Part 25

110 9 70
                                    

Dengerin Soundtrack.nya ya guys..
#

Author Pov,-

Dengan langkah yang di seret Arga masuk ke dalam penginapan. Menatap nanar kamar yang terasa begitu kosong.

Kemarin, masih ada pertengkaran kecil. Suara Swan yang berteriak histeris. Arga yang terkejut, dan lekas bangkit. Mereka yang berpelukan. Bahkan tidur bersama sampai matahari menggelitik Arga untuk bangun.

Jantungnya berdegup hebat, saat melihat gadis yang terpejam dalam peluknya.

Semua kenangan itu, mendesal masuk ke dalam pikiran Arga.
Detak suara jam dinding menggema di seluruh ruang kamar yang sunyi. Waktu menunjukkan pukul 03.00 pagi. Tapi Arga masih terjaga.

Tanpa suara sedikitpun. Dia hanya diam di atas ranjang Swan. Menekuk kakinya sampai ke dada, memeluknya erat, dengan wajah yang terunduk.

####

Swan masih menangis. Matanya yang mungil, kini membengkak.

Woo Bin hanya diam melihatnya. Menatap pilu pada gadis kecilnya yang biasanya penuh dengan tawa. Hatinya meronta, ingin sekali membiarkan dia pergi menggapai apa yang dia mau.

Tapi, pikirannya menghalangi itu semua. Dia tidak mau kehilngan Swan. Tinggal sendiri di bawah atap yang besar. Kalau Swan pergi, maka dia akan benar-benar merasa sebatang kara.

"Swan..." lirihnya. Beringsut mendekati gadis yang kini tengah meringkuk di lantai kamarnya. Tubuhnya bergetar, suara isak tangisnya begitu menyayat hati pendengarnya.

"Aku baik-baik saja. Kembalilah ke kamarmu!" Dia terdengar begitu lugas. Sebutan Oppa, yang biasanya di ucapkan dengan nada manja, sudah tidak terdengar lagi.

Seandainya waktu itu aku tidak mengijinkan kamu bekerja. Seandainya kamu masih jadi Swan yang menungguku di depan pintu, saat aku pulang. Seandainya kamu tidak bertemu dengannya lagi. Seandainya semua itu bisa terulang kembali. Apa mungkin ini masih akan terjadi..?
Apa mungkin, kamu tetap hanya menjadi milikku?.
Seandainya ini mimpi, ku mohon, siapapun cepat bangunkan aku.

Woo Bin terus berandai-andai. Berharap ini semua adalah mimpi buruk. Dan kembali normal saat pagi membangunkannya. Tapi sayangnya, semuanya terlalu nyata untuk berubah jadi mimpi.

Perintah Swan tidak di indahkan oleh pria ini. Woo Bin masih setia di samping Swan. Melihatnya menangis tanpa bisa menyentuhnya. Tanpa bisa menghiburnya. Karena saat ini, bagi Swan, luka adalah dia. Orang yang ingin menghiburnya ini, adalah sumber luka baginya.

Di pikirnya, Swan hanya akan menangis sebentar. Lalu, akan kembali normal setelahnya. Tapi kenyataannya, dia menangis sepanjang malam. Bahkan sampai sinar matahari menyusup masuk dari celah jendela. Membiaskan sedikit cahaya di kamar yang gelap. Woo Bin masih melihat dia menangis.

"Aku mohon, berhentilah menangis!" Pinta Woo Bin putus asa. Keadaan Swan terlihat begitu mengenaskan. Gaun putih yang kusut, rambut panjang yang berantakan, mata yang hitam dan bengkak, bahkan bibirnya juga ikut membengkak.

"Aku, aku bisa membuatmu bahagia lebih dari dia Swan. Aku bisa memberi apapun yang kamu mau. Kembalilah seperti Swanku yang dulu!. Sebelum dia datang di antara kita." Woo Bin mencekram kuat kedua sisi bahu Swan. Menatap dalam di kedua bola matanya yang basah. Berharap mata itu kembali berbinar, menciptakan lekukan tulus dari bibirnya.

"Oppa, maaf!" Hanya itu yang berhasil keluar dari bibirnya yang bergetar. Lalu kembali menangis seperti sebelumnya.

Seperti terjanggal batu besar. Otaknya terasa berat, penat, dan sakit. Dia terus berpikir. Apa sudah benar keputusannya ini.
Mempertahankan Swan disisinya. Meski harus kehilangan senyumnya.

Senyumnya yang mampu mengikis habis seluruh beban di hatinya. Senyumnya yang mampu, membuat dunianya berwarna. Apa dia sanggup, jika harus kehilangan senyum itu selamanya?.

Seolah hidup dengan batu es. Pelukan yang terasa dingin. Senyumnya yang hanya ada dalam ingatan. Canda yang hanya ada dalam mimpi. Apa dia sanggup melalui itu semua?.

Melihatnya menderita. Apa mungkin hidup seperti itu yang di inginkannya?.

Woo Bin Pov,-

Hatiku sakit lihat kamu gini Swan. Menangis semalaman karena laki-laki lain.

"Apa kamu begitu menyukainya?" Swan mendongak. Dia menatapku dengan linangan air mata. Sakit, terasa seperti seratus jarum menusuk hatiku.

"Ya.." Suara yang terdengar berat tapi tegas. Sorot matanya memperlihatkan kesungguhan.

Sepertinya, sudah gak ada harapan lagi buat aku. Udah gak akan ada lagi kata 'Kita' untuk 'Aku dan Kamu'.

"Tapi, aku juga suka kamu. Lebih dari apapun, kamu yang paling berharga untukku." Air mata berhasil lolos dari dinding pertahananku.

"Aku sayang kamu. Oppa, tanpa ijin darimu aku tidak akan pergi kemanapun. Karena Oppa, adalah satu-satunya keluarga yang ku punya."

Tapi hatimu sudah pergi sejak lama Swan. Kamu saat ini, hanya cangkang kosong. Tanpa Arga, tidak ada kehidupan di matamu.

Dia tersenyum padaku. Dan untuk pertama kalinya, aku benci senyumnya. Senyum paling menyedihkan, di paksakan, ini sangat menyakitkan untukku.

"Pergilah Swan. Aku baik-baik aja. Pergilah, sebelum aku berubah pikiran." Dia menatap lekat mataku, segera ku alihkan pandanganku. Jika ku lihat mata itu, mungkin aku akan memeluknya dan mengekangnya lagi. Untuk saat ini, aku hanya ingin dia bahagia.

Swan meraih Handphon-nya di atas ranjang tidurnya. Melirikku sekali lagi, lalu berlari pergi.

Bayangan kenangan indah berputar seperti kaset dalam otakku. Saat dia pertama datang ke rumah ini.

Dengan tas kuning yang menggantung di punggunya. Rambut hitamnya yang panjang berkibar di terpa angin yang masuk dari sela jendela.

Kamu tersenyum padaku hari itu, dan pada saat itu juga aku jatuh cinta padamu.

Setiap malam melihat acara musik. Bernyanyi bersama, menari asal-asalan, lalu kita akan tertawa bersama. Gerakan aneh yang membuat kita bahagia. Hal kecil, yang menjadi kenangan besar dalam benakku.

Makanan aneh yang kau buat dengan penuh semangat.
"Gimana? Enak?" Tanyamu dengan mata berbinar.
"Ahaha, tentu saja.. hemm ini enak banget." Rasa asin dan pahit menjalar di dalam mulutku. Tapi aku terus memakannya dengan penuh semangat, tersenyum dan mengatakan enak di sela makanku. Lalu kamu penasaran, mengambil sesendok masakanmu dari piringku. Dua detik kemudian, kau berlari ke dapur, memutahkan semua makanan di mulutmu.

Kamu melirik sengit kearahku. Aku terbahak melihat ekspresimu, lalu kau ikut tertawa bersamaku. Berlari padaku, dan memelukku erat.

Kamu yang seperti itu. Mungkinkah bisa terulang?
#

Kamu yang selalu ada di saat aku terpuruk. Menghapus air mataku, di hari paling berat dalam hidupku. Menggantikan Ibuku, memanjakanku, menemaniku, meskipun terkadang menjadi sebaliknya. Kamu bisa menjadi apa saja, agar aku bahagia.

Hari ini kelopak bunga berjatuhan di tanah. Seperti aku, dia akan sendirian lalu kesepian.

Seperti aku, saat langit di tinggalkan bintang. Dia akan kembali sendiri dan menangis seperti hujan.

Seandainya kamu tau pikiran dan hatiku yang tersayat.
Aku yakin, kamu akan kembali berlari kepadaku.

Tapi, bukan sebagai Swan yang hangat. Hanya sebongkah cangkang kosong, yang merindukan penghuninya.

Jika kepergian adalah bahagia untukmu. Maka aku tidak akan pernah ragu melepasmu.

Aku mencintaimu, seperti bintang mencintai matahari. Mereka berdiri di langit yang sama, tapi takdir tidak akan membuat mereka bersatu.

Aku hanya ingin kamu ingat satu hal. Kalau dulu, ada orang yang sangat mencintaimu. Pria bodoh yang membiarkanmu pergi dengan pria lain. Pria bodoh, yang baru bisa bilang suka, saat semuanya sudah terlambat. Ingatlah! Pria bodoh itu, akan selalu mencintaimu sampai kapanpun.

Bingkailah kenangan kita dalam pikiranmu. Tersenyumlah, saat aku melintas dalam mimpimu. Aku harap, bayanganku masih mampu membuatmu merasa senang. Semoga saja.... yah.. semoga....

Jember, 22 November 2016

Take Cover Me 🌸 Complite 🌸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang