JODOH, IKAN DAN KOTORAN

178 5 7
                                    

Semua orang tidak akan pernah membiarkan waktunya terbuang sia-sia sampai dia akhirnya tahu bahwa dia sudah melakukannya dan dia menyesal karenanya.
(Ujang, suatu sore di pinggir kali)

Putus cinta itu lebih baik ketimbang tidak pernah putus cinta. Karena tidak pernah putus cinta artinya cintanya terus manteng dan tidak pernah berubah. Seperti tidak pernah merasakan cinta. Bagiku, itu membosankan. Ah, nasehat ini jelas tidak jelas, jadi...abaikan saja!

Kawan kakaku namanya Sadan. Sekarang usianya 44 tahun. Hobinya mancing di kali. Sejak kecil aktifitasnya tidak berubah: bangun tidur, sekolah, mancing, pulang, tidur, bangun lagi, sekolah lagi, mancing lagi. Setelah lulus sekolah, dua kegiatannya tidak berubah yakni mancing dan tidur. Terus berlanjut sampai hari ini. Hingga rambutnya panjang tak terurus dan beruban berwarna perak. Ibuku menyebutnya Neng Useup. Kalau dilihat dari belakang nampak seperti perempuan, langsing dan tinggi. Kalau saja dia tidak membawa pancingan, orang lewat akan permisi dan menyebutnya teteh. Suatu hari aku tanyakan langsung kepadanya kenapa ia tidak mencari jodoh dan menikah. Jawabnya sungguh tidak menarik. Aku tidak pernah merasakan apa itu cinta. "Jodohku adalah ini!" Jawabnya sambil menunjuk gagang pancing. Aku heran. Rasanya ingin berdiri menunjukkan ekspresi seperti orang kaget. Tapi, aku tidak kaget. Benar-benar tidak. Samasekali tidak.

"Heh, Ujang, kenapa kamu tanya itu? Gak kapok kamu sama Andinie? Sebulan kamu mati. Sekarang kamu mendekati si Mariam. Haha..... Kamu gagal lagi, kamu mati lagi. Sebulan lagi,"

Sepertinya ia marah. Aku melongok ke ember bekas cat tembok yang biasa ia gunakan untuk tempat menyimpan ikan hasil tangkapannya. Masih kosong. Hingga aku yakin kalau ia marah bukan karena pertanyaanku tapi karena ikan yang tidak mau memakan umpan pancingnya.

"Mang Sadan, tahu gak kenapa ikan gak mau makan umpan pancingan Mamang? Karena mamang jelek. Tahu gak kenapa Mamang jelek? Karena Mamang tidak mau menunjukan kegantengan Mamang. Karena kegantengan Mamang tidak ditunjukkan, tidak ada perempuan yang mendekat," aku melihat Mang Sadan menatapku tajam. Matanya memerah. Dadanya nampak naik turun. Aku mulai merasa aneh. Seperti akan ada bencana dari langit. Aku menundukan kepala agar bola mataku bisa melihat tajam dengan lirikan ke arah Mang Sadan. Jelas aku dapatkan sebuah gelagat tidak bagus. Aku melihat ke pancingan Mang Sadan di kali.

"Mang, pancinganya ditarik ikan?" Aku berteriak sambil menunjuk ke kali. Begitu ia menengok ke air. Aku berlari. Melesat seperti angin. Meninggalkan Mang Sadan bersama pancingan dan ember bekas cat temboknya yang masih kosong.

"Gila kamu Ujaaaaang!!! Gila lagi kamu!!!....."

Aku mendengar teriakan tidak berakhir di situ hingga jarak pelarianku menghentikan suaranya. Sudah cukup jauh aku berlari. Dan aku ingan pesan Mang Sadan tentang Mariam. Aku ingat Mariam, dan sadar kalau hari ini belu, bertemu dan mengatakan cinta.

***

Semenjak tahu bahwa Mariam adalah anak penjual cuanki di perempatan Dago, aku semakin yakin bahwa Mariam lah orang yang diimpikan Emak tempo hari. Emak bilang kalau ia bermimpi ada perempuan mampir di rumahnya. Mengucapkan salam dan mencium tangannya. Emak tidak tahu siapa namun Emak merasa begitu dekat dan akrab dengannya. Dalam mimpi itu Emak sempat jalan dengannya di sepanjang jalan Dago. Entahlah, katanya, tempat itu juga terasa begitu akrab, seperti halaman rumah sendiri.

Sempat aku tanyakan wajah perempuan itu, seperti siapa, pakaiannya bagaimana, atau apa saja yang bisa emak ingat. Emak bilang tidak ada. Jawaban ringan yang begitu lekat di kepalaku adalah ketika Emak bilang bahwa mungkin itulah jodohku.

"Jodohmu sudah dekat, Jang,"

Maka aku artikan itu semua sebagai sinyal yang akan menuntun langlahku. Emak memang ajaib dan sering memberi aku kejutan istimewa. Sekarang keajaiban itu ia tunjukkan dalam bemtuk mimpi. Aku jelas bahagia.

Aku masih ingat Andini. Dan itu menyakitkan. Entah sakit karena apa. Emak bilang sakit itu datang karena kesalahan yang disesali. Aku berpikir keras untuk menemukan itu. Dan aku tak mendapatkannya. Aku tidak menemukan kesalahan dalam hubungan aku dan Andini dan tidak pula menemukan penyesalan. Kalau Andini menikah dengan orang lain bukanlah kesalahan. Dan akupun tidak menemukan kesalahan dengan langkah aku, tapi kenapa terasa menyakitkan? Menyesal karena apa? Tidak ada. Tapi kenapa aku sakit saat ingat Andini?

Mariam adalah jawabannya. Mariam akan bisa menghapus bayangan Andini. Selain itu, kata Mang Sapir, Mariam anak yang baik dan tidak macam-macam. Mang Sapir adalah tukang kambing yang berhasil membujuk Emak untuk menjual kambing kepadanya. Harganya sama dengan yang lain, tapi entah kenapa Emak nampak puas dan berseri-seri saat menjual kambing itu kepadanya. Seperti ada aura kebahagiaan yang menyebar lewat ucapan Mang Sapir.

"Jang, tidak usah repot-repot mencari tahu siapa jodoh kamu, dia akan datang sendiri. Kamu berbuat baik, melakukan kebaikan terus, orang-orang baik akan mendekatimu. Satu dari mereka adalah jodohmu," 

"Mang Sapir, dulu pacaran sama si Bibi berapa lama? Kenal dimana? Godaannya apa? Kenapa sama si Bibi?"

Mang Sapir. Menatapku setengah melotot. "Ingin dijawab yang mana dulu, Jang?"

"Terserah Emang,"

"Emang suka yang terakhir. Belum pernah ada yang nanya kaya gitu. Kenapa si Bibi ya? Kenapa Ecih yang jadi istri Emang? Karena Ecih paling cantik? Ah, bukan. Hanya Ecih yang mau sama Emang? Bukan juga. Coba kalo Emang ngomong sukanya sama Wati, mungkin Wati mau, dan sekarang Emang pasti sudah jadi suami pemilik kedai sate itu. Emang teh mau jawab tapi bingung,"

"Apa tanda-tandanya jodoh Emang sudah dekat waktu itu?"

"Apa atuh Jang, malah jadi ga ngarti kepala Emang,"

Aku terus desak Mang Sapir agar bisa menceritakan semuanya. Aku juga sampaikan tentang mimpi Emak. Bahwa aku terus bertanya yang bikin Mang Sapir bingung adalah karena mimpi Emak.

Mang Sapir menjadi tidak ragu lagi untuk menceritakan segala kisah hidupnya yang berkatan dengan percintaan. Menurutnya, mencari cinta sejati itu seperti menanam pohon, kalau mau hasilnya bagus ya harus tanahnya subur, agar tanahnya subur ya harus dipupuk. Mencari pupuk yang bagus ya harus bermain-main dengan kotoran. Kotoran yang mana yang bisa dipakai, ya harus aduk-aduk dulu itu kotoran. Aku suka mendengarkan kisa cinta orang-orang hebat, termasuk Mang Sapir. Tapi, aku tidak suka mendengarkan cerita tentang kotoran, m3mbayangkannya, apalagi mengaduk-aduknya.

Mang Sapir, terus saja bicara dan tak bisa aku hentikan. Aku tinggalkan dia. Dengan kicauannya tentang kotoran. Aku kembali ingat Mariam. Ingin bertemu dan menceritakan kepadanya tentang mimpi Emak, ikan yang enggan makan umpan pancingan Mang Sadan dan kotorannya Mang Sapir.

DEMI KAMUH, YAH DEMI KAMUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang