From The Guilty Part 4

82.3K 6.7K 146
                                    

“Baik pak! Saya sudah menuju ke sana! Dua puluh menit lagi saya akan sampai!” seru Kiara dengan panik, namun ia berusaha agar suaranya terdengar sesantai mungkin.

Namun sayangnya napasnya yang memburu dan nada yang sedikit tinggi karena panik, malah terdengar seperti orang kelabakan yang berpura-pura seolah semua baik-baik saja. Ia sekarang malah dengan tidak sabarannya mengancing kancing teratas belakang gaun santainya dengan terburu-buru, sedangkan telepon rumahnya ia jepit antara telinga dan pundaknya.

Sebenarnya ia ingin memakai jins atau celana kainnya, tapi menurutnya memakai celana akan membuatnya lebih lama. Jadi ia memilih memakai pakaian gaun agar ia bisa langsung memakainya tanpa perlu mengancing kemeja atau resleting celananya. Bisa-bisa nanti dia kecolongan satu kancing atau lupa untuk menaikkan resletingnya.

Sebenarnya Kiara selalu mewanti saat-saat seperti ini dengan menyiapkan dirinya sendiri dengan gaya formalnya, karena panggilan tiba-tiba di hari minggu seperti ini bukanlah pertama kalinya. Bahkan Jarvis pernah memanggilnya dengan tegas, hanya untuk menyiram tamanan di halaman besar rumah lelaki itu.

Perintah yang benar-benar tak penting, namun tak membuat Kiara sama sekali protes. Ia malah menikmati. Setidaknya ia punya pekerjaan kecil di hari minggu selain makan dan tidur di sofa depan tv, mengingat rumahnya tak memiliki halaman yang luas ataupun kolam ikan yang besar untuk sebagai perhatian lainnya di rumah.

Tetapi ia benar-benar tak menyangka bahwa sepagi ini, di jam enama lewat ini, ia akan mendapatkan panggilan dadakan. Biasanya Jarvis menyuruhnya ini itu saat hampir jam makan siang saja.

Cepatlah! Jangan sampai benda-benda ini membusuk!” kata tegas diujung sana lagi.

“Baik pak!”

Dan Phoebe?

“Ya, pak?”

Berhati-hatilah di jalan,”

Seketika semburat merah muncul dari pipinya begitu mendengar kalimat yang keluar dari mulut tegas atasanya. Mendengar itu pikiran-pikiran anehnya melayang-layang semakin membuat rona merah di wajah Kiara semakin menjadi.

'Siapa yang tahu kalau di masa depan, kau mungkin akan jatuh cinta padanya? Atau mungkin sebaliknya, dia yang jatuh cinta padamu? Bagaimana?' Kalimat Jesy semalam itulah yang membuatnya merona. Kalimat itu teringat begitu saja saat mendengar kalimat hati-hati dari Jarvis.

Kenapa kau diam? Apa kau sedang tersipu di sana?

Wajah Kiara memerah sempurna mendengar tebakan tepat sasaran Jarvis. Ia sangat bersyukur mereka hanya terhubung melalui telepon itu sekarang.

Jangan terlalu berharap! Saya mengatakan itu karena saya tidak mau bertanggung jawab jika kau kenapa-kenapa saat kemari! Jadi berhati-hatilah di jalan jika kau tidak ingin merepotkan saya, mengerti?!” seru Jarvis di ujung sana menekankan kata terakhirnya.

Kiara jadi malu sendiri sekarang. Ia hanya terkekeh polos sebelum menjawabnyanya mengerti.

***

“Kau terlambat lima menit.” ucap Jarvis begitu ia membuka pintu rumahnya, saat mendengar suara bel menggema di dalam rumah itu.

“Maaf.” kekehnya.

Jarvis tertegun. Perempuan yang ada di depannya sekarang bukanlah perempuan yang sering ia lihat di kantornya. Walau ini bukan kali pertama Kiara ke rumahnya, tetapi biasanya Kiara tetap masih memakai gaya formal kantornya.

Namun, perempuan yang ada di hadapannya sekarang tidak seperti Kiara yang selalu menggelung rambutnya serta memakai kemeja kantor. Bahkan di kantor Kiara lebih memilih memakai celana kain panjang dibandingkan rok ketat yang sekertaris-sekertaris sebelumnya pakai. Kiara biasanya memakai roknya jika ia lagi melaundry semua celana kainnya. Itu pun biasanya hanya seminggu sekali.

From The GuiltyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang