“Lewat sini, tuan.” sahut sang pelayan pria tepat setelah ia menemukan meja yang telah dipesan oleh Jarvis untuk makan malam bersama kliennya.Jarvis dan dua orang pria yang berpakaian jas kerja seperti dirinya pun melangkah, mengikuti pelayan yang mengarahkan mereka ke meja mereka. Meja itu berada di depan, cukup dekat dengan panggung kecil yang hanya dipisahkan oleh satu meja antar meja Jarvis dengan panggung kecil itu.
Jarvis meneliti sekitarnya sembari mengikuti pelayan itu. Restoran yang tidak buruk, pikirnya.
Ia baru pertama kali ke restoran tersebut, mengingat ia memang lebih suka makan di rumah. Ia makan di luar seperti ini karena klien yang juga merupakan teman lamanyalah yang menyarankan tempat ini. Ia pun cukup menyukai kesan klassik mewah namun tak berlebihan yang menyelimuti dalam restoran ini.
“Kudengar ini restoran yang cukup terkenal di sini. Porsi lumayan, pelayanan yang ramah, dan ada suara musik yang sangat indah selalu menemani pelanggan seperti ini.” bisik pria berkacamata yang berjalan di samping Jarvis.
“Tidak buruk.” respon Jarvis dengan nada yang malah terdengar acuh.
Suara melodi lembut mengalun indah nan menenangkan begitu Jarvis duduk di kursinya, diikuti dua pria lainnya. Jarvis adalah tipe orang yang sulit dibuat kagum, namun setelah mendengar alunan melodi yang menyelimuti restoran, membuat Jarvis menatapkan restoran ini sebagai restoran terbaik yang ada di sini sejauh ini.
“Menunya, tuan.” sahut seorang pelayan memberikan sebuah buku lebar yang berisi tentang daftar lengkap menu-menu yang tersedia kepadanya dan juga teman-teman lamanya.
Jarvis memesan makanannya. Ia kemudian menenggelamkan dirinya bersama teman-teman dalam obrolan pria. Terkadang mereka membahas pengalaman masing-masing, atau juga kerkadang bisnis yang hanya di mengerti oleh orang-orang seperti mereka.
Namun Jarvis sendiri tak begitu banyak bicara. Ia hanya lebih sering tersenyum miring yang terlihat mempesona, hanya untung merespon teman-temannya. Jarvis sendiri hanya akan mendominasi pembicaraan jika obrolan mereka menyakutkan tentang bisnis. Dan jika itu sudah terjadi , ia akan membuat kedua pria tersebut terperangah dengan pengetahuan bisnis yang dimiliki oleh seorang Jarvis Brahms. Sebelum akhirnya pesanan mereka tiba dan mereka memakannya dengan tenang, walau sesekali diiringin obrolan yang sama.
Jarvis terkekeh kecil saat mendengar pembicaraan kedua pria yang sekarang memuji dirinya akan kemenangan-kemenangan Jarvis dalam pertandingan-pertandingan sepak bola yang pernah ia ikuti semasa sekolah dulu, sembari dirinya mengelap bibir tipisnya yang baru saja menyelesaikan makannya dengan sehelai tisu.
Kedua pria itu memuji betapa hebatnya Jarvis dulu dan sekarang. Dulu semasa sekolah, Jarvis digemari oleh para gadis maupun lelaki karena karena sosoknya yang luar biasa. Jarvis dikenal sebagai murid yang ahli dalam berbagai bidang olahrga, Jarvis juga hampir menguasai semua mata pelajaran. Dan melihat Jarvis sekarang sangat sukses sebagai seorang pebisnis muda, membuat siapapun yang mengenalnya akan semakin kagum dengan sosoknya.
Apalagi wajah tampan Jarvis yang terpahat sempurna seperti patung Adonis, membuat pria itu hampir tak memiliki kekurangan sedikit pun di usia matangnya kini.
Untuk beberapa saat Jarvis mulai tersadar bahwa ia sudah duduk dan makan di meja itu hampir 30 menit lebih, namun dentingan lembut yang membawa kenyaman itu masih mengalun. Membuatnya berpikir, apa jemari sang pianis itu baik-baik saja? Ia sudah bermain telalu lama.
Kekehan dan senyum meresponnya pada teman-temannya itu menghilang. Ia mulai mengabaikan suara teman-temannya saat kepalanya berputar, menoleh ke arah sang pianis yang menurutnya sangat hebat itu. Namun sayangnya, atap grand piano yang terbuka membuatnya tak bisa melihat wajah sang pianis.
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Guilty
RomanceSinopsis : Kiara Phoebe seorang gadis ceria yang memiliki mimpi dan bakat di bidang seni musik. Ia adalah gadis cantik yang murah senyum dan ramah pada semua orang, namun di balik senyuman ceria yang selalu ia tunjukkan ke semua orang, ia menyimpan...