[Barista] Hati, Darah, dan Kecupan

105 18 16
                                    

Title: Hati, Darah, dan Kecupan

Author: Adeil011

Genre: sad

Rating: General

Cast: Kim Taehyung, Kim Namjoon.

Disclaimer: Plot dari ide, cuman pinjam nama, baca dengan bijak.

.

Skor Anda

425

Menyebalkan sekali. Taehyung mendengus beberapa kali, melirik hujan yang menghujam tak henti jatuh ke aspal. Bahkan skor game ularnya tak pernah lebih, nantinya akan berakhir dengan menghantuk tembok pembatas ataupun memakan ekor sendiri. Taehyung kesal sekali, seharusnya ia tak mendengarkan rayuan Jimin untuk menemani bantet pendek itu.

"Jimin sialan, kupastikan kepalanya tak lagi di tempat besok. Sumpah ini dingin." Menggigil dalam redam lalu melihat angka jam ponselnya yang berganti setiap menit. 37 menit setelah kelas malam berakhir, ia sudah yakin bahwa ia menelepon Ayahnya sejam sebelum jam malam usai. "Sial," umpatnya lagi.

"Taehyung-ah...." Taehyung dengan cepat berlari, setiap titik hujannya menghunus dengan tajam. Ia membanting pintu, melihat ke samping dengan tajam.

Dan hanya sunyi senyap yang tercipta selain suara hujan.

"Bagaimana sekolah?"

"Baik, nilai C ku sudah ada 3, selainnya D. Hmm ... bulan ini aku hanya merusak pintu kamar mandi siswa tidak siswi kok," ucapnya dengan nada menukik, "membuat satu set loker rusak ringan, dan ... itu saja kurasa. " Taehyung tersenyum miring, berharap Ayahnya akan naik darah dengan sikapnya yang kontinius –dan yah ... membosankan.

Tapi tidak, Ayahnya selalu tersenyum hangat kalaTaehyung menceritakan segala kenakalannya, menceritakan setiap detil bahwa ia merupakan bocah paling kurang ajar di sekolahnya. Laksana angin, Ayahnya bergeming mengikuti arus, "hei Namjoon! katakanlah sesuatu."

"Tidak ada, kau tetap yang terhebat di mata Ayah." Namjoon selalu menjadi pendukung Taehyung nomor satu. Meski Yoongi –rekan kerjanya— mengumpati Taehyung terlampau sering, berkilah bahwa jika Yoongi memiliki anak seperti Taehyung mungkin ia akan menghabisinya, namun Namjoon tetap menampilkan lesung pipi manisnya.

Tubuh Taehyung merosot, mengalihkan atensinya pada hujan di luar kaca mobil.

"Taehyung hanya lupa," ucap Namjoon lembut.

Yoongi mengusak rambutnya keras-keras. Sudah keberapakalinya ia melihat Taehyung memanggil Namjoon tanpa panggilan honorifik, menubruk lengan kala Namjoon tak ada kesalahan apapun, menatap Namjoon dengan lirikan luar biasa bangsat. "Ini kau yang bodoh, Namjoon! Kau Ayahnya, bukan kacung."

"Taehyung masih remaja, bahkan tadi malam aku yang salah karena tak bergegas."

"Itu beda masalah, kau terlambat karena tubuh lemah sialanmu itu! Dia yang tak tahu apa yang terjadi di balik layar, anak tak tahu diuntung."

Sejenak Namjoon hanya membiarkan Yoongi menggebu, matanya hanya menetap pada figura mendiang Ibu Taehyung. "Aku yang membunuh Ibunya, dan itu tak tergantikan sebelum aku mati."

"Omongan bodoh macam apa itu? Jika kau menganggap kau membunuh Ibunya, lalu akan kuanggap kau yang menyelamatkan nyawa bocah berengsek itu."

Namjoon tertawa renyah, "sudahlah mengumpatnya, kau tak bisa hidup tanpa mengumpat, ya?" Namjoon membalikkan kursi untuk kembali bekerja.

Setidaknya itu yang Taehyung alami di detik-detik terakhir yang ia punya bersama sang Ayah. Rasa benci yang terlanjur membelenggu membuat nasehat Yoongi di tahun kedua peringatan kematian sang Ayah terasa menghunus lebih dalam.

"Sekarang kau mau apa, anak nakal? Melenyapkan kesepian atau lari dari teriak ketakutan?"

Sekali lagi airmata Taehyung jatuh, kembali mengingat ada beberapa organ Namjoon di tubuhnya; hati, darah, dan kecupan Namjoon sebelum Taehyung terlelap.

Ayahnya memang tak seperti Ayah lain, Ayahnya ceroboh dan sama sekali tak asik. Namun hanya Ayahnya yang menganggap Taehyung hebat. Ya, hanya Ayahnya.

Fin.

[NOVEMBER] Regular MenuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang