CINTA ITU LUKA

11 2 0
                                    

"Sempurna itu menerima segala ketidaksempurnaan, utuh, tanpa alasan."

Aku sudah sepenuhnya menghapus harapan untuk mendapatkan kesempurnaan cinta, cinta yang utuh. Kalian tahu kenapa? Karena aku tidak tahu cinta yang sempurna itu seperti apa. Aku tidak faham seperti apa cinta utuh itu. Pernah sesekali mendengar lagu-lagu mengungkapkan itu dan aku menikmatinya. Tapi, aku tidak sepenuhnya mengerti tentang apa, dan berusaha memahaminya pun, bagiku sepertinya hanya akan sia-sia saja.

Aku sempat mendefinisikan bahwa cinta sempurna untuku adalah saat aku mendapatkan kembali cinta pertamaku, Andinie. Godaan itu ada. Lalu aku hapus, namun sesaat kemudian kembali lagi. Dan sejak pertemuan terakhir dengan dia, tiga tahun lalu, aku merasakan ketika itu hidupku berakhir sudah. Hampa. Kalian tidak bisa merasakan seperti apa rasanya. Hidup dan seluruh waktuku seperti tersedot ke lobang botol lalu ada anak kecil datang dan menutupnya erat. Diikat karet, dimasukan kantong plastik dan dilemparkannya botol itu jauh ke sungai deras. Aku menghilang.

Untuk merasakan semua itu, kalian harus jatuh cinta dulu, cinta mati, lalu bangun sampai kuat, lalu tiba-tiba kamu diputusin. Dan, walaupun kamu betul-betul melakukannya, kamu tetap tidak akan merasakan sakitnya cinta seperti yang aku rasakan.

Tiga tahun aku bertahan untuk bisa bernapas, bertahan hidup. Bahwa aku pernah sakit aneh, bertingkah aneh, berperilaku tidak jelas, semua menjadi bagian dari serpihan asa yang berusaha untuk disusun kembali. Dan aku bisa pulih dalam waktu yang tidak bisa dihitung, maksudku, tidak ingin aku hitung. Semua karena do'a Emak juga. Tanpa dia, entahlah. Aku akan seperti apa. Pedih! Pedih sekali! Kalau harus mengingat bagaimana hari-hari yang harus aku jalani ketika itu, aku lebih memilih menggali sumur, dan jangan tanya kenapa atau untuk apa aku melakukannya.

Hari ini, aneh sekali, aku kembali ingat Andinie. Mengingat nama itu seperti melihat pemandangan alam yang menghampar dan aku berada di puncak gunung. Aku lupa lelahnya perjalanan, beratnya tanjakan, keringnya kerongkongan menahan haus. Aneh sekali nama itu. Mengingat dia, bagiku, seperti seorang ibu yang berdarah-darah baru melahirkan lalu dia melihat bayi imut dan mungil yang lucunya selangit. Lupalah dia akan sakit yang baru saja ia rasakan.

Andini seperti obat yang meredakan segala rasa sakit. Dan hari ini segalanya terjadi, terjadi kembali.

Aku duduk berteman secangkir kopi dan selembar kertas kosong. Aku ingin sekali menulis. Entah menulis apa. Tapi yang jelas, aku sedang ingat Andinie. Aku selalu yakin bahwa yang baik akan berbuah baik. Dan tentang aku dan Andinie, nyaris tak ada cacat. Tentang cinta dan segala yang menghiasinya, antara aku dan dia berjalan tanpa beban.

Tentang aku yang terlalu mencintainya dan dia yang terlalu tidak mencintaiku, adalah sebuah drama. Tapi belum berakhir. Drama ini masih berlanjut.

Ada Mariam setelah Andinie. Ada juga yang lainnya. Tapi, semua adalah bumbu-bumbu agar aku bisa lebih matang dengan drama yang akan aku jalani. Terus memikirkannya, membuatku merasa memiliki kekuatan. Dengan siapapun aku, dimanapun, dan tentang apapun, Andinie adalah matahari yang menjadikan siang menjadi terang benderang. Menjadikan daun-daun bisa hidup dan terus mengeluarkan energinya. Malam hari, namanya menjelma menjadi bulan, bintang, gelap, aman, ngantuk dan segalanya sehingga malam tetap terasa nyaman. Ah, berapa indah saat nama itu aku kenang.

Sekarang dengan kertas ini, aku mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang baru saja hinggap dikepalaku. Anak itu, laki-laki di mobil itu, dan segala yang mungkin akan terjadi dan akan membuatnya kembali menjadi cinta pertamaku. Ah, demi kamuh, apapun itu, aku suka. Aku bahagia.

(MUNGKIN) TAMAT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEMI KAMUH, YAH DEMI KAMUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang