodo!"

"Terima kasih,"

Sepertinya, di dunia ini hanya Mariam yang benar-benar mengerti aku. Aku sebut demikian karena hanya dia yang sempat meliriku saat dipanggil. Yang lain, biasanya akan bersikap aneh saat bertemu dengan aku. Aku tidak peduli, itu urusan mereka bukan urusanku. Tapi, apa yang Mariam lakukan dan itu berbeda, sudah menjadi urusanku.

Mariam memang cantik. Bukan aku saja yang bilang demikian. Beberapa temanku menyebut Mariam seperti bidadari di sore hari. Aku tidak mengerti maksudnya apa. Namun sepertinya, karena kulit kuningnya yang nampak seperti memancarkan cahaya. Beberapa dari mereka menyambut ucapan itu dengan tersenyum dan nampak geli. Tapi aku tidak peduli.

Mariam adalah perempuan sempurna. Santun. Walau nampak tidak pernah tersenyum kepadaku. Ia sempat menendang ember saat bicara dengan aku. Itu sebuah kesopanan yang luar biasa. Aku tidak bisa membayangkan kalau tendangan itu mengarah padaku. Apalagi kakinya yang tinggi, bisa langsung menyambar keningku. Aku pasti terkapar.

Ember itu pecah karena didalamnya ada air. Ada lapnya pula.

"Kamu tidak apa- apa?" Tanyaku peduli.

Mariam menjawab dengan eraman. Seperti kakek-kakek ingin melepas dahak di tenggorokannya.

"Aku yang tanya kamu, kamu tidak apa-apa?" Mariam balas tanya dengan wajah aneh.

"Aku baik-baik saja. Kan, kamu yang tendang ember,"

Itulah mariam. Ia hanya marah pada benda sekitar. Bukan aku. Bukan pula yang lain.

***

DEMI KAMUH, YAH DEMI KAMUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang