Part 20

88 10 25
                                    

Author Pov,-

"Boss, sakit ya?" Dengan raut wajah cemas Swan mengobati luka di lengan Arga. Lukanya gak parah sih, tapi di sekitar lukanya membiru.

"Ini salahmu tau!" Bentak Arga geram, pada gadis yang tengah sibuk dengan lukanya.

"Maaf Boss! Aku bakal tanggung jawab kok." Bibir Swan mengerucut. Bukan maksudnya membuat Bossnya terluka seperti sekarang.

"Pokoknya, kamu! harus urusin aku sampai sembuh" Arga menunjuk wajah Swan. Matanya melotot pada gadis itu.

"Iya.. iya...!" Jawab Swan penuh penekanan. Lalu kembali fokus mengobati luka Arga.

"Kita pulang duluan aja ya? Aku gak betah disini." Kata Arga. Dia menghembuskan nafasnya kasar, seolah rasa penat sudah memenuhi ruang dadanya.

"Ya udah, entar aku bilangin sama Biyan." ucap Swan tanpa mengalihkan pandangan dari luka yang di rawatnya.

"Gak usah! Kita pulang sendiri aja. Aku punya rumah di dekat sini." kata Arga datar.

"Loh, Boss punya rumah di daerah sini? Sejak kapan Boss? Rumahnya seperti apa? Gede apa kecil? Terus...." belum sempat Swan melanjutkan ocehannya, Arga berdesis dan memotongnya.

"Ssst...! Dasar! Cerewet banget sih. Gak usah banyak nanya. Kamu tadi kan udah janji mau ngerawat aku." mendengar protesan Arga, Swan kembali terdiam dan menunduk menatap luka Arga yang masih di obatinya.

"Udah nih Boss." tanpa banyak bicara lagi Arga lagsung mengambil kunci mobil. Mereka tidak perlu berkemas, karena semua barang sudah ada di dalam mobil.

Swan hanya mengirim pesan pendek pada Biyan. Setidaknya dia gak bingung kalau tau Swan dan Arga tidak ada disana lagi.

Arga Pov,-

Aku memutuskan membawa Swan ke rumah kecilku di daerah sini. Rumah yang hanya di ketahui oleh orang terdekatku. Entah kenapa gadis ini membuatku nyaman. Tidak perlu waktu lama baginya untuk mencuri perhatian dan rasa percayaku untuknya.

Membawanya kemari adalah bukti bahwa aku sudah tidak lagi menganggapnya orang asing.

Swan, saat ini ada gadis yang dekat denganku. Dia adalah seorang gadis ceria dengan nama yang sama dengamu. Dia memiliki senyum yang indah sepertimu. Meskipun dia terlihat manja, tapi sebenarnya dia cukup bisa di andalkan. Dia selalu melindungiku, yah.. Meskipun karena ini adalah pekerjaannya, entah kenapa aku merasa sangat nyaman dengannya. Swan, kapan sih kamu balik ke aku? Aku kangen.

"Hey... Boss... Boss....!" tangan Swan melambai tepat di depan wajahku, sangat dekat sampai membuatku kaget dan bangun dari lamunanku.

"Resek banget sih! Bikin kaget orang." omelku kesal.

"Ikh apa sih, salah Boss sendiri yang bengong." dasar gadis tengil, bukannya takut aku marahin malah jawab.

"Gini ya Bossku tersayang... Rumah Boss bocor semua. Lagian nih ya, Boss kan kaya, tapi rumah kok bocor. Ck...ck...ck...!" Swan mengejekku dengan kritikan dan decakkan menghina. Nyesel banget udah ngajak nih bocah ke rumah rahasiaku.

"Cerewet banget sih. Kalau gak mau disini, sana gih tidur di dalem mobil." dengan rasa kesal yang meluap ku bentak Swan. Tapi dianya malah balik marah.

"Idih, ogah. Boss aja sana yang tidur di luar!" timpalnya balik, membuatku geram setengah mati. Bisa-bisanya sih aku ngajak dia ke rumah kecilku ini?.

Tapi, kalau di pikir-pikir lagi, aku yang paling aneh sekarang. Belum satu bulan Swan kerja denganku, dan dengan percayanya aku membawanya ketempat paling pribadi milikku. Bahkan aku membiarkannya bercanda, dan berdebat denganku.

Aku berjalan menyusuri rumah kecil kesayanganku ini. Memeriksa laporan 'Bocor' yang sempat ku perdebatkan dengan pengurusku itu. Ternyata benar, ruang tengah hampir seluruhnya basah. Meskipun sudah di lap dengan kain oleh si nenek cerewet tadi.

Aku kembali berjalan ke dapur, ku temukan Swan sedang berkelut di depan kompor. Ku dengar suara letupan air mendidih dari arahnya. Ku dekati dia, mencoba mengintip aktivitasnya yang menibulkan suara letupan air. Ternyata benar, dia sedang memasak air dalam panci dan air itu sudah benar-benar mendidih. Swan memasukkan dua bungkus Mie ke dalam air beserta bumbunya.

Aroma Ramyeon menyeruak masuk lewat indra penciumanku. Merangsang dan membangunkan cacing-cacing kecil dalam perutku. Mereka mulai meronta-ronta sampai membuat perutku sakit (Lebih tepatnya dia laper. 😹).

"Masak apa?" tanyaku basa basi. Padahal udah jelas dia lagi masak Ramyeon, masih aja nanya. Lupakan itu, ku rasa air liurku akan segera menetes. Dan cacing dalam perutku akan memggorogoti perutku sampai bolong karena tidak di beri makan. Jangan sampai deh.. Amit-amit 'getok kepala 3x'.

"Ramyeon Boss," jawabnya tanpa menoleh padaku. Yah siapa yang perduli dia melihatku atau tidak. Aroma Mie panas bercampur dengan aroma hujan yang dingin. Pengurus yang pintar, dia masak Mie di saat dan waktu yang tepat.

"Mau pake telor gak Boss?" Swan menuangkan Mie dari dalam panci ke dua mangkuk kramik berwarna hitam di depannya. Dia terihat begitu serius, padahal cuma masak Mie.

"Ya." jawaban jutek, bukan karena aku cuek, cuman sedikit gengsi doang karena habis berantem sama dia.

Kratak....Kratak...Brwakkkk!!

Suara aneh yang di susul dengan dentuman keras terdengar dari luar rumah. Karena penasaran akupun berlari keluar, membuka kenop bulat pintu depan. Swan sudah tepat berada di belakangku. Dia ikut berlari saat aku berlari tadi.

Sebuah papan putih besar terjatuh dari atas rumahku. Itu papan nama Restoran lama, dulu rumahku adalah bekas Restoran kecil milik sepasang suami, istri. Berhubung mereka sudah sangat tua, akhirnya mereka menjual tempat ini dan lebih memilih tinggal bersama anaknya di Busan.

"Boss tunggu disini, aku akan membereskannya." Swan langsung berlari menghampiri tempat papan itu terjatuh, padahal hujannya sangat deras, papan itu kan bisa di bereskan besok. Dasar gadis bodoh ini.

Swan terlihat sangat memaksa untuk mengangkat papan itu. Ya bagaimanapun juga dia itu perempuan, gak bakal kuat, papan itu kan cukup besar.

"Ck... Bodoh!" desisku lalu menghampirinya. Ku angkat papan itu. Swan terkekeh saat melihatku menjadikan papan itu sebagai payung. Swan menghampiriku, mendekap pinggangku dengan sangat erat. Tidak ku pungkiri, perbuatannya membuatku lupa cara bergerak untuk sesaat.

"Hey Bodoh, apa yang kam..."

"Makasih Boss. Aku tau kamu akan menolongku, tidak akan membuatku kesusahan sendiri, Bossku yang baik." ocehnya sambil medesalkan kepalnya di puggumgku. Huft, jantungku berdegup kecang. Jantung.. Jantung, tenanglah, nanti dia bisa dengar.

"Kamu.. Kamu ja.." lagi-lagi dia memotong kalimatku.

"Boss akan selalu datang saat aku susah. Seperti waktu di hutan waktu itu, Boss tidak mungkin meniggalkan aku sungguhan, meskipun ular itu juga berjasa sih. Ular itu ngebuat Boss kembali padaku lebih cepat dari seharusnya. Boss boleh mengelak dari Analisisku, tapi akulah yang paling tau hatimu. Aku sayang Boss! Cuayo Boss, Nomu... Nomu.. Cua!" malam ini, di bawah hujan yang menciptakan irama dari percikannya, dia mengatakan kalau dia sangat meyukaiku. Meskipun dia mengatakannya dengan cengiran aneh yang begitu lebar. Aku mendengar nada keseriusan di setiap kalimatnya.

Aku memang brengsek Swan Aleya. Malam ini jatungku tidak mau berhenti berdegup karena dia. Aku tidak tau apa yang ku rasakan sebenarnya, tapi jika boleh ku tebak. Mungkinkah hatiku mulai terbuka? Dengan gadis yang memiliki nama yang sama denganmu. Bagaimana ini Swan? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kembali dan lindungilah hatiku yang rapuh. Gadisku.

Maaf lama updatenya kyahahaha...
Lagi gak ada feel banget. Aku tadi sampai pinjem novel buat reverensi hihi.
Happy readimg teman... 😘😘

Jember, 30 Oktober 2016

Take Cover Me 🌸 Complite 🌸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang