OH, TIDAK !!!

112 1 2
                                    

"Usahlah kau mati-matian menuntut orang lain untuk menyukaimu. Sukai dirimu sesuka-sukamu dan biarkan orang lain menyukaimu sesuka mereka, karena Tuhan menciptakan kamu bukan karena pilihan suka atau tidak."
(Ujang, saat sadar sedang suka tanpa sebab yang nyata)

Tiba-tiba saja Andinie menghampiri mejaku sesaat sebelum istirahat. Ia bilang ada sesuatu yang harus dibicarakan, berdua katanya, hanya aku dan dia. Jangan bawa teman. Dalam hatiku kapan aku bawa-bawa teman. Ini penting dan harus tuntas. Aku semakin tegang. Tidak pernah aku merasakan degup jantung sekencang ini.

Dari jauh aku melihat Ratnani memandangi kami dengan seksama. Sepertinya dia terlibat. Ratnani bukan hanya teman sebangku Andinie, tapi lebih dari itu. Banyak pesan Andinie aku dapatkan dari Ratnani demikian pula sebaliknya. Bahkan beberapa hari terakhir, mereka sering bergantian memakai jaket yang sama. Sampai-sampai aku lupa siapa pemilik sebenarnya. Keesokan harinya mereka mengenakan tas yang sama, kaos, sepatu dan banyak lagi. Mereka seperti anak kembar yang didandani ibunya. Mereka ingin serupa walau jelas tak sedikitpun ada persamaan. Andinie berkulit putih dan selalu memancarkan cahaya. Sementara Ratnani berkulit gelap dan nampak seperti memiliki kekuatan untuk menyerap cahaya.

Aku berjalan pelan menuju kantin. Di kepalaku sesak dengan pertanyaan. Dan semuanya tentang Andinie. Tak mungkin dia bercanda. Tak mungkin pula ia hanya ingin menyampaikan pesan yang tidak serius. Kejutankah? Bukan, hari ini bukan ulang tahunku.

Kerumunan orang terasa sepi. Deretan jajanan sedap seakan tak lagi menarik. Rasa laparku hilang dan terisi dengan segudang tanya. Adakah aku melakukan kesalahan? Banyak. Tapi, yang mana kira-kira yang teramat fatal dan membuat Andinie harus mengambil keputusan sebegitu penting. Ataukah sebenarnya ia sedang bercanda?

Dari raut mukanya, sepertinya Andinie sedang menyimpan kekesalan. Pikiranku melayang, membayangkan paman. Andai dia ada di sini pasti sudah aku hujani pertanyaan dan saran, harus seperti apa aku saat ini. Soal perempuan dan percintaan, paman selalu kaya dengan ide. Bahwa semua perempuan ingin nampak sempurna, bahwa perempuan senang dimanja, bahwa perempuan senang berhias, bahkan alasan kenapa perempuan suka lama di kamar mandi, paman tahu alasannya.

Hal yang paling aku suka adalah saat paman bilang bahwa perempuan senang bicara yang sebaliknya dari yang diinginkan. Sejujur-jujurnya ia akan mengalihkan keinginannya dan memancing agar laki-laki menebak dan menjadikannya sebagai kejutan. Bahkan, apa yang menjadi kejutan bagi mereka sebenarnya bukanlah kejutan karena sebenarnya mereka sudah tahu. Kejutan itu mereka sebut demikian karena mereka tak percaya impiannya bisa nampak di depannya. Ah, Paman...aku merindukanmu.

Aku duduk sendiri seperti biasanya. Orang berlalu lalang sibuk dengan urusan masing-masing dan tak peduli. Mang Pian, pedagang roti bakar sudah puluhan kali melirik ke arahku. Ia yakin kali ini aku akan pesan seperti biasanya.

Bagaimana jika ternyata Andinie meminta aku untuk menjauhinya? Bahwa selama ini ia merasa terganggu dengan kebiasaanku? Bagaimana jika sebenarnya dia tak ingin memberitahukan bahwa segala yang aku lakukan kepadanya adalah kekonyolan yang direncanakan? Lalu ia mengenalkan seseorang yang sangat ideal untuknya, dan itu bukanlah aku? Dan usahaku selama ini gagal total.

"Belum pesan juga mah, Mamang bikinkan satu, nih rasa keju."

"Mang, pernah pacaran?"

Mang Pian tertawa yang mungkin artinya tidak atau belum, atau mungkin juga  berarti jangan tanyak Mamang soal itu. Aku kenal mang Pian sejak hari pertama aku masuk sekolah ini. Dialah yang paling pas denganku. Aku merasa cocok dengannya, caranya bicara, berpakaian, cara jalan bahkan asal keluarga dan kebiasaan leluhurnya.

"Seperti sedang ada masalah serius, Jang?" Tanya Mang Pian. "Kalau urusan nilai ulangan, datang dan tanya Mamang di sini, itu kesalahan bensar." Lanjut Mang Pian sambil tertawa. Aku gigit roti bakar lagi dan lagi. Sekarang aku mulai normal kembali.

DEMI KAMUH, YAH DEMI KAMUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang