Prolog

125K 8.2K 49
                                    

Prolog :

New York, Amerika Serikat...

"Kumohon izinkan aku melihat keadaannya, sebentar saja! Bagaimanapun dia sudah menolongku, aku harus berterima kasih, kak," pinta gadis berpakaian khas yang biasanya dipakai hanya oleh orang yang bestatuskan pasien rumah sakit.

Gadis itu sedang duduk di pinggir tempat tidur pasiennya dengan sebelah tangan yang memegang erat tiang infusnya. Ia hendak pergi dari kamar inapnya, namun wanita yang berumur 10 tahun lebih tua darinya terus menahannya agar tetap di atas tempat tidur itu.

"Tidak bisa, Kiara! Kau baru saja sadar dari pingsanmu dan kau juga perlu istirahat! Apa kau tidak lihat betapa mengerikannya perban di kepalamu itu?!" ucap Gina menolak permintaan Adiknya dengan tegas sembari bergidik ngeri melihat perban yang melilit melintang di dahi adiknya. Gina takkan membiarkan Kiara pergi ke mana-mana lagi sendirian mulai sekarang. Kemarin malam saja, ia mengizinkan Kiara untuk pergi tanpa pengewasannya dan yang terjadi pada akhirnya? Sekarang adiknya tengah berada di rumah sakit.

"Tapi dia sudah menolongku, Kak! Mungkin keadaanku akan jauh lebih buruk jika dia tak ada. Jadi kumohon, biarkan aku pergi melihatnya sebentar saja. Setelah itu, aku berjanji akan beristirahat penuh di tempat tidur ini." Kiara semakin memperlihatkan wajah memohonnya, berharap kakaknya itu bisa mempertimbangkannya sedikit permintaannya.

Gina menutup mata sembari menghirup nafas panjang yang lelah. Walau sesungguhnya Kiara adalah tipikal yang penurut, tetapi jika adiknya sudah berkeinginan, tak ada yang bisa membantahnya.

"Baiklah! Tapi dengan satu syarat." Gina membuka matanya dan mengacungkan telunjuknya ke atas di depan Kiara. "Kau tidak boleh beranjak dari tempat tidur sedikit pun setelah ini. Dan aku akan mengantarmu ke sana."

Kiara melompat turun dari tempat tidur yang bisa dibilang lumayan tinggi untuk tubuh berumur enam belas tahunnya yang mungil. Ia segera berjalan keluar dari kamar inap kecil diikuti dengan Gina yang menatap waspada akan sikap aktif adiknya yang sekarang berjalan ke meja informasi yang ada di lantai itu.

"Permisi, apa kau bisa memberitahuku ruangan pasien laki-laki yang dibawa bersamaku semalam? Dia kecelakaan motor," ucap Kiara dengan bahasa inggrisnya yang cukup fasih.

Perawat itu menangguk sebentar kemudian menatap layar komputernya, mencari sesuatu di dalam sana, sebelum kembali menatap Kiara sambil sesekali melirik komputernya. "Ya, Tuan Brahms. Dia berada di ruangan VVIP nomor 403."

Kiara mengernyit sebentar. Sepertinya ia telah mengajak orang yang cukup penting masuk ke dalam masalahnya. Ia sekarang benar-benar berharap bahwa orang itu benar-benar baik-baik saja. "Terima kasih."

Kiara terdiam di dalam lift yang sekarang tengah membawanya naik ke lantai empat rumah sakit, ia benar-benar tak sabar bertemu penolongnya. Ia tak sabar untuk berterima kasih sebanyak-banyak kepada orang itu. Sedangkan Gina hanya terus diam sambil sesekali tersenyum di samping Kiara, ia tak tahu harus berkomentar apa melihat adiknya yang tampak begitu antusias serta tak sabaran.

Kiara sekarang berdiri tepat di depan sebuah pintu putih yang bersih. Ia menengok ke papan nama identitas yang tertempel di dinding di samping pintu yang bertulisakan Jarvis Brahms. Untuk memastikan bahwa ia telah menemukan kamar yang benar.

Kiara akhirnya mulai mengangkat tangannya, membawanya ke permukaan pintu lalu menimbulkan suara ketokan pintu yang khas beberapa kali.

Pintu yang tak kunjung terbuka membuat Kiara dan Gina mengerutkan kecil dari mereka. Mereka saling pandang sebentar sebelum Kiara kembali membaca papan nomor kamar inap serta nama identitas sekali lagi untuk memastikan bahwa memang itulah kamarnya. Kiara pun kembali mengetuk pintu, tetapi sekali lagi tak ada jawaban dari dalam.

From The GuiltyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang